SMA Nusa Bangsa.
Pagi ini Matheo sudah berada di sekolahnya. Lebih tepatnya ia sudah ada di dalam kelas.
“Mat, tumben lo udah sampai duluan,” sindir Rendi.
Matheo berdecak kesal menatap wajah Rendi yang tengah tersenyum menatapnya. “Semua gara-gara lo. Rasanya ingin gue hajar wajah lo, Ren.”
“Kenapa sih?” tanya Rendi pura-pura tak paham. “Cerita dong, Bro.”
“Cewek itu telepon gue semalam.”
“Maksud lo, Shelka?” tanya Rendi yang tidak percaya. Bagi Rendi pribadi, tak ada wanita yang mampu mendekati Matheo. Kalian tahu sendiri lah sikap Matheo yang ketus, dingin, dan tak bersahabat dengan kaum perempuan. Teman-teman Jelita saja suka pada lari ngibrit kalau ada Matheo. “Woy, malahan diam aja.”
“Ya, siapa lagi.”
“Hahaha, gila sih. Hebat lho dia. Bagi gue lo harus banyak bersyukur karena dia sangat gig
Matheo tak menjawab pertanyaan dari Jelita. Matheo lebih menatap pergerakan seorang Shelka yang berjalan masuk dan menghampiri ke arahnya.“Gimana nasi gorengnya, enak?”Matheo masih diam. Ia justru menoleh menatap ke arah Jelita yang tengah tersenyum menatapnya.“Gue, ke kantin dulu, ya,” bisik Jelita pelan sambil tersenyum serta mengedipkan salah satu matanya.Matheo berdeham pelan, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.“Lo ngapain ke sini, sih?”“Mau ketemu sama Kakak.”Matheo berdecak pelan. “Tapi kedatangan lo ke sini bikin gosip baru tahu nggak sih.”Shelka yang paham sikap dingin Matheo hanya diam sambil tersenyum manis. “Gapapa, aku suka kalau digosipin sama Kak Matheo.”“Gue yang nggak suka. Dan, gue belum makan nasi gorengnya.”Terdapat raut kecewa di wajah Shelka. Namun, dengan cepat Shelka segera menampilk
“Hai, Mom,” sapa Matheo. Matheo langsung cipika cipiki kepada Kaila. Ia segera berjalan ke arah dalam rumah menuju ke kamarnya. Saat melewati ruang keluarga ternyata sudah ada Clarisa tengah cekikikan sendiri menatap layar ponselnya. Pokoknya adiknya itu sudah mirip orang nggak waras.“Kak Mamat, sini deh,” teriak Clarisa yang membuat Matheo terkejut sendiri.“Apa?”“Kak, sini.”Matheo mau nggak mau jalan menghampiri Clarisa. Clarisa menunjukkan layar ponsel ke arahnya. Dahi Matheo mengerut bingung, ia tak paham dengan tindakan Clarisa itu.“Belikan bando ini, ya,” pinta Clarisa dengan senyum manisnya yang sulit Matheo tolak.Matheo menghela napas kasar, ternyata dirinya dipanggil hanya untuk membelikan sebuah bando. Matheo udah mengira akan diberikan nomor cewek secantik Song Hye Kyo, tahunya ada udang dibalik bakwan.“Iya.”“Asik!” seru Claris
Pagi ini kota Jakarta diguyur hujan yang membuat siapa pun akan malas untuk melakukan aktifitas. Namun, tidak berlaku di keluarga Azekiel. Kaila pagi-pagi sudah membangunkan Clarisa juga Matheo yang sulit sekali bangkit dari tempat tidur. Menjadi seorang Ibu memanglah sangat tidak mudah. Harus bisa mengatur waktu dalam segalanya."Sha, bangun, Nak.""Euumm, ngantuk Mom.""Bangun sudah siang. Cepet!" Kaila langsung menyibak selimut yang membungkus tubuh mungil Clarisa. "Cepetan Sasha, itu Daddy udah rapi lho. Jangan sampai nanti Daddy marah.""Iya, Mom, iya."Kaila mengembuskan napas lega ketika melihat Clarisa sudah membuka matanya dan mau turun dari ranjang menuju ke arah kamar mandi. Sekarang giliran menuju ke arah kamar Matheo.Tok. Tok. Tok."Mat, Mamat, buka pintunya, bangun sudah siang," teriak Kaila dari depan pintu. Tangan Kaila pun tak segan-segan terus menggedor pintu yang terkunci dari dalam.
Matheo terus mengikuti Jelita menuju ke arah parkiran sekolah. Seharian ini moodnya benar-benar naik turun tidak jelas. Mana perintah dari mommy yang menyuruh Jelita ke rumah belum sempat ia sampaikan pula.“Kak Matheo.”Matheo langsung berhenti ketika melihat cewek bernama Shelka tengah memanggil dan tersenyum begitu manis ke arahnya. Mata Matheo pun tetap mengawasi pergerakan Jelita yang sudah berjalan jauh dengan Prita juga Siena.“Kak,” sapanya.“Ada apa?”“Aku nggak dijemput sama sopir, boleh nebeng nggak?” tanya Shelka sambil harap-harap cemas menunggu jawaban Matheo.“Hmm.”“Apa nih? Hmm itu tandanya boleh, ya?” tanya Shelka yang merasa girang sendiri.“Iya.”Shelka langsung tersenyum begitu lebar. “Makasih banyak, Kak.”“Hmm.”Matheo langsung berjalan b
Terkadang cinta itu bisa membuat orang menjadi gila tanpa disadarinya.-Matheo Demonte Azekiel-Suasana makan malam di keluarga Azekiel terlihat begitu tenang seperti malam-malam biasanya. Tapi, malam ini ada yang sangat terlihat berbeda dari sikap Matheo yang tidak mengeluarkan suara sekata pun meski sudah dipancing Clarisa berulang kali. Yang dilakukan oleh Matheo hanya mengangguk dan menggeleng saja.“Daddy dapat undangan pernikahan dari rekan bisnis Daddy, tapi sepertinya Daddy nggak bisa hadir, tolong nanti kamu gantikan Daddy, ya, Mat.” Melviano mulai membuka pembicaraan serius kali ini.Matheo sendiri langsung menghentikan suapan di sendoknya yang menggantung dengan sempurna.“Undangan dari siapa, Mel?” tanya Kaila—sang istri.“Dari Barra.”“Whoa, Kak Rere nikah, Dad?” tanya Clarisa sangat begitu antusias juga langsung melirik ke arah
Satu minggu kemudian.Sudah satu minggu ini Matheo begitu dekat dengan Shelka. Bahkan mereka berdua sudah sering berangkat dan pulang bersama ke sekolah. Semua itu tak luput dari pantauan Jelita. Melihat sahabatnya sudah bisa tersenyum kembali membuat Jelita ikut bahagia. Hubungan Jelita dengan Matheo pun sudah membaik. Mareka berdua sudah mulai menegur dan berbicara satu sama lain. Tapi, ada yang berbeda dengan Jelita yang sedikit cuek dengan Matheo.“Ta, lo mau temenin gue kondangan nggak nanti malam?"“Kondangan ke mana? Emang temen kita ada yang nikahan?”“Bukan temen kita, sih, tapi mantan gue.”Jelita yang sedang menyeruput jus alpukat langsung tersedak begitu hebat hingga menimbulkan batuk-batuk kecil sampai membuat dirinya memegangi dada yang terasa sakit. Dengan gerakan cepat, Matheo menyodorkan air mineral di depannya. Jelita menerima dan meminumnya cepat.“Maksud lo yang nikahan Rere?” tan
Selesai ulangan Sejarah dan berakhir banyak yang remidial membuat Ibu Indira menelan kecewa. Sebab, jika ditanya banyak yang mengatakan sudah paham materi yang diajarkan. Tapi, setelah dites dengan ulangan harian bisa terbukti dengan nilai yang dibawah angka lima.Mengingat waktu jam pelajaran telah selesai membuat Ibu Indira memberikan tugas kepada siswa yang remidial untuk merangkum beberapa materi dan dipresentasikan minggu depan.“Oke anak-anak selamat siang, dan sampai jumpa minggu depan.” Sebuah kalimat penutup yang membuat semua siswa lega apalagi ketika langkah kaki Ibu Indira keluar kelas.Suasana kelas kembali normal seperti biasanya. Rendi langsung berdiri dari tempat duduknya untuk menggoda Jelita.“Ta, berhubung lo tadi pelit sama gue karena nggak mau contekin sekarang gue minta bantuan buat rangkumin materi Sejarah,” kata Rendi sok bossy.“Ih, siapa lo?” Jelita langsung berdiri sambil memba
Satu bulan kemudian.Matheo benar-benar pusing dengan sikap Jelita yang benar-benar sangat berubah. Apalagi setiap dirinya mengajak pergi ke kafe dengan cepat Jelita menolak dengan berbagai alasan. Setiap ditanya kenapa selalu menjawab dengan kata sakral, “Gapapa.” Semua itu membuat Matheo kesal sendiri. Bahkan dalam pelajaran matematika pun Jelita memilih minta diajari oleh Bagus bukan dirinya lagi. Semua itu membuat Matheo bertanya-tanya dalam hati.“Kak,” tegur Shelka yang kini duduk di depan Matheo.“Apa?”“Kak Matheo kenapa? Kok terlihat gelisah?” tanya Shelka penasaran.“Gapapa kok.”“Lagi ada masalah sama Kak Lita?”“Nggak ada kok.”“Tapi—““Cepetan habisin makannya, habis itu kita pulang.”Shelka langsung mengangguk patuh, ia segera menghabiskan makanan yang sudah dipesannya. Mereka berdua kini