Share

03. Like Animal, Like You

Lagi, lagi, dan lagi. Morning sickness itu membuat Sara kelabakan, walaupun tidak seburuk beberapa hari belakangan. Meski begitu, tetap saja ini menjengkelkan. Setiap kali Sara menelan sedikit saja makanan, maka beberapa menit selanjutnya akan keluar kembali dengan sia-sia.

Untung saja Sara masih bisa memakan buah-buahan sebagai pengganti nasi, jadi gadis itu tidak perlu khawatir dengan perutnya yang tidak mendapatkan asupan cukup, di tambah vitamin yang Dokter Park berikan.

Ah, dokter tampan itu. Dia kenalan Ethan, meski tidak terlalu dekat. Sara masih ingat betul penuturan Dokter Park saat Sara pertama kali mengetahui tentang kehamilannya, ketika ia mengecek kesehatannya.

'Kondisi fisikmu yang tidak baik, berpengaruh terhadap janinnya. Dia menjadi lemah. Karena itulah morning sickness-mu jadi separah itu.'

Sara tidak menyalahkan janin yang baru berusia lima minggu lebih, yang kini bersemayam di rahimnya, tidak juga menyalahkan Ethan yang telah menyimpan benihnya di rahim Sara.

Sara justru kesal pada dirinya sendiri, pada fisiknya yang begitu payah, pada dirinya yang tidak bisa menahan semua tekanan ini.

Dengan langkah gontai, Sara berjalan keluar dari apartemen. Bagaimanapun juga pekerjaan kantor menantinya, terutama setelah berhari-hari ia tinggalkan. Di tambah, ayahnya terus saja menanyakan kehadiran Sara di kantor.

Jadi, meski kepalanya sedikit merasakan pening juga perutnya yang agak mual melilit. Sara harus memaksakan diri untuk datang ke kantor hari ini, posisinya sebagai Ketua tim akan di cabut oleh sang ayah, jika Sara terlalu lama absen tanpa alasan, dan dikira bermalas-malasan. Lalu setelah itu, Sara pastikan dia harus memulai kembali dari nol.

Belum lagi janji Dojun yang akan menemuinya saat jam makan siang nanti, Sara menghela panjang saat mobil yang ia kendarai sampai di gedung kantor. Dojun, tunangannya itu entah bagaimana nasibnya jika dia tahu keadaan Sara saat ini.

Mengingat betapa baiknya Dojun, hangatnya perlakuan Dojun sejak pertemuan pertamanya. Sara sangsi, bahwa ia merasa tidak tega harus mengkhianati lelaki sebaik Dojun.

Masih dengan berbagai hal yang berkecamuk di kepalanya, Sara memasuki gedung. Senyum manisnya terukir kala beberapa karyawan berpapasan dengannya. Berganti menjadi Kim Sara yang memasang topeng dengan senyum palsu.

Orang-orang mungkin akan melihat Kim Sara yang berjalan begitu santai dengan senyum ramah terpatri di bibir tipisnya, akan mengira jika wanita itu baik-baik saja, dia terlihat tangguh dan begitu ceria. Di tambah kedua mata itu, berbinar tanpa cela ketika saling bertubrukan dengan milik orang lain.

Hanya saja, orang-orang tidak tahu. Kim Sara itu pembohong terhandal sejagat raya, menyembunyikan dengan apik siapa dirinya yang sebenarnya.

...

Jam makan siang sudah di mulai sekitar sepuluh menit yang lalu, tetapi Sara masih setia duduk di balik meja kerjanya, menatap serius pada layar datar di hadapannya. Sambil sesekali meringis mengigit pipi bagian dalamnya, menahan gejolah mual yang mencekiknya. Juga pening kepalanya yang berdenyut kencang.

Ayolah, jangan sekarang. Pikir Sara.

Padahal Sara sudah menelan obat yang di berikan Dokter Park untuk meredakan pening di kepalanya beberapa saat lalu, tapi itu sepertinya tidak bekerja sama sekali.

Dengan terpaksa Sara mengabaikan pekerjaannya, menyandar pada sandaran kursi, memejamkan matanya erat, menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Hal itu Sara lakukan berkali-kali, sampai mual dan peningnya sedikit mereda.

Belum juga Sara merasakan ketenangan, ponselnya tiba-tiba bergetar. Mendesis kesal, Sara menatap si pemanggil.

Ya Tuhan, itu Dojun. Pasti lelaki itu sedang menunggunya.

Meski dengan perasaan enggan yang luar biasa, Sara akhirnya mendatangi alamat rumah makan yang Dojun kirimkan. Untung saja jaraknya tidak terlalu jauh dari kantornya, jadi Sara tidak perlu berlama-lama duduk di balik kursi kemudi dengan perutnya yang terus bergejolak.

Untuk sesaat ketika Sara sampai di restoran. Di sebuah meja, yang sudah tersaji dua piring makan siang, dan dua gelas minum. Oh, jangan lupakan si lelaki Kim yang segera beranjak dan menarik satu kursi untuk Sara tempati.

"Sudah memesan?"

Manik Sara menatap dua piring spagetti di atas meja, lalu pada Dojun.

"Yah, seperti yang kau lihat." Dojun kembali mendudukan dirinya di kursi.

Sara tersenyum singkat, "Terima kasih," katanya, meski dengan kenyataan bahwa ia tidak berselera melihat makanan yang tersaji di sana.

Tidak, Sara tidak membenci spagetti. Bahkan, Sara sangat menyukainya. Dan Dojun tahu itu, karena itulah dia memesannya. Tahu betul apa yang disukai tunangannya.

Hanya saja, karena kehamilannya, Sara jadi begitu tidak menyukainya. Tetapi Sara tetap memakannya sampai habis, tentu saja untuk menghargai Dojun.

Tepati ketika di pertengahan acara makan siang itu, ketika Dojun menceritakan rencana membangun rumah yang akan keduanya tinggali nanti. Sara tanpa sengaja menemukan sosok yang selama ini memporak-porandakan batinnya.

Ethan Lee, lelaki itu melewati mejanya. Tepat di belakang Dojun, dengan seorang wanita berpakaian modis dan bibir merah menyala yang bergelayut manja di lengannya.

Dalam beberapa detik singkat itu, kedua manik itu saling bertubrukan. Dan saat itu juga Sara melihatnya, ada cibiran yang tertera di tatapan itu. Mengirimkan berjuta rasa sesak, dan ngeri pada setiap persendian tubuh Sara.

"Bagaimana jika di Jeju?"

Bahkan, pertanyaan Dojun terdengar samar, pendengaran Sara berdengung bersamaan dengan rasa mual yang tiba-tiba naik dari perut ke tenggorokannya.

"Sara?" Dojun meraih tangan Sara di atas meja, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Merasakan sapuan lembut di punggung tangannya, Sara mengerjap pelan. Beralih memusatkan perhatian pada Dojun, bukan pada Ethan yang duduk di meja belakang Dojun.

"Kau baik-baik saja?"

Sekali lagi, Sara mengerjap beberapa kali. "Dojun, sepertinya aku harus segera kembali ke kantor. Ada urusan yang belum aku selesaikan."

Dojun terlihat mengernyit bingung, "Benar kau tak apa?" Dojun sekali lagi memastikan.

"Tidak Dojun, aku baik-baik saja. Aku hanya lupa kalau Pak Choi akan datang ke kantor hari ini."

Dojun tidak tahu siapa Pak Choi, tapi sepertinya itu penting melihat dari reaksi Sara sendiri. 

"Biar aku antar." Dojun menawarkan diri setelah membayar makanan. Beranjak dari duduknya.

Sara mengangguk tanpa ragu, akan lebih baik jika Dojun yang mengemudi. Saat ini kepalanya benar-benar pening, juga kakinya yang lemas.

Ketika kedua kaki Sara melangkahkan tungkainya keluar dari restoran, dengan Dojun di belakangnya, saat itu juga Sara kehilangan keseimbangan tubuhnya. Jika saja Dojun tidak bergerak cepat, mungkin saja Sara akan tersungkur dan berguling-guling di tangga.

Untung saja Dojun segera meraih tubuh Sara yang kehilangan kesadarannya, lelaki itu panik. Memanggil-manggil nama Sara berkali-kali. Mengundang perhatian orang-orang di sekitar restoran terutama yang kini duduk di dalam restoran.

Terlebih Ethan, lelaki itu menatap sosok Sara yang kini berada di pangkuan Dojun dengan kening berkerut yang kentara.

Satu dengusan pelan keluar dari bibir Ethan, "dasar wanita lemah," gumamnya pelan. 

[]

Komen (1)
goodnovel comment avatar
jiannaa
duh pengen gue bejek aja ni si ethaaann!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status