Pagi ini, seperti biasa Sara harus menghabiskan waktunya di kamar mandi selama hampir satu jam lamanya, memuntahkan semua sarapan yang bahkan baru beberapa suap masuk ke dalam mulutnya.
Menyiksa, tentu saja. Hanya saja, Sara tidak keberatan dengan itu. Entah itu morning sickness yang kata dokter tidak seperti wanita hamil lainnya, mengingat daya tahan tubuh Sara tidak bagus. Ataupun pening yang selalu menderanya di sela-sela waktu bekerja, Sara sudah terlalu biasa dengan segala jenis kesakitan. Seolah sakit raga maupun batinnya sudah menjadi makanan Sara setiap harinya.
Sara mendongak, menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat dengan jelas bagaimana menyedihkan dirinya, rambut yang di kuncir asal, kantung mata hitam melingkar, juga sudut bibirnya yang masih memperlihatkan luka bekas tamparan ayahnya kemarin.
Dengan langkah gontai, Sara membawa kembali dirinya ke dapur. Sepertinya hari ini Sara tidak bisa makan bubur lagi, itu hanya akan berakhir sia-sia. Hanya buah-buahan yang membuat Sara tidak mual dan memuntahkan kembali makanan yang telah ia telan.
Sejauh ini, Sara masih tidak ingin bertemu siapa pun, entah itu Jooin maupun kedua orang tuanya.
Terutama Ethan.
Namun, kedua manik Sara tidak dapat berbohong. Di sana, di dekat meja makan. Sosok Ethan berdiri tegak dengan kedua tangan bersedekap, menatap lurus pada keberadaan Sara.
Tanpa sadar kedua tangan Sara memeluk perutnya, irisnya balas menatap lurus meski ada sedikit keterkejutan di sana, tentu hal tersebut tidak lepas dari perhatian Ethan. Melihat hal itu, Ethan hanya mampu mendengus dingin. Wanita ini.
Sara tidak mengerti, jelas-jelas Ethan menghindarinya selama beberapa waktu terakhir. Menolaknya mati-matian, bahkan bersikap seolah tidak pernah mengenal Sara sama sekali.
Tetapi, kini lelaki itu datang sendiri ke persembunyian Sara, berdiri dengan harga diri penuh di dapurnya. Oh, jangan lupakan wajahnya yang penuh lebam seperti habis di hajar habis-habisan. Kemungkinan lelaki itu di pukuli beberapa pengunjung klub saat datang ke tempat terkutuk itu. Jelas Sara tahu betul bagaimana kelakukan bajingan Ethan, kehidupan lelaki itu jika bukan kantor jelas hanya seputaran para wanita dengan selangkangan kendor, dan klub malam.
Bukankah itu menjelaskan bagaimana bajingannya seorang Ethan Lee, dan Sara dengan tololnya terjatuh pada lelaki brengsek itu.
Masih dengan pandangan lurus, Sara membuka suara, "Kenapa kau kemari?" Sara akhirnya bertanya, menatap lamat-lamat bagaimana Ethan yang berdiri menjulang di dapurnya, membuat dapur menjadi terasa sempit karena eksistensi lelaki itu.
Tidak ada Kim Sara yang anggun dan ramah, tidak setelah hari di mana Ethan menolaknya mentah-mentah. Hari di mana untuk yang ke sekian kalinya Sara datang menemui Ethan, untuk memberitahu pasal kehamilannya. Berkali-kali juga Sara mendapatkan penolakan.
Ethan melihatnya, bagaimana Kim Sara yang kini menatapnya lurus tanpa ekspresi kentara di wajahnya. Dalam kurun waktu yang singkat, Kim Sara tidak seperti yang Ethan kenal.
Ethan mengantongi kedua tangannya ke dalam saku celana hitam yang membungkus kedua kaki panjangnya, bergerak ke arah Sara. Mengikis jarak yang terbentang di antara keduanya, meski Ethan sendiri tahu jarak tak kasat mata itu membuat Sara semakin menjauh. Sedekat apapun jarak tubuhnya kini, meski hanya menyisakan satu langkah, sedekat apa pun Ethan berdiri di sekitar Sara. Jarak yang tak kasat mata tersebut membentang luas diantara keduanya.
Kedua tungkai Ethan berhenti melangkah, tepat satu langkah di hadapan Sara. Sehingga Sara sendiri bisa melihat dengan jelas rahang Ethan yang mengeras, jelas ia tahu jika lelaki itu tengah murka.
Entah apa yang membuat Ethan kali ini terlihat murka, mungkin karena wajah tampannya yang selalu ia banggakan, dan yang menjadi harga jual pada para wanita berselangkangan kendor tidak mulus lagi.
Ethan mendengus dingin, menemukan kening Sara sedikit berkerut tidak suka ketika jaraknya hanya sebatas satu langkah. Ethan menemukan keengganan dalam ekspresi Sara.
"Jadi, sekarang kau sudah berani mengadu. Begitu?"
Kening Sara semakin berkerut tidak terima, tidak mengerti atas penuturan bernada kelewat sinis Ethan. "Apa maksudmu?"
Ethan semakin terlihat marah, terlihat jelas dari rahangnya mengeras, bersama satu desisan kesal.
"Kau pikir kau siapa hah?!" habis sudah kesabaran Ethan, ia tidak tahan lagi. Wajah tolol Sara membuatnya semakin muak bukan main.
Bentakan Ethan menggema di penjuru dapur, bahkan Sara sendiri sampai terkesiap. Tanpa sadar kedua tangannya mengepal erat, Ethan berteriak penuh kebencian.
"Hanya karena kau pernah mengangkang untukku, bukan berarti kau bisa menjadi tidak tahu diri." Lanjut Ethan, mendesis tidak suka. Irisnya menatap tajam Sara. "Di luar sana, ada banyak wanita jalang tak tahu malu. Tapi aku tidak percaya, bahwa kau lebih rendah dari mereka."
Plak
Sara tidak tahan, semua penuturan Ethan sungguh tidak berperasaan. Oh, Sara lupa jika lelaki bajingan macam Ethan kemungkinan besar tidak memiliki secuilpun perasaan maupun hati nurani. Jadi jangan salahkan Sara, jika telapak tangannya yang cantik itu mendarat dengan keras di permukaan pipi Ethan, meninggalkan bekas yang kentara.
Tetapi, tetap saja itu menyakitinya. Bagaimanapun Ethan sendiri tahu, jika lelaki itu yang pertama. Dan seharusnya Ethan tahu, bahwa Sara begitu menjaga dirinya. Dan Ethan sendiri yang merusaknya.
Iris Ethan menajam, tidak terlihat kesakitan barang sedikit saja atas tamparan keras Sara. Bahkan Ethan tidak bergerak seinci pun, masih berdiri tegak, dengan memandang tajam pada Sara. Tamparan keras Sara jelas bukan apa-apa, tetapi Ethan tidak akan membiarkannya begitu saja.
Ethan memegang bagian pipi di mana telapak tangan Sara mendarat, "Ah, apa kau sudah mulai berani bermain kasar sekarang?"
Dengan ekspresi geram, Sara balas menatap tajam Ethan. "Pergi."
Namun Ethan tidak mengindahkan peringatan Sara, dengan santai Ethan balas menampar pipi kiri Sara, di mana semalam Ayah Sara mendaratkan tangannya di sana. Menyebabkan nyeri yang tidak main.
Satu seringai tipis tersungging di bibir Ethan, "aku hanya membalas."
Sara memegangi bagian wajahnya yang terkena tamparan Ethan, menatap Ethan dengan pandangan tidak terima. "Kubilang pergi, sialan!" Sara berteriak histeris, dadanya naik turun dengan amarah yang memenuhi dirinya.
Tetapi Ethan seperti menulikan pendengarnya, bukannya pergi dan menjauh seperti yang Sara peringatkan. Ethan justru semakin mengikis jarak keduanya. Satu tangannya meraih lengan Sara, menariknya mendekat hingga tubuh Sara dan tubuhnya tidak berjarak.
"Aku tidak bisa, saat ini aku sedang ingin bermain denganmu, karena kau sudah lancang mengadu pada kakakmu, kau bahkan mengatakan kehamilanmu padanya." Tutur Ethan dengan rahang mengeras, cengkeramannya di lengan Sara semakin kuat.
Ethan menyeret Sara dengan kasar, satu tangannya memegang erat rambut Sara, membawa Sara berjalan ke arah kamarnya. Mengabaikan penolakan Sara, yang tak henti-hentinya memberontak.
Ethan terus Sara, "baiklah, sekarang mari ke kamarmu. Terima saja hukumanmu."
Pagi itu Ethan lagi-lagi menghancurkan Sara, memperlakukannya bagai wanita rendah. Tanpa rasa bersalah, tanpa sedikitpun kelembutan dari setiap sentuhan dan sentakannya. Membuat Sara semakin yakin, jika ia telah salah menjatuhkan hatinya.
Ethan jelas bukan lelaki yang peduli akan segala hal rumit yang menyangkut perasaan, sedangkan Sara sebaliknya. Dan itu bukan persatuan yang baik, yang ada hanya akan berakhir menjadi luka.
[]
Suara gemericik air yang berasal dari arah kamar mandi memecah keheningan suasana kamar milik Sara, menandakan jika seseorang di dalam kamar mandi sana masih melakukan aktivitasnyaㅡmandi.Sedangkan si pemilik kamar, hanya bungkam dengan selimut membalut tubuh polosnya. Irisnya sesekali mengerjap, menatap tanpa ekspresi pada jendela kamar, di mana matahari semakin tinggi.Ethan benar-benar membuktikan ucapannya, dia menyentuh Sara dengan begitu kasar. Menunjukkan dengan jelas kepada Sara, jika Ethan murka.Dalam setiap sentuhannya, Ethan seolah memberitahu Sara. Bahwa Ethan murka, marah, kesal, dengan terang-terangan di ujung pelepasannya di barengi sebuah tamparan Ethan mengatakan sumpah serapah, jika ia begitu membenci Sara.Sara tidak peduli, entah itu pada ungkapan kebencian Ethan di saat klimaksnya. Ataupun perlakuan kasarnya pada tubuh Sara, begitu juga ucapan menyakitkan yang acap kali keluar dari bibir Ethan.Yang Sara khawatirkan h
‘Jadi, maksudmu dia hamil anakmu begitu?'"Mungkin." Nada suara Ethan terdengar tidak meyakinkan untuk si lawan bicara.'Eh? Kau terdengar tidak yakin. Ah, sudah kuduga, akhirnya kau mendapatkan karma eh?'"Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang terpikirkan olehku hanya menyuruhnya membunuh anak itu."Seseorang di dalam panggilan itu tertawa rendah singkat seolah ucapan mengerikan Ethan bukan hal serius, kembali membalas.'Karena itu kau menghubungiku, begitu? Kau butuh solusi Tuan Lee?'"Sepertinya."Si lawan bicara tidak memberikan balasan lagi, untuk beberapa saat hening menyelimuti keduanya.'Ya Lee Ethan.'Si lawan bicara berkata dengan nada meremehkan,'Kau ini Ethan Lee, si pengusaha muda sukses yang memiliki harta berlimpah di setiap sudut tempat. Kau memiliki segalanya.'Kening Ethan berkerut tidak mengerti mendengar penuturan orang itu, "Lalu? Janga
Perasaan bangga memenuhi diri Ethan, kedua tungkainya melangkah lebar dengan sudut bibir terangkat. Menyusuri koridor yang sedikit lenggang, mengingat jam kerja kantor di mulai satu jam lagi. Tentu, ini masih terlalu pagi untuk para pegawai datang.Perasaan Ethan sedang dalam keadaan baik, bahkan sangat baik. Sampai-sampai mendadak jadi begitu bersemangat datang ke tempat kerja lebih awal, tidak seperti biasanya.Entahlah, Ethan hanya sedang merasa senang. Ini lebih dari sekedar memenangkan tender dengan nilai selangit. Perasaan ini, lebih dari itu.Alasannya sederhana, hanya membayangkan Kim Sara dalam genggamannya, miliknya, seutuhnya.Ada apa dengan dirinya? Mengingat itu semua saja, sudah mampu membuat Ethan menyeringai tipis, di sela-sela langkahnya yang melangkah di koridor.Ahh, itu sungguh luar biasa.Batin Ethan.Ethan terlalu fokus pada lamunannya, sehingga t
The Kim's.Itulah sebutan yang melekat dalam garis keturunan keluarga besar Sara. Jika ada orang yang mengatakan nama itu, kebanyakan orang akan berpikir. 'Ah, mereka keturunan yang memiliki wajah tidak wajar itu.'Kurang lebih seperti itu.Hanya lewat desas-desus dan gosip dari mulut ke mulut, Ethan hanya tahu sebatas itu, Ethan tidak pernah melihatnya secara langsung. Tetapi, jika melihat bagaimana Kim Jisang juga kedua anaknya, dan juga jangan lupakan si idol Kim Taekyung yang katanya sepupu dari Sara. Mereka memang memiliki semua kriteria yang orang-orang sebutkan. Sepertinya Ethan harus mengakui semua yang dikatakan orang-orang.Terutama setelah Ethan melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri, siapa dan bagaimana ituThe Kim's.Keluarga Sara memanggil Ethan, memintanya untuk datang ke dalam sebuah makan malam keluarga Kim. Semua anggota keluarga Kim datang, berkumpul di rumah nenek SaraㅡKim Dain. Anggota ter
'Kenangan beracun yang ada di hatiku, terus tumbuh dan semakin dalam. Mendorongku lebihjauh,menyudutkanku, termasuk menyalahkan diri.'[EXO - Trauma]...Tahu apa arti Kim Sara untuk Jooin?Jooin selalau menganggap Sara adalah separuh dirinya. Ketika Sara sakit, maka Jooin akan menjadi satu-satunya yang kesakitan menyaksikan hal itu. Ketika Sara menangis karena segala tuntutan keluarganya sendiri, Jooin akan menjadi satu-satunya orang yang bersedih untuk Sara. Ketika Sara senang, Jooin akan menjadi yang paling bahagia melihat ada tawa di bibir kecil Sara. Dan ketika semua orang menentang keinginan Sara, Jooin akan menjadi satu-satunya yang mendukung Sara dalam keadaan apapun.Jadi saat Jooin mengetahui apa yang terjadi pada Sara saat ini, Jooin hancur sehancur-hancurnya. Sebagian dirinya meradang, membayangkan selama ini Sara kesulitan tanpa dirinya, mengetahui Sara menutupi kenyataan mengerikan itu da
Seumur hidup, Jooin belum pernah merasakan dirinya sepanik pagi ini. Ketika ia menemukan unit apartement milik Sara kosong tidak berpenghuni, lengkap dengan barang-barangnya yang sudah raib hilang entah kemana.Beberapa saat lalu saat Jooin baru saja sampai di Korea dan kembali ke rumah orang tuanya, Jooin tidak menemukan keberadaan Sara disana mengingat Sara sangat tidak suka berada satu atap bersama kedua orang tuanya. Dan Kini apartemen yang belakangan ini ditinggali Sara pun kosong.Sara berubah, dia tidak seterbuka dulu lagi pada Jooin. Dan Jooin benci kenyataan itu, bukan karena Sara yang tidak memedulikannya lagi, atau kemungkinan Sara tidak membutuhkannya lagi. Tetapi karena itu Sara, Jooin tahu Sara hanya mencoba menanggung segalanya sendiri, menyembunyikan lukanya dari semua orang termasuk Jooin.Ada kalanya Jooin begitu membenci Sara, seperti saat ini, ketika sang adik memilih bungkam seribu bahasa. Enggan membagi rasa sakitnya barang secuilpun. Sara
Pernah pada suatu hari, saat itu Ethan sedang kesal bukan kepalang, pasalnya insvestor asing yang akan melakukan pertemuan denganEthan Corpmendadak membatalkan kedatangannya ke Korea,. Katanya, mereka sudah menemukan rekan bisnis yang lebih sepadan, lebih mengntungkan dan di atas perusahaan milik Ethan.Bullshit.Kejadiannya sekitar pukul empat sore, di sebuah restoran ternama daerah Gangnam, Ethan merasa seperti orang tolol, menanti kedatangan calon penghasil pundi-pundi uang yang akan mengalir ke dompetnya, tetapi bukan keuntungan yang Ethan dapat melainkan kekesalan yang Ethan dapat.Sore itu berakhir dengan Ethan yang terus meneriaki Shian, menumpahkan semua amarahnya pada lelaki yang usianya lima tahun di atas Ethan itu. Mengeluarkan berbagai sumpah serapah, membuat-buat alasan jika investor membatalkan kedatangannya karena jadwal penerbangan mereka di undur, kendati pada kenyataannya pengunduran tersebut di min
‘Bukan salahmu bila kau tersendat di dalam angin, itu aku yang tak dapat kau jadikan pegangan, jadi jangan menyesal.’[Highlight - Butterfly]play the music!...Ada ingatan, sebuah memori lama yang mendadak terlintas di benak Jooin pagi itu, saat telapak tangannya bersentuhan dengan pergelangan Sara yang dingin. Satu ingatan yang baru Jooin sadari selama ini ada di kepalanya, terkubur di dalam sana, terlupakan oleh masa. Mendadak ingatan itu terasa segar, mengalir bagai darah yang bercucuran lewat sebuah sayatan."Kakak, aku memecahkan gucci kesayangan ibu."Suara Sara kecil bergema, terdengar ketakutan dengan bibir bergetar dan kepala menunduk, irisnya menatap marmer rumahnya yang berwarna putih kala itu."Ibu pasti marah jika dia tahu,"katanya lagi, deangan suara sangat pelan berupa bisikan.Jooin yang saat itu baru pulang sekolah, melir