Share

2. Bukan Istri Biasa

Memangnya kenapa kalau dia menikah dengan Satrio? Memangnya kenapa rata-rata suster melihatnya dengan tatapan tidak suka? Apa salah Ocean sampai semua orang seolah memusuhinya? Bukankah Ocean tidak membuat kesalahan pada mereka? Ocean juga tidak berhutang apa pun. Seingat Ocean dia justru tidak pernah berbicara selain dengan orang tua dan suaminya.

Pikiran itu berputar di kepala Ocean sepanjang hari dan dia tidak menemukan jawabannya. Mata-mata sinis yang melihatnya itu seolah menunjukkan rasa benci yang tidak ditutup-tutupi. Ocean sungguh ingin tahu apa alasan mereka semua.

Ocean termenung di ruang rawat bapaknya. Satrio menepati janjinya, kini dia menunggui bapaknya di ruang perawatan terbaik. Ocean lega meski sebenarnya bukan itu yang dia inginkan. Dia hanya ingin bapaknya mendapat perawatan terbaik, tetapi siapa yang menyangka jika dia justru bertemu dengan Satrio, pria yang pernah dia tolak dengan tidak baik.

Bertemu kembali dengan Satrio bisa jadi adalah anugerah dan musibah di saat yang bersamaan. Anugerah karena Satrio berjanji akan membantu biaya perawatan bapaknya yang jumlahnya tidak bisa Ocean bayangkan. Menjadi musibah karena bapak yang sudah pasrah akan nasib kesembuhannya menginginkan Ocean menikah. Setidaknya jika terjadi apa-apa saat operasi, bapak Ocean sudah menikahkan anak gadisnya dengan orang yang tepat.

Ocean mandi setelah membantu ibu menyeka badan bapak. Setelah semua rutinitas sore itu, dia harus menemui Satrio dan ikut pulang ke rumah. Suaminya itu juga menyediakan perawat pribadi untuk bapak sehingga Ocean tidak perlu memikirkan apapun saat tidak berada di sana. Semua kemudahan perawatan kini didapatkan bapak.

"Kamu mau pergi ke mana, Nduk?" Ibu bertanya setelah selesai menyuapi bapak.

"Nggak tau, Bu. Sam nggak bilang mau ngajak ke mana," jawab Ocean. Tangannya sibuk mengoleskan pelembut kulit di lengan dan kakinya.

Bahkan dalam imajinasinya pun Ocean tidak pernah berharap akan bertemu kembali dengan Satrio. Sebagai seorang gadis yang merasa dibohongi, tidak seharusnya Ocean memberikan kesempatan kedua kepada Satrio. Satrio bukanlah pria baik di mata Ocean saat itu, mengatakan mencintainya, tetapi juga memiliki orang lain di belakangnya. Mungkin Satrio pikir Ocean bodoh dan tidak akan pernah mengetahuinya. Satrio salah, Ocean tahu dalam seminggu setelah komitmen pacaran mereka.

Pada akhirnya kebencian Ocean kalah oleh kasih sayang kepada orang tuanya. Satrio menemukannya ketika mendaftar untuk rawat inap bapaknya. Bertemu kembali dengan Satrio langsung membuat bapaknya berharap banyak hingga terjadilah pernikahan dadakan itu.

"Nduk ... sana pergi temui suamimu. Jangan buat dia menunggu lebih lama." Ibu menyentuh lengan Ocean lembut dan menyadarkan Ocean dari lamunannya.

Ocean bangkit. "Iya, Bu. Cean pergi dulu," pamitnya seraya melangkah keluar.

Ocean menyusuri koridor panjang dari ruang rawat bapaknya menuju ruang kerja suaminya. Beberapa perawat yang kebetulan mengenalnya mengangguk kecil, ada juga yang saling berbisik saat melihat dia melintas. Ocean melihat baju yang dia kenakan, skinny jeans dengan kaos putih yang ditutup jaket rajut. Ocean tidak merasa penampilannya buruk, tetapi mengapa mata-mata itu melihatnya seolah dia makhluk asing yang tersesat di bumi.

Sebuah rangkulan di bahu membuat Ocean menoleh. Suaminya tersenyum menawan, menoleh pada beberapa perawat yang sempat berbisik melihat Ocean.

"Halo, Suster," sapa Satrio sambil berjalan mendekat ke arah mereka dengan Ocean berada dalam rangkulannya. "Kenalan dulu, ini Ocean Samudera, istriku," ujar satrio memperkenalkan Ocean.

Satu per satu suster yang tadi bergunjing menyalami Ocean dengan enggan. Kalau berbicara tentang enggan, Oceanlah yang paling merasakan hal itu. Tidak pernah ada dalam angan-angannya untuk diperistri oleh Satrio.

"Jadi ... kalau kalian melihat istriku lupa jalan menuju ruanganku, tolong dibantu, ya?" Satrio menekankan kalimatnya hingga menyerupai ancaman.

"Ya, Dok," jawab mereka bersamaan.

Satrio tertawa merdu. "Baiklah, terima kasih, ya, sebelumnya. Ayo kita pergi, Istrinya Sam!" Satrio membawa Ocean berbalik dan meninggalkan tempat itu menuju pintu keluar rumah sakit.

Berada dalam mobil Satrio membuat Ocean sedikit gugup. Tangannya meraih lengan Satrio yang berada di atas roda kemudi. Satrio memalingkan wajah pada Ocean dan menyiratkan pertanyaan tanpa kata.

"Sam ...," panggil Ocean lirih.

"Hmm ...," gumam Satrio.

"Apa aku nggak pantes ada di rumah sakit itu? Apa aku nggak pantes jadi istrimu?"

Satrio menaikkan sebelah alisnya dan menatap heran pada Ocean. "Memangnya siapa yang peduli?"

"Tapi, Sam ...."

"Yang suamimu siapa?"

Ocean menunduk. "Kamu."

"Jadi kenapa peduli dengan orang lain? Kalau kamu nggak suka, bilang aja sama aku. Aku bisa pecat mereka semua yang udah buat kamu nggak nyaman. Kamu ngerti, Cean?"

Ocean mengangguk, melepaskan lengan suaminya lalu duduk tenang di tempatnya. Satrio mengemudikan mobilnya ke luar rumah sakit. Di gerbang rumah sakit dia menekan klakson saat berpapasan dengan sebuah mobil hitam yang bisa dibilang bagus.

"Siapa?" tanya Ocean spontan.

Satrio menoleh ke kanan, menginjak pelan pedal gasnya hingga mobil mereka meluncur mulus membelah keramaian jalan raya. "Sudah pengen tau teman-teman suamimu, Cean?"

Ocean menunduk lagi. "Enggak."

Ocean berdiri di serambi depan sebuah rumah bergaya minimalis modern. Satrio membuka pintunya dan mempersilakan Ocean memasukinya. Mata Ocean berkeliling melihat seluruh ruangan yang ada. Dia tidak sempat memperhatikan semuanya karena Satrio sudah menariknya ke dapur.

"Sam mau makan?"

"Iya. Aku lapar, biasanya aku makan beli. Karena sekarang aku punya istri maka aku mau dimasakin olehmu," jelas Satrio.

"Sam mau makan apa?" tanya ocean.

Satrio menyeringai. "Makan kamu, boleh?"

Ocean menghampiri kulkas secepat yang dia bisa. Dia Melihat kulkas itu penuh dengan sayuran, buah-buahan, dan daging. Ayam dan makanan beku juga ada. Ocean bingung mau masak apa untuk Satrio.

"Sam selapar apa?" tanya Ocean.

"Cukup lapar tapi bisa menunggu sampai masakanmu mateng."

Ocean menggoreng tahu sutra dan di waktu yang sama juga menanak nasi, dan merebus sayur. Dalam satu jam semuanya siap lengkap dengan bandeng presto dan sambal. Satrio makan dengan lahap tanpa bicara, menyuapi Ocean dan memprotes ketika istrinya itu tidak mau membuka mulutnya. Pada akhirnya masakan itu tandas bersama Satrio yang bersandar puas di kursinya.

"Masakanmu enak, ternyata punya istri itu menyenangkan," ujarnya.

Ocean tidak menanggapi ucapan satrio. Dia sibuk membereskan semuanya, mencuci dan mengembalikan peralatan ke tempat semula. Satrio mengatakan agar dia membiarkan semuanya karena akan ada orang datang untuk membersihkannya, tetapi Ocean memilih semuanya terlihat rapi seperti semula.

Selesai mengerjakan pekerjaannya, Ocean duduk di depan Satrio. "Sam ...," panggilnya lirih.

Satrio tidak menyahuti panggilan Ocean, tetapi dia menoleh pada istrinya dengan tatapan bertanya.

"Kenapa, sih, para suster di rumah sakit kaya nggak suka gitu lihat aku?" Ocean menunduk setelah menanyakan rasa ingin tahunya pada Satrio.

"Karena kamu menikahi pria yang mereka sukai," jawab Satrio terus terang.

Ocean berdecak. "Aku nggak menikahi pria yang mereka sukai, pria itu sendiri yang menikahi aku," tutur Ocean.

"Hasil akhirnya sama saja. Aku dan kamu menikah, iya, kan? Nggak usah terganggu, aku bukan pria yang memacari rekan kerja, aku juga bukan pria yang suka selingkuh."

Entah mengapa, Ocean tidak tersentuh oleh ucapan suaminya. Baginya itu adalah bagian dari rayuan gombal yang sering diucapkan oleh pria saat menginginkan wanita. Ocean berniat untuk tidak terperdaya dengan setiap perkataan manis yang diucapkan oleh suaminya. Suaminya itu harus tahu kalau dia bukan istri biasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status