Masih menjadi sebuah keharusan yang bisa dikatakan kewajiban menjadi seorang putra sulung di keluarga Grew untuk memberikan keturunan yang harus memiliki DNA murni sang ayah dan kesehatan dari calon sang ibu.
Didepan cermin yang bisa memberikan gambaran betapa tampan dan tingginya seorang Julian yang dibaluti oleh jas hitam dan kemeja putih, ditambah dengan dasi kupu-kupu semakin memperlihatkan sisi pemimpin masa depan idaman kaum hawa.
Dengan wajah datar dan sikap yang begitu cool melebihi lemari kulkas dua pintu itu membuat Julian terlihat begitu dingin namun sesungguhnya dia adalah pria yang lemah dalam ikatan masa lalu, sikap baik itu benar-benar sudah terkubur di gantikan dengan sikap keras kepala dan prince ice.
Sebagai pemimpi sudah seharusnya Julian memiliki sikap seperti itu sejak dia dipaksa mengambil alih gedung bertingkat itu satu tahun yang lalu, jika bukan karena Julian memikirkan kehidupan Sean yang harus terus diawasi oleh perawat dan psikiater, mungkin Julian sudah memilih menjadi seorang pemain piano terkenal, namun semua kembali pada takdir dan pilihan, jadi tidak ada pihak yang bisa disalahkan untuk saat ini dan kedepannya.
Setelah memakai jam pemberian dari seseorang yang sudah lama dicintai yang kini dirinya sudah bahagia tinggal bersama pria lain, seharusnya Julian membuat jauh semua kenangan dirinya dengan wanita itu, tapi tidak ada sedikitpun dalam lubuk hatinya ingin segera melupakan wanita yang sudah menetap dalam hatinya lebih dari tujuh tahun lama.
Sebelum melangkah keluar dari kamarnya, pria itu mencoba untuk menghela nafas sebagai satu permulaan jika dirinya siap akan bertemu dengan sang ayah dengan segala desakan dan juga ancaman yang sebagai ganti dari sarapan pagi untuk Julian.
"Kakak!"
Baru berlangkah meninggalkan kamarnya, Julian membalik tubuhnya untuk melihat sosok sang adik yang tidak pernah berubah semejak kecelakaan itu terjadi, setiap kali melihat tatapan polos dari seorang Grew Sean benar-benar membuat Julian ingin sekali menghancurkan hidup orang yang telah membuat adiknya menjadi seperti ini.
Dia berputar balik dan melangkah mendekati Sean, dengan piyama yang masih melekat pada tubuhnya seperti tadi malam, Julian merangkul tubuh sang adik untuk menuruni anak tangga bersama-sama.
"Kakak! Bisakah Kakak Julian belikan aku buku dongeng lebih banyak?"
"kamu sudah belajar merapikan kamarmu sendiri?" tanya Julian, dia tersenyum murung ketika tangan Sean lebih dipenuhi oleh kotoran permen daripada pulpen atau alat tulis lainnya.
"Bukankah sudah ada pembantu untuk apa aku melakukan itu!"
Julian menarik kursi memerintahkan Sean untuk duduk disana, dia mengambil kain untuk membersihkan tangan dan juga mulut Sean layaknya seperti anak kecil yang belum mengerti apapun, "Sean, kamu harus lebih sering mengikuti kata Kakak mulai sekarang, mulai sekarang kamu tidak boleh menangis meminta suatu, Sean mengerti? Berapa usia Sean saat ini?"
"Tujuh belas tahun."
"Sean! Kau ini su—lupakan! kamu nikmati saja sarapanmu."
Dengan sedikit kesal Julian melemparkan kain yang tadi gunakan untuk membersih-kan Sean ke sembarang arah, Julian muak dengan semua ini belum lagi urusan pekerjaan yang terus mengejar dirinya seperti seorang penagih hutang.
Suasana ini membuat Julian sulit untuk membiasakan diri tinggal dirumah mewah itu ini lagi, baru saja kakinya akan melangkah meninggalkan rumah, langkahnya harus terhentikan karena beberapa pelayan menghadang dirinya.
"Tuan Muda, Tuan Grew ingin berbicara dengan anda." ucap sang pemimpin pelayan. Semua rumah ini begitu takut jika harus berhadapan dengan Julian secara langsung apalagi jika suasana hati sedang memburuk satu persatu dari mereka akan menerima imbas dari kekesalan.
"Tuan Grew menunggu di ruang perpustakaan." ucapnya lagi, dia menundukkan sebelum meninggalkan Julian.
Julian terpaksa menghancurkan riasan rambut dan juga dasi yang sudah terpasang rapi. Dia segera meninggalkan teras rumah dan kembali melangkah masuk kedalam.
"katakan apa mau anda?"
Begitu tiba di ruang penuh dengan tumpukan buku tersusun dari di dalam rak, Julian langsung mengucapkan kalimat yang tidak sopan pada ayahnya, seharusnya dia memberikan sedikit sopan pada orang yang sudah membesarkannya hingga sekarang.
"beri aku seorang cucu!"
"kau hanya ingin seorang penerus untuk group JS. bukan?"
Tuan Grew yang sedang menatap indahnya pemandangan di luar, langsung memberikan tatapan tajam pada putra yang saat ini hanya bisa diandalkan untuk tetap membuat keadaan keluarganya menjadi lebih baik.
"Kau juga harus nikah! Kita bukan hanya butuh penerus group JS. tapi juga seorang yang bisa merawatku dan adik gilamu itu!"
"Ayah!! Sudah cukup kau terus mendesakku untuk menikah! Tapi jangan menghina Sean yang tidak tahu apapun! Dia hanya korban dari tekanan ayah yang terus memaksa untuk selalu menang dalam setiap perlombaan Matematika! Jika saat itu Ayah tidak memaksa Sean pergi—mungkin dia sekarang sudah bisa membantuku mengelola Group JS!" ucap Julian sedang sedikit emosi yang dilibatkan dalam setiap kalimat, Ayah terlalu takut akan kehilangan kekayaannya dan juga begitu terobsesi pada sesuatu hal.
Itu adalah Julian sangat tidak suka berada di rumah, tempat seperti istana namun bagaikan penjara.
"Kau—!"
"Ayah cukup!! Jika Ayah menyuruhku untuk menikah agar bisa merawat dirimu dan Sean, untuk apa aku harus di jodoh, lebih baik aku menikahi pelayan di rumah ini! Kita memiliki lebih dari 20 pelayan apakah masih tidak cukup untukmu? Atau kau sendiri yang ingin menikah! Silahkan aku tidak perduli!" teriak Julian, dia benar-benar meninggikan suara hingga mungkin yang melintas di luar ruangan bisa mendengar suaranya. "aku pergi!!"
Firasat buruk tentang kejadian ini membuat Julian takut jika Sean akan mendengar pertengkaran dirinya dengan sang ayah lagi. Dia keluar dari ruangan dengan segala perasaan yang bertumpuk menjadi satu, saat keluar dari lorong rumah benar saja dia melihat Sean terdiam disana.
"Kakak Julian, menyakiti ayah lagi?"
Dengan kesal Julian mengusap wajahnya dengan singkat.
"Sean, kau salah paham—,"
"aku tahu jika aku tidak berguna! Tapi jangan menyakiti ayah lagi Kakak, jika ibu melihat dia juga akan sedih."
Ucapan polos Sean benar-benar memberikan tamparan tetap diwajah Julian, dia lupa jika kecelakaan itu terjadi sebelum sang ibu meninggal dan kini Julian harus menyalahkan dirinya sendiri akibat semua sikapnya yang mudah sekali terpancing emosi dan terlalu menganggap jika semua beban ini hanya dia sendiri yang terus menangungnya.
"Jaga ayah dengan baik, aku akan pergi bekerja."
"apa Kakak Julian akan kembali nanti malam?" tanya Sean.
"aku tidak bisa berjanji Sean, aku harus pergi."
Julian mengelus kepala Sean dengan lembut, dia segera melangkah meninggalkan rumah itu walau rasanya dia terlalu takut akan kembali lagi nanti, tapi saat ini dia harus segera kembali ke kantor sebelum rapat dimulai dan Yuri akan memarahinya lagi.
******
Suara Bell rumah berdering mengalihkan perhatian ibu dan anak yang sedang menikmati indahnya sarapan pagi dengan semangkuk sereal dan sekotak susu coklat.
"Ibu, biar Liera yang membuka pintunya."
Liera membuka pintu rumahnya setelah memeriksa siapa yang berkunjung ke rumahnya sepagi ini.
"Kakak Keira?" Liera begitu senang melihat sang kakak yang kembali pulang walau wajahnya tidak pernah seramah Liera, gadis itu tetap saja bahagia bertemu dengannya.
"Ibu, Kakak Keira pulang!!" teriak Liera, langsung Memberitahu siapa yang datang kepada sang ibu seperti anak kecil.
"kau berisik sekali, tidak lihatkah? Aku lelah menjauhlah dariku dan biarkan aku lewat!"
"Kakak Keira mau Liera bantu?"
"Hantarkan ke kamarku."
Keira melewati Liera begitu saja, dia juga mengabaikan sang ibu yang baru saja tiba, dia benar-benar bersikap dingin pada keluarganya sendiri.
"Kakak Keira pasti lelah Ibu, jadi dia ingin segera beristirahat." ucap Liera, dia menyeret satu persatu koper yang begitu berat masuk kedalam rumah.
"sini biar Ibu bantu, Liera pergilah mandi, kita harus pergi nanti."
"siap, Ibu."
Liera berlari meninggalkan sang Ibu dengan dua buah koper yang tergeletak di sana.
"aku harus bagaimana Tuhan? Kenapa harus putriku yang seperti ini? Kenapa tidak pada diriku saja? Aku seorang ibu tapi aku benar-benar kehilangan kedua putriku."
Sedikit sedih bercampur ingin marah, Merry memerintahkan para pelayan untuk membawakan koper Keira ke kamarnya, dia harus menghubungi seseorang dalam urusan bisnisnya.
Siang hari di Group JS--lebih tepatnya di ruangan presiden Julian.Yuri masuk keruangan dengan banyak sekali laporan keluhan dari pemasaran penjualan alat elektronik yang di produksi oleh Group JS, dia sangat kesal melihat Julian lagi-lagi hanya melamun di meja kantornya, mau sampai kapan masalahnya akan berakhir. Yuri menjauhkan tumpukkan kertas itu di mejanya bertujuan membangunkan pria itu."Oh! ayolah Yuri, kamu bisa membuatku mati muda jika seperti itu terus." ucap Julian terkejut, dia ingin sekali lari dari semua masalah ini namun tidak ada tempat baginya untuk pergi kesana."seharusnya aku mengatakan itu padamu presiden Julian! Tidak bisakah
Suara musik dari DJ di dalam klub Sun Flowers begitu mengundang untuk terus menari, terletak di pinggiran kota dengan fasilitas yang cukup bagi untuk kalangan atas sampai menengah, Klub Sun Flowers yang terdiri dari dua lantai dan beberapa ruangan VVIP, begitu mengiringi malam panjangan dengan suara teriakkan dari berbagai kalangan untuk menyalurkan segala kesenangan atau sebuah perasaan frustasi karena sebuah stress dalam menjalani hidup, semua yang berada di lantai dansa menari bagaikan tidak ada hari esok untuk sekedar mengingat mereka punya rumah.Semua begitu bersemangat dengan musik yang tidak kenal takut akan mengguncangkan klub malam, begitu berisik hingga untuk berbicara saja harus saling berbisik, jika tidak seperti itu, namanya sebuah klub malam, bukan?Tak hanya menyediakan berbagai kebutuhan entah itu musik,
Pagi yang cerah di musim summer ini, hari ini Leira dan Merry berencana akan menghabiskan liburan Lisa dipantai, rencana awal Liera memang ingin pergi kesana karena saat menyenangkan melihat pantai di musim panas seperti ini, ditambah dengan ombak dan angin yang selalu menjadi penyelengkap setiap dirinya berkunjung ke pantai.Tapi itu harus tertunda untuk beberapa jam karena tiba-tiba Merry memiliki sebuah jadwal pertemuan dengan tamu yang datang dari London, kali ini setelah sekian lama akhirnya Merry mendapatkan kerjasama dengan negara bunga sakura itu.Jadi mereka memutuskan menunda keberangkatan sampai Merry selesai melakukan pertemuannya.Liera menatap bosan pada layar TV yang menayangkan banyak program bagus, tangannya hanya terus menekan tombol 'next' yang tidak tahu apa tujuan dia melakukan itu, dia sudah mengemasi pakaiannya dan juga sudah menyiapkan kebutuhan lainnya, tapi sekarang dia harus menunggu sang ibu yang belum pulang."aku bosan!
Udara daerah yang terasa begitu menyejukkan ketika pertama kali meninggalkan bandara.Keira, Leira dan Merry, ketiganya menyeret koper masing-masing sambil berjalan meninggalkan bandara, jam sudah menunjukkan pukul lima sore.Karena Merry yang melakukan pertemuannya begitu lama belum lagi tiba-tiba Keira yang meminta ikut membuat ketiganya memesan penerbangan sore hari secara mendadak untuknya, awalnya Merry ingin menunda lagi keberangkatan menjadi besok tapi saat Keira memutuskan untuk ikut, entah kenapa Merry begitu senang sampai setelah kembali langsung bergegas menuju bandara.Wajah bahagia sangat terlihat jelas ketika Merry menatap kedua putri, walau Keira mengatakan terang-terang membenci dirinya tapi Merry masih bisa bersyukur karena Keira tidak menunjukkan jika dirinya tidak menyukai adiknya, walau sikapnya sangat dingin tapi dia masih mau menganggap Leira adiknya.Ketiganya menunggu mobil yang sudah pesan Merry, dengan barang yang tidak terlalu banya
Julian sama sekali tidak dapat memejam matanya, dia hanya bermodalkan nekat untuk datang ke pernikahan mantan kekasihnya tanpa memikirkan kesiapan apa yang akan dia lakukan ketika dia berada di acara tersebut, dia juga tidak terlalu menyukai suasana pernikahan yang menurutnya begitu membosankan jika berlama-lama berada disana.Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi, seharusnya masih ada beberapa jam lagi sebelum dirinya melihat upacara pernikahan itu, tapi rasanya seperti dirinya-lah yang akan berdiri di depan altar, perasaan gugup bercampur khawatir menyelimuti pikirannya, tidak henti-hentinya langkah pria itu berjalan tak tentu arah."Akh!!! Menyebalkan!! Mereka yang ingin menikah kenapa harus diriku yang dibuat rumit!!" ucapnya, tak tahu ucapan itu tersampaikan untuk siapa."ayolah Jul!! Kau hanya perlu memberikan selamat lalu setelah itu pergi, tidak sulit bukan?"Haruskah sekarang dia menyesali pilihannya?Hanya menghadiri sebuah pernikahan
Menikmati suasana sore hari bersama dengan udara pantai sejuk dan angin yang menerpa tubuh, membuat segala kepenatan dalam hidup menjadi berkurang dan menghilang bersama indahnya suasana disana.Liera duduk diantara pasir putih dan suara ombak yang terus menggoda dirinya walau hanya sekedar mencelupkan kakinya disana, sang ibu maupun sang kakak tidak ada yang memiliki waktu untuk menemaninya untuk melihat indahnya matahari terbenam, padahal mereka hanya berada disana tidak lebih dari tiga hari tapi seakan-akan pekerjaan selalu membuat mereka lupa tujuan awal mereka bertiga kesini.Gadis Lugu itu hanya terdiam disana, disekitar dirinya banyak sekali pasangan yang juga menunggu moment itu, tak ada rasa iri dalam hatinya. Lisa selalu berpikir jika dirinya masih terlalu jauh untuk melangkah dalam hubungan 'pacaran' dirinya bahkan masih begitu canggung berinteraksi dengan teman sekolahnya, hal itu membuat Liera ingat dengan kejadian beberapa hari lalu dimana dirinya tak senga
Sesampainya di hotel …Liera menutup diri saat Sang Ibu terus mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan pria yang Merry baru lihat, saat menemukan mereka berdua satu sama lain seperti telah terjadi sesuatu hingga Liera bahkan mau memakai jas pria itu.Tidak!!Pikiran negatif terus memenuhi pikiran Merry saat ini, dia hanya bisa menatap Liera yang terdiam di sofa dengan tatapan kosongnya, pertama kalinya Merry melihat Liera yang terdiam dan bahkan terus mengabaikan dirinya jika diajak berbicara."Liera?" panggil Merry, dia sedikit menjaga jarak pada putri dengan maksud memberikan ruang pada untuknya dan mencoba berbicara baik layaknya sebagai sahabat putrinya."Ibu, Liera tidak ingin mengatakan apapun, aku butuh istirahat sekarang."Liera pergi dari ruang tamu itu, dia berjalan kearah kamarnya dengan handuk yang masih berada diatas kepalanya, kejadian itu membuat banyak sekali pertanyaan dan juga keanehan yang terus menghantu
Beberapa hari begitu saja, Liera kembali pada aktivitas sebelumnya yang dimana dia masih menjadi gadis yang belum menyelesaikan sekolahnya, kembali kepada dirinya yang akan bertemu dengan teman sebayanya setelah menghabiskan libur musim panas.Dengan tas ransel berwarna biru, dirinya melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah setelah memberikan salam perpisahan dengan sang ibu, bukan suatu hal yang baru bagi Liera jika setiap hari, ibu akan mengantar-jemput dirinya dari sejak Liera mengenal sekolah sampaisekarang.Di sekolah umum yang sekarang Liera tempu pendidikannya, tidak banyak dari mereka yang memperdulikan dirinya tapi tak banyak juga ingin berteman dengannya, Liera sangat populer dalam segala kalangan disekolah ini, banyak sekali kakak kelas dan adik kelas sering kali mendekati dirinya namun tidak ada satupun yang bisa memikat hati.Lisa sangat pintar dalam urusan menolak pria.Disekolah ini tak ada yang bisa membully dirinya, tapi bukan berarti tid