Share

Bab 09 - Savage Love

Pagi yang cerah di musim summer ini, hari ini Leira dan Merry berencana akan menghabiskan liburan Lisa dipantai, rencana awal Liera memang ingin pergi kesana karena saat menyenangkan melihat pantai di musim panas seperti ini, ditambah dengan ombak dan angin yang selalu menjadi penyelengkap setiap dirinya berkunjung ke pantai.

Tapi itu harus tertunda untuk beberapa jam karena tiba-tiba Merry memiliki sebuah jadwal pertemuan dengan tamu yang datang dari London, kali ini setelah sekian lama akhirnya Merry mendapatkan kerjasama dengan negara bunga sakura itu.

Jadi mereka memutuskan menunda keberangkatan sampai Merry selesai melakukan pertemuannya.

Liera menatap bosan pada layar TV yang menayangkan banyak program bagus, tangannya hanya terus menekan tombol 'next' yang tidak tahu apa tujuan dia melakukan itu, dia sudah mengemasi pakaiannya dan juga sudah menyiapkan kebutuhan lainnya, tapi sekarang dia harus menunggu sang ibu yang belum pulang. 

"aku bosan!" 

Liera berjalan mendekati lemari kulkas, mencari cari sesuatu yang bisa dimakan atau mungkin mengusir kebosanannya, dan pilihan jauh pada ice cream box, sudah lama juga Liera memakan ice cream, gadis itu kembali ke ruangan tamu dengan ice cream box dan sendok.

"Liera suka ice cream coklat" 

Gadis itu terus menyendok ice cream kedalam mulutnya, wajahnya begitu bahagia menyantap ice cream yang besar dan terlalu banyak untuk diri sendiri, lagi-lagi kegiatannya harus makannya harus terhenti ketika suara bel rumahnya terus berdering tanpa henti. 

"Apakah itu Ibu?" 

Liera berjalan menuju pintu rumahnya dengan sendok yang masih berada di dalam mulutnya dan ice cream di tangannya.

"Kakak Keira?"

Liera meletakkan ice cream itu ke sembarang tempat, saat membuka pintu dia melihat Kakak-nya dengan keadaan yang cukup berantakkan, bahkan Keira seperti terlihat begitu mabuk hingga harus digendong orang seorang pria yang tentu saja baru Liera lihat, tanpa berpikir panjang Liera membuka pintunya selebar mungkin membiarkan pria itu menaruh sang kakak di sofa ruang tamu.

"Anda siapa? Kenapa Kakak Keira seperti ini?" tanya Liera, dia menghentikan langkah kaki pria itu ketika ingin meninggalkan rumahnya, Liera tidak tahu apapun dengan kondisi sang kakak itu kenapa dia ingin bertanya pada pria.

"Aku hanya manajer Keira, aku tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya tapi semalam diri minum terlalu banyak, dan tidak bisa kembali pulang, tolong jaga dia." ucap pria itu, dia melepaskan pergelangan tangan Liera untuk berhenti menarik jasnya, dan segera meninggalkan rumah itu.

"Minum? Setiap hari Liera minum tapi tidak seperti itu."

 

Liera menggaruk kepalanya sebentar, dia mengambil ice cream-nya kembali, lalu berjalan mendekati Keira yang kini sudah terbangun dan sedang memegang kepalanya yang mungkin terasa begitu sakit akibat terlalu banyak meminum alkohol tadi malam.

"Kakak, baik-baik saja? Butuh sesuatu Kakak Keira?" tanya Liera, dia mendekati sang kakak yang mungkin butuh bantuan dirinya.

"Dimana dia?" tanya Keira dengan bingung, dia memijat keningnya untuk sedikit meredakan rasa sakit kepalanya.

"Dia? Lelaki yang tadi mengantar Kakak? Dia langsunh pulang."

"Kau ini bodoh sekali! kenapa biarkan dia pergi, Akh!! lupakan, Dimana Ibu?" ucap Keira, dia sedikit kesal jika Liera diajak berbicara selalu tidak mengerti seperti anak kecil yang butuh penjelasan dulu baru mengerti apa yang Keira maksud.

"Ibu sedang pergi, baru akan kembali nanti setelah jam makan siang." ucap Liera, dia meletakkan ice cream dan sendok di meja, dia membantu sang kakak melepaskan sepatunya dan juga mengambil tas miliknya.

"Kepalaku pusing sekali!" 

Keira memang peminum yang kuat tapi jika dirinya terus dipaksa untuk minum akan berefek seperti ini setelahnya, dia kembali membaringkan tubuhnya di sofa setelah Liera melepaskan sepatunya.

Lier mengeluarkan ponselnya untuk mencari tahu menghilangkan pusing kepala, seperti anak remaja yang baru mengenal dunia mereka cenderung lebih suka mencari sesuatu sendiri seperti Google daripada bertanya, sama seperti yang Liera lakukan untuk menghilangkan rasa pusing yang Keira rasakan.

"Kakak Keira ingin air hangat? atau membutuhkan sesuatu untuk meredakan pusing?"

"Air hangat." Keira mengisyarakan Leira untuk segera mengambilnya , dia terlalu pusing walau hanya untuk membuka kedua matanya apalagi membalas ucapan Liera.

*********

"siapa yang mengirimkan undangan ini?" tanya Julian. Baru saja pria itu sampai di kantor dengan perasaan bahagia karena akhirnya dia bisa menjauh dari sang ayah, tiba-tiba di meja kantornya Julian melihat sebuah undangan pernikahan berwarna merah muda dengan pita berwarna pink.

Saat membuka undangan pernikahan itu, ada sepucuk surat terselipkan disana, dengan sedikit ragu pria yang memakai kemeja putih dengan jas hitam ditambah dasi biru itu langsung membaca dan mengamati setiap kalimat demi kalimat.

'Jul?

Kau masih ingat denganku? 

Aku Mira.. tolonglah datang ke pernikahanku,

Jika kamu tidak datang, aku akan menganggap jika dirimu masih belum melupakanku!!'

Julian menghela nafas, dia melemparkan undangan beserta dengan surat itu, butuh satu tahun untuk terbiasa hidup tanpa dirinya kini Julian harus berhadapan wanita itu lagi, dia bahkan mengatakan jika Julian tidak datang maka dirinya akan menganggap jika Julian masih mengharapkan dirinya.

Tak lama kemudian, Yuri memasuki ruangannya seperti biasa dia akan menyerahkan jadwal hari ini pada Julian, tapi Yuri harus melihat wajah Julian yang kesal di pagi yang cerah ini. Saat mendekati meja kantor Julian dirinya menemukan sebuah undangan.

"Mira? Apakah dia kekasihmu yang meninggalkan saat kalian akan bertunangan? Kasihan sekali kau malah harus datang pada pernikahannya dengan orang lain." ucap Yuri, wanita itu sangat menyukai jika menyangkut masa lalu Julian yang terus membuatnya ingin membully pria itu, yang menurutnya tampan, kaya, dan setia tapi sangat mudah ditinggal oleh kekasihnya.

"Yuri!! Berikan padaku!!" ucap Julian, dia sangat malas jika Yuri terlalu ikut campur dalam masalah hidupnya, salahkan Julian yang terlalu mempercayai wanita itu dalam urusan masa lalu yang membuat Julian malas untuk menikahi.

Tentu saja Yeri tidak semudah itu memberikan undangan pernikahan mantan Julian, dia malah sengaja menyembunyikan dibelakang tubuhnya. 

"Kau akan datang ke pernikahannya? Aku lihat lokasinya cukup bagus, pantai? bukankah itu sangat romantis? Aku bisa membatalkan jadwal-mu selama dua hari kedepan, kau tidak lihat jika dia akan menganggapmu masih mencintaimu, jika aku jadi dirimu akan--"

Tiba-tiba Julian membalik tubuh Yuri dan mendorong wanita itu untuk segera keluar dari ruangannya, mood-nya sudah hancur karena undangan itu kini ditambah dengan Yuri yang semakin dirinya tidak bisa konsentrasi lagi dengan pekerjaannya, jika tahu akan seperti ini Julian tidak akan menerimanya menjadi sekretarisnya. 

"Bisakah tinggalkan aku sendirian? Itu bukan urusanmu, aku datang atau tidak!"

Detik berikutnya pintu itu tertutup rapat saat Yuri sudah diusir keluar. "Jul!! Buka pintunya!"

Yang satu ruangan dengan mereka langsung menatap kearah Yuri ketika wanita itu menggedor pintu presiden Han dan juga berteriak, membuat wanita bernama 'Yuri' itu lupa jika sekarang dirinya sedang berada di kantor.

"Presiden Julian, anda memiliki rapat pagi ini."

Julian menyandarkan tubuhnya pada sofa miliknya, dia sedikit memijat pelipis hidungnya, kehidupannya selalu tidak pernah jauh dari pernikahan yang seakan-akan mengejar dirinya untuk segera berlari ke altar, setiap hari selalu seperti itu dan akan muncul masalah baru dengan versi berbeda.

"Haruskah aku datang?" 

"Ah!! Aku tidak peduli!!"

Julian lebih memilih mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi terus bergetar di dalam saku jasnya, saat melihat nama yang tertuliskan di layarnya membuat Julian lebih malas lagi untuk mengetahui apa tujuan John menghubunginya, Julian bisa menebak pria itu akan mengajaknya pergi ke pernikahan Mira atau bisa jadi John mengajak Julian untuk bermain bola basket bersama.

"jika kau menelponku hanya untuk mengajak pergi ke pernikahan Mira, maka jawab--"

'Hallo Jul ...' - Mira.

Julian terdiam saat mendengar suara mantan kekasih yang sudah lama tidak dia dengan, dirinya masih saja tidak terbiasa dengan semua ini padahal mereka sudah berpisah lama namun hanya Julian yang seperti sulit untuk melupakan hubungan mereka.

'Ya, ini aku Mira, aku meminjam ponsel John, kita kebetulan bertemu ketika pria itu ada pemotretan.' 

"Hai Mira, aku tidak tahu jika John bertemu denganmu, kita jarang berbicara mengenai pekerjaan." ucap Julian, entah kenapa suara begitu lembut saat berbicara dengan Mora, dan tidak pernah dia lakukan pada siapapun.

'kamu akan datangkan Julian? Aku ingin melihat dirimu sebelum aku pergi ke London dan tinggal disana.' ucap Mora, wanita itu begitu lembut entah dalam berbicara atau sifatnya yang begitu tenang, tentu saja tipikal Julian.

"tentu saja aku akan datang, hari ini aku sangat sibuk, jadi aku akan segera menutup telepon ini, sampai jumpa Mira"

Dengan buru-buru Julian mematikan panggilan itu, satu masalah muncul lagi karena kesalahan dirinya, itulah sifat Julian yang sebenarnya jika sudah jatuh cinta dia mudah sekali berkata 'Ya' daripada menolaknya, dia tipikal pria yang akan memberikan segalanya untuk wanita yang dia cintai dan sulit melepaskan jika sudah menjauh hatinya.

'bodoh!!'

"kau sangat lemah Jul!!" 

"jika seperti ini terus aku akan semakin malas menikah."

"apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Aishh!! Kenapa aku berkata akan datang!! Bodoh!! Bodoh!!"

Untung saja ruangan itu begitu tertutup dan kedap suara, orang lain akan mengatakan jika dirinya gila karena berbicara sendiri dan memukul dirinya sendiri, tapi siapa yang akan menyangka jika Ceo yang mereka kenal dengan sifat dinginnya akan terlihat sangat berbeda jika dirinya sedang dalam masalah.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, Julian harus segera menghadapi rapat pagi ini tapi pikirannya tidak akan henti-henti memikirkan apakah dirinya akan pergi atau tidak, tapi jika dia memilih untuk pergi itu berarti Julian harus menguatkan hatinya melihat orang yang masih dia cintai menikah dengan pria lain tapi jika dirinya tidak datang Julian tidak memiliki alasan yang kuat untuk meyakini jika Julian benar-benar tidak bisa hadir, belum lagi dirinya sudah berjanji akan datang ke pernikahan Mora.

"Presiden Julian, anda sudah ditunggu di ruang meeting." teriak Yuri dari luar, karena sedari tadi dirinya mengetuk pintu namun tidak akan respon dari Han, jadi terpaksa teriak dalam menggedor-gedor pintu.

Julian berjalan mendekati pintu setelah meyakini dirinya untuk menyampingkan masalah pribadi dengan pekerjaan. 

"Yu—maksudku Sekertaris Yuri, jika sedang di kantor bisakah anda lebih sopan lagi? Ini bukan di hutan yang seenaknya anda bisa berteriak seperti itu!"

Yuri memutar bola matanya dengan malas sambil melipat kedua tangannya, "jika bukan berada diluar ruangan itu sudah ku pukul mulutmu itu!! Apakah kau tuli? Atau memang tahu tidak tahu cara mengangkat telepon? Untuk apa anda memiliki benda itu jika tidak berfungsi!!"

"jika kau tidak tidak segera pergi ke ruang meeting--aku yang akan menyeretmu!!"

Julian tersenyum, senang rasa ada yang bisa melampiaskan amarahnya dengan cara yang lucu seperti ini, di kantor Han tidak ada yang pernah berani menatap dirinya apalagi meninggikan suaranya seperti Yuri.

"sekretaris Yuri, bisakah pesanku penerbangan untukku? Dan bisakah menelpon pembantuku untuk mengemasi barangku?"

"kau akan pergi? Kau punya hati yang kuat ternyata." ucap Yuri, dia memukul dada Julian sedikit kencang hingga membuat Julian harus menahan untuk tidak jatuh karena terkejut. 

"aku bukan pria lemah yang kau pikirkan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status