Share

Bab 42 - Winter?

Los Angeles. Katakan itu adalah negara dengan sejuta wisata, termasuk juga sebagai liburan terbaik dan juga beberapa tempat romantis, apalagi jika berkunjung disaat musim semi, warna kuning dari daun dering akan menjadi ciri khas kota Los Angeles. 

Memenuhi setiap jalanan kota ini sama seperti barada Jepang dimana banyak bunga sakura menggugurkan daunnya.

Liera dan sang kakak dengan dalam perjalanan menuju hotel, mereka jika menyewa rumah, karena hanya berada beberapa hari dan itu sudah disediakan oleh agensi naungan Keira.

Matanya berbinar melihat jalanan kota Los Angeles di malam hari, mengingat perbedaaan waktu, mungkin saat ini Di London masih siang hari, Lisa baru saja menyalakan ponselnya dan ada beberapa notif masuk kedalam, sebagai dipenuhi oleh notifikasi dari Julian dan beberapa pesan dari yang Ibu.

Tangan baru saja akan membalas pesan sang Ibu, tapi seperti tidak ada kata sabar dalam kamus pria. Sebuah pesan Video Call Julian kirimkan masuk.

Liera merapikan penampilannya, menutupi tubuh dengan mantel besar miliknya, tersenyum saat Julian yang sedang berada didepan komputer. Padahal pria itu sedang sibuk bekerja tapi masih saja mengkhawatirkan dirinya.

“kamu, sudah merindukanku?” tanya Liera. Ini pertama kalinya dirinya melakukan Video Call dengan Julian, pria sangat tampan walau hanya sebagai wajahnya terlihat.

“Tidak! Hanya sedang mengawasimu.” Jawab Julian, tangan sibuk mengetik di keyboard, dan sesekali melirik ke arah Liera, melihat sang istri yang seperti baru saja sampai dan terlihat jelas jika dirinya masih dalam perjalanan.

“aku bukan anak kecil.”

Melepaskan tangannya dari keyboard, Julian mengambil ponselnya. Dia tidak bisa berbohong pura-pura tidak peduli, ingin rasanya dia juga berada disana, tapi segalanya seakan memisahkan kan dirinya dengan Liera.

“tapi, kamu milikku.”

Liera ingin sekali tertawa, suara Julian terdengar sedang merajut. Apakah pria itu tidak malu jika kakaknya mendengar dan belum lagi karyawan yang mendengarnya.

“aku bukan barang.”

“ingatlah, setelah kau kembali. Kau tidak akan bisa pergi dariku lagi Liera, making love waiting for you. Don’t forget it.” Ucap Julian, dia sengaja mengatakan dalam bahasa inggris, dia ingin mendengar reaksi apa yang akan bertanya kepada kakaknya tentang artinya.

‘pria bodoh!’ Ucap Kiera, walau terdengar cepat tapi itu cukup terdengar baik Liera maupun Julian sendiri.

“Aku akan menghubungimu lagi.” Ucap Liera, dia merasa bodoh tidak mengetahui arti itu, tapi melihat reaksi sang supir dan kakaknya, itu hal yang memalukan.

Sesampainya di dalam kamar hotel, Liera menjauhkan tubuhnya di ranjang empuk hotel, akhirnya tubuhnya bisa beristirahat dengan baik, pasalnya Liera tidak bisa memejamkan matanya saat suara dalam pesawat cukup berisik dan mengganggunya, dia juga tidak terbiasa tidur dengan posisi duduk. 

Sudah pukul sepuluh malam.

Liera sangat lapar, jam yang biasanya sering merasa lapar, belum lagi Keira yang langsung menemui seseorang dan dirinya ditinggal sendirian, apa yang harus Liera lakukan. Keluar, dia takut jika nanti akan menyusahkan orang lain dan mengingati dirinya begitu kaku jika berbicara dengan orang asing.

Dia melihat isi dalam kulkas, hanya ada beberapa sayuran, daging dan beberapa minuman yang mungkin memiliki kadar alkohol.

“aku harus bagaimana?”

Perutnya sudah merasa nyeri, dia tidak suka seperti, menyiksa dirinya dan dengan terpaksa menghubungi Julian.

‘kenapa kau merindukanku?’ ucap Julian, tanpa menunggu beberapa menit tentu saja itu langsung diangkat olehnya, karena seperti yang sudah Julian katakan, dia akan selalu menunggu saat Liera menghubunginya.

“Jul—Julian,“ Liera memegang perutnya, suaranya merintih kesakitan saat menghubungi Julian.

Karena Liera sudah pernah merasakan hal ini dan sangat menyiksa, apalagi dia tidak boleh telat makan.

‘apa yang terjadi? Katakan? Jangan panik Liera.’

“A-aku lapar.”

Julian menepuk dahinya, dia hampir akan memesan tiket pesawat. “kau lapar, sedang berada di depan kulkas dan tidak menemukan mie instan? Kau bisa meminum segelas susu. Aku yakin disana ada.”

Liera kembali membuka dan mengeluarkan kotak susu, mengambil gelas dan menuangkannya.

‘jangan minum terburu-buru, perlahan saja.’

Julian memperhatikan Liera yang begitu penurut, dirinya ingin sekali memarahi kakaknya tidak memperdulikan adiknya, setidaknya sebelum pergi dia memesan makanan untuk Liera.

“apa aku merepotkanmu? Aku pikir ini akan mudah, tapi ternyata benar. Aku tidak bisa menjaga diriku dengan baik.” Ucap Liera, dia menangis saat Julian menatap ke arahnya melalui layar ponsel.

‘Tidak! Jangan mengatakan hal itu. Kau membuatku ingin terbang kesana, aku menjadi merasa bersalah, Liera jangan aku akan selalu ada untukmu.’

Sebuah kebetulan, Kiera datang membawakan dua kotak pizza, membuat Liera melupakan kesedihannya dan langsung tersenyum kembali.

“terimakasih. Aku tidak akan menangis lagi, aku akan makan dengan Kakak Keira yang kebetulan membawa makanan, aku akan mengirimkan pesan sebelum tidur.”

Julian mengangguk mengerti setidaknya dirinya tidak jadi mengutuk kakaknya Liera.

“kau habis menangis?” tanya Keira, dia berjalan ke dapur dan menaruh dua kotak pizza, dan melepaskan mantel dan juga tas yang dia kenakan hari ini, sangat lelah karena harus menemui mereka untuk rapat dadakan.

“aku lapar, aku tidak menahan itu.” Ucap Liera, dia duduk di meja makan, menunggu sang kakak membuka kotak pizza untuknya.

“lain kali jangan ragu untuk meminta sesuatu padaku, walau hubungan kita tidak sedekat, bagaimanapun aku adalah orang yang juga bisa selalu membantumu.”

Liera mengangguk mengerti, bukannya dirinya tidak ingin mengatakan apa yang dibutuhkan pada Keira tapi dirinya sudah terbiasa menemui Julian, seakan memang itu sudah suatu kebiasaan baginya. 

“baiklah, terima kasih Kakak Keira.”

********

Kembali pada kehidupan Julian, di Seoul tidak jauh berbeda dengan Los Angeles, karena London memiliki empat musim, jadi hari ini salju cukup lebat memenuhi jalanan, sebagian pekerjaan libur dan sebagian aktivitas dibatasi, karena biasanya jika salju lebat suhu udara begitu dingin.

Julian bekerja di kantor hanya setengah hari, dia pulang setelah menyelesaikan tugas untuk beberapa hari kedepan. Dirinya baru menyadari jika sebagian hidupnya benar-benar membosankan, hanya ada bekerja dan bekerja, mungkin itu alasan kenapa mantan kekasihnya memilih menikah dengan orang lain.

Sampai dirumah Julian melihat Sean dan Jake yang mungkin akan mulai melakukan terapi ingatan, ruangan ini terasa begitu hampa tanpa kehadiran Liera.

“Kau datang tepat waktu, tapi Sean terus .menanyakan gadis itu, apakah kau akan memanggilnya?” Jake menghampiri julian, memberikan pria itu secangkir kopi.

“aku tidak tahu, Asyla sulit dihubungi akhir-akhir ini.”

Sean yang duduk di sofa hanya datar kedua pria itu, dia sedikit gugup untuk sesi ini dan terus mencari sosok gadis itu, dirinya pikir Julian pergi akan menjemput gadis itu, tapi sekarang Sean jadi ragu untuk melanjutkan terapi ini.

“kau sudah mencoba mengunjungi rumahnya?”

“aku tidak tahu rumahnya.”

Akhirnya Julian dan Jake menghampiri Sean, ada yang harus segera melakukan padanya tapi kenapa jadi sedikit ragu sekarang.

“Sean. Ingat kau yang sendiri yang minta, apapun yang akan terjadi nantinya, tetap ingat itu adalah alam bawah sadar, kau datang kesana dan kau sendiri yang harus bangun, ingatlah apa yang terjadi dan jika kamu tidak sanggup, di lain waktu kita masih bisa melakukan lagi.” Ucap Jake, disinilah dia mulai menunjukan jika dirinya adalah dokter terapi terbaik pada lulusannya, menjadi dokter dengan terapi paling baik untuk orang yang trauma, depresi, dan seperti Sean.

Sean menatap kearah Julian, dia sudah diujung pilihan dan hanya butuh sebuah kalimat untuk membuatnya semakin yakin.

“tenanglah, aku yakin kau hebat dan kuat, ingat ada seseorang yang menunggumu. Mungkin dia tidak disini tapi yakinlah, jika kalian terikat.” Ucap Julian entah apa yang sedang dia pikirkan, kalimat itu keluar begitu saja, dan mungkin bisa saja itu ada kebenaranya.

Sean mengangguk mengerti, dia membuat dirinya relax, menarik nafas dan membuang secara bergantian selama satu menit. Dan mulai membaringkan tubuhnya di sofa empuk, menatap langit ruang tamu dan mulai memejamkan matanya.

Jake duduk disampingnya, menyalakan aroma terapi dari lilin yang biasa dipakai. 

“baik. Kita mulai sekarang. Bayangkan kau kembali pada hari itu, mengenakan seragam dan menatap indahnya hari, berharap hidup selalu seperti itu.” 

Dan dimulaikan Sean kembali melihat dirinya pada kejadian yang terus berulang setiap malam sunyinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status