Perpisahan adalah seperti pemain bencana.
Pagi hari disambut dengan kerinduan.
Ketika malam disambut oleh kekosongan.
Suara samar dirimu yang menyentuhku, Kapan itu terjadi?
Rindu yang terus dibawa oleh angin.
Tiga hari berlalu, Sebagian negara bermusim empat, sudah mulai berevolusi. Membiasakan kembali berpakaian sangat tebal dan membatasi segala aktivitas menyambut natal dan tahun baru, mungkin dari mereka sudah jauh dari menyiapkan untuk kembali berkumpul pada keluarga.
Membuat rencana untuk menghabiskan waktu libur panjang.
Setelah sibuk ke berbagai tempat dan terus membantu segala pemotretan yang sang kakak lakukan, Liera mendapatkan libur hari ini, dia dan sang kakak berencana membeli beberapa barang untuk diberikan pada keluarga, Liera berpikir ingin memberikan kado untuk Asyla dan semua penghuni yang tinggal di Villa.
Tinggal satu hari lagi dirinya disini, sesuai dengan yang Liera pikirkan, dirinya tidak dikasihkan kesempatan untuk mengeliling kota Los Angeles ini, bahkan baru sekarang Liera bernafas lega dari segala kesibukan.
Dunia orang dewasa sangat penuh dengan kerja keras, Liera jadi mengerti bagaimana Julian sangat kesulitan untuk mengatur waktunya, pulang lebih awal untuk mengobrol dengannya dan mengisi waktu luangnya untuk berbicara dengan sang adik.
Liera juga khawatir karena Sean yang ternyata lebih buruk dari perkiraannya, pria itu memang kembali pada dimana masa memorinya hilang tapi efek dari terapi itu membuatnya bingung dan seperti kehilangan jiwanya.
Walau Julian selalu berkata Liera tidak perlu memikirkan apapun, tapi tetap saja Sean sudah seperti Asyla, temannya dan jika kesulitan Liera ingin sekali membantu.
“Liera, kenapa kamu hanya diam, pilihkan pakaian yang kamu sukai” ucap Keira.
Kedua wanita itu sedang di sebuah mall terbesar disana, banyak sekali brand ternama disana. Salah satunya Chanel, Gucci, Celine dan lain-lainnya. keira memilih pakaian untuk kebutuhan hidupnya, karena pekerjaannya seorang model maka pakaian brand semua itu wajib baginya.
Sedangkan Liera?
Dia hanya memilih yang menurutnya nyaman, pantas digunakan dan cocok dengan kepribadiannya, itu sudah suatu kebiasaan. Karena Merry mengajar Liera seperti itu.
Tatapan Liera jatuh pada sebuah setelan jas untuk pria, dia membayangkan Julian menggunakan itu pasti akan terlihat tampan, Liera tersenyum, dia ingin buru-buru bertemu dengan pria itu.
“Kakak Keira, boleh aku membeli itu? Aku ingin memberikannya pada Julian.” ucap Liera, dia menarik lengan sang kakak seperti anak kecil yang ingin segera membeli mainan, sangat lucu dan menggemaskan.
“Ambil saja, kau jangan hanya memikirkan pria itu, beli sesuatu untuk dirimu.” ucap Keira matanya tidak pernah menatap kearah lain, pakaian di depannya lebih banyak mengalihkan keinginan saat ini. Rasanya ingin memiliki semua ini namun Keira harus menabung untuk kehidupannya.
“Tentu saja, Thanks Kakak.” Liera berlari mengambil setelan jas itu, memilih warna yang biasanya Julian sukai dan entah kenapa dirinya tidak sabar untuk melihat reaksi apa yang akan Julian berikan, mungkinkah dia senang atau malah tidak.
Setelah hampir 2 jam berada di dalam sana, Liera dan Keira menuju lantai atas, dimana banyak sekali jajaran makanan dari berbagai menu, terlihat mengundang untuk mencobanya dan aroma yang terus menggoda penciuman keduanya.
Sama seperti wanita lain, kedua kakak beradik itu sangat menyukai makanan. Dan akan lupa jika mereka sedang menjalani diet sehat.
“baiklah, untuk kali ini aku akan memanjakan perutku.” ucap Keira, dia menyuruh para asistennya untuk membawa barangnya kembali pulang.
Meninggalkan Liera dan dirinya saja disana, karena setelah ini kedua akan mampir ke toko aksesoris.
“Wah, aku ingin memakan semua ini.” Liera terkagum pada menu yang ada di dalam brosur, terlihat sangat enak dan membuat sulit menentukan.
Keira tersenyum, Liera benar-benar masih seperti dulu, padahal gadis itu sudah menikah, seharusnya sikapnya lebih dewasa dari dirinya yang masih menyukai kesendirian, Keira menjadi lebih memikirkan masa depan sang adik.
Apakah dirinya nanti ada disaat Liera hancur?
Atau takdir malah berkata lain?
Entahlah, Keira tidak bisa memutuskan apapun untuk saat ini, dia tidak punya waktu untuk terus mengetahui segala hal tentang Liera, tapi masih ada kesempatan menjadi seorang kakak yang baik bukan?
“Liera, apakah Julian pernah menceritakan tentang masa lalu-nya?” tanya Keira disela mereka menunggu makanan datang.
Liera mengarahkan bola matanya ke atas, menunjukkan jika dia sedang berpikir “Tentang adiknya, itu saja yang baru Julian ceritakan.”
“wanita?? Maksudku—mantan kekasihnya.”
Liera sedikit sedih, apakah penting mengetahui siapa wanita yang pernah dekat dengan Julian, atau pernah menjadi kekasihnya.
“Tidak, itu—Julian tidak pernah menceritakan tentang mantan kekasihnya.”
Keira bingung, kenapa Julian hanya terbuka dengan kehidupan keluarganya, kenapa masa lalu percintaannya ditutup rapat. “apa kau ingat? Ibu pernah mengatakan padaku, jika sebelumnya kalian pernah bertemu, waktu aku harus meninggalkan liburan kita.”
Liera bingung, dia mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi waktu liburan di pantai, dan ketika ingat dirinya langsung menunjukkan wajah terkejut.
“Ah! Aku ingat, Paman itu! Aku menyelamatkan saat dia akan terjun.”
“Ap—,” Keira berhenti, ketika para pelayan mulai mengantarkan makanan mereka, mungkin yang dia tanyakan juga tidak terlalu penting. “makanlah.”
Liera mengangguk mengerti, dia mengambil garpu dan sendok untuk mulai memakan.
Namun entah kenapa tangan Liera terasa kram, kedua benda itu jatuh ke lantai saat tiba-tiba dirinya memikirkan Julian. Kejadian di pantai itu tanpa Liera sadari memang pria yang hampir menciumnya adalah Julian.
“kenapa Liera?” Keira panik, dia mendekati sang adik yang terdiam tanpa ingin mengambil benda yang jatuh, tatapannya mengkhawatirkan sesuatu. “apa yang terjadi? Katakan Liera.”
Liera tersadar saat bahunya ditepuk oleh sang kakak, ini aneh dan sangat mengganjal hatinya, Liera tidak pernah secemas ini dan tubuhnya mengisyaratkan sebuah hal melukai hatinya.
Apa ini?
“Ak—aku tidak tahu, ini menyakiti jantungku, rasanya sesak dan membuatku sulit bernafas.” ucap Liera, entah kenapa dia ingin menangis saat ini, kenapa? Ada apa?
“Liera tenanglah sayang, ikuti aku. Tarik nafas lalu buang.”
Keira mengajarkan Liera untuk mengatasi kepanikan, ini sudah hal yang biasa dirinya lewatkan saat memikirkan sesuatu secara berlebihan, reaksi akan muncul jika rasa itu terus menghantui pikirannya.
Dan bisa jadi sebuah sinyal.
“Kakak, kenapa? Aku takut.”
Keira memeluk Liera, membuat gadis itu tenang dan berhenti memikirkan itu, “Liera tenanglah.”
Memberikan satu gelas air minum untuk sang adik, menatap Liera yang mulai berangsur membaik tapi sedikit gemetar.
Ini aneh, reaksi Liera sangat berlebihan.
Dan benar, Liera menangis, gadis itu menangis tersedu-sedu sampai membuat keduanya menjadi pusat perhatian, Keira tidak henti-hentinya untuk membuat Liera tenang, dia membantu menghapus air mata adiknya dan terus memberikan pelukan hangat.
“Kakak, aku ingin menghubungi Julian.”
“Baik, tapi jangan disini, kau bisa menelpon saat kita dimobil.”
Liera mengangguk, dia merasa lepas di bagian perutnya dan pasrah ketika sang kakak membantunya untuk masuk ke dalam lift yang menuju area parkiran.
“Liera, katakan jika kau merasakan sesuatu.”
Keira memasang sabuk pengaman, menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area mall itu.
Liera mengelus jantungnya, apa yang membuatnya saat sedih dan sesak ini, rasanya seperti segalanya akan membuat Liera mati terpaku dengan apa yang terjadi.
-
-
-
-
Note : Terimakasih banyak buat yang sudah menunggu lama cerita ini, tolong tetap dukung cerita aku, dan bantu kasih rate dan komen ya, karena itu sangat membantu untuk para penulis, semakin banyak semakin semangat author liora buat update.
Cuk baca cerita aku My Arrogant : Sterious Love. Ini penting bangat buat aku karena cerita ini salah satu yang ikut lomba dan belum ada bab yang dikunci jadi ayo buruan dibaca dan bantu komen dan rate.
Terimakasih salam Liora.
Leira menghela nafas karena Julian tidak kunjung menjawab teleponnya, rasa gelisah dan sedih menyelimuti hatinya, Leira tidak bisa sedikitpun fokus pada hal yang dirinya lakukan, padahal jelas jika saat ini Leira masih harus membantu sang kakak, kemarin dan hari ini Julian belum sedikitpun mengaktifkan ponselnya, Leira juga tidak bisa menghubungi Asyla.Semua orang yang dekat dengan Julian tidak ada yang bisa dihubungi, Leira semakin yakin jika feeling buruk itu bukanlah sembarangan, karena yang dirinya rasakan begitu menyakitkan dan nyata, seakan Julian sendiri yang menyampaikan membuat hatinya sakit teramat.Tak terhitung sudah berapa kali Leira menatap ponselnya sambil menghela nafas, dia sudah berusaha untuk membuat dirinya terus berpikir positif tapi tetap saja dia membayangkan kejadian buruk yang terjadi, dia ingin mengatakan pada sang kakak jika dirinya tidak bisa berada disini, dia ingin pulang dan memastikan keadaan Julian, walau nantinya dia harus kembali lagi.Keira yang ba
Hari ini setelah percobaan yang cukup mengambil resiko akhirnya Julian memutuskan untuk membawa Sean ke rumah sakit untuk hal yang lebih lanjutnya, karena Jake mengatakan jika terapi tidak bisa di lanjutkan di rumah, jadi Sena jyga harus di periksa secara fisik untuk mengetahui benturan di kepalanya separah apa, dan mungkin saja bisa mengakibatkan hal lainnya. Usaha yang di lakukan dirinya, Jake dan Asyla sedikit membangunkan ingatan Sean walau terapi itu tidak selalu membuat adiknya sering kali jatuh pingsan, memang terlalu memaksa untuk mengingat segalanya tidak baik untuk tubuhnya, apalagi setelah bertahun-tahun Sean hanya mengandalkan obat tanpa melakukan terapi oleh psikiater. Julian sudah mengosongkan jadwalnya hari ini, tapi dirinya tidak bisa menghubungi Leira, tidak ingin membuat gadis itu khawatir dan akhir-akhir ini Sean begitu sensitif setelah Leira pergi meninggalkan rumah, adiknya terus menanyakan keberadaannya, membuat Julian ragu dan takyt jika Sean akan menyukai Leir
Malam harinya.Sean berdiri di depan ruangan sang kakak, dengan infusan yang masih harus bersamanya, aneh karena pada akhirnya dia mendapatkan ingatannya begitu saja, tapi masih ada beberapa hal yang tidak bisa dirinya ingat pasti, yaitu kedua wanita yang bertemu dengannya, satu orang yang menceritakan kisah saat bersamanya dan satu orang yang mengaku sebagai adik kecil yang ditolong saat kecelakaan itu.Sean tidak bisa masuk ke dalam karena masih ada beberapa hal yang harus dilakukan dokter di dalam, Sean hanya bisa mengintip melalui celah jendela yang menunjukan keadaan sang kakak saat ini, bagaimana mengatakannya? melihat seluruh kepala Julian dipenuhi oleh perban dan selang udara yang masih membingkai wajahnya, mengundang banyak hal.“Aku senang kau bisa kembali menjadi dirimu yang sesungguhnya,” Ucap Jake, kini sudah tidak ada lagi jas putih yang dirinya kenakan, dengan pakaian casual sederhana pria itu berdiri di samping dan melihat temannya terbaring di sana tanpa bisa melakuka
Dua hari sudah berlalu begitu saja.Leira masih tidak bisa beristirahat dengan baik atau setidaknya berhenti sejenak untuk memikirkan Julian, tapi kemarin malam Leira langsung drop dan mau tidak mau dirinya harus berbaring di rumah sakit, saat membuka mata Leira hanya melihat bagaimana kosongnya rungan ini.Mungkin seharusnya sejak kemarin Leira meminta untuk pulang saja, dia tidak bisa beraktivitas jika pikirannya terganggu, dan belum lagi penyesuaian jam makan yang menyiksa dirinya, mengubah pola makan bukan baik.Leira hanya bisa menghela nafas, dengan tubuh lemas dirinya paksakan untuk terduduk di ranjang, tangannya terulur mengambil ponselnya yang tergeletak di atas laci di samping ranjang, hanya menyala dan menatap layarnya sana.Leira sudah bisa menebak jika tidak akan pesan atau panggilan dari pria itu, padahal Leira berharap apa sesuatu walau itu hanya sebuah pesan singkat, apakah sudah terjadi sesuatu pada pria itu? apakah itu sebuah hal buruk?Gadis itu mengusap dada bagian
Leira sampai di bandara pada pukul 4 sore.Padahal kondisi masih sedikit parah dan seharusnya dia beristirahat, tapi Leira meninggalkan bandara begitu saja tanpa menunggu diantar oleh ibu atau kakaknya, dengan masih membawa kopernya, Leira duduk tidak tenang di dalam taksi, padahal sudah sore hari tapi kenapa suasana masih ramai dan bahkan jalan cukup macet hari ini.Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Julian kembali, tapi tetap saja panggilannya tidak diangkat.“Pak, apakah kita masih lama?” Tanya Leira, dia ingin segera bertemu dengan Julian, dari berita yang dirinya baca jika kecelakaan itu terjadi dua hari yang lalu, itu berarti seharusnya kondisi Julian sudah membaik jika insiden itu tidak begitu parah, Leira tidak akan lagi meninggalkan pria itu.“Tidak lama lagi kita akan sampai Nona, hanya perlu melewati persimpangan jalan ini sana,” Ucap sang supir, dia terus mencari cela untuk bisa menyalip agar bisa melewati jalan itu.Leira mengeluarkan dompet miliknya, dia
Malam Harinya.Tepatnya waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, semua yang berada di rumah sakit itu hanya akan diisi oleh pasien, dokter dan suster, sisanya hanya satu atau dua orang yang menjaga di setiap ruang rawat.Julian membuka matanya setelah terpejam selama tiga hari, hal yang dilihat adalah ruangan yang redup akan cahaya, rasanya sunyi dan sepi sudah menjadi bagian dari setiap sudut kamar dominan putih itu, dia sedikit merasa sakit dibagian kepalanya, ketika dirinya hendak mengangkat tangannya dirinya langsung menyadari jika ada yang tertidur di sampingnya.Melihat seorang gadis tertidur lelap di sana, wajah tenang dan dengkuran kecilnya memberikan banyak sekali kehangatan pada Julian, sudah berlama gadis itu berada di sini? apakah Leira yang menemaninya selama dirinya terbaring? pasti gadis itu lelah sekali, tapi? bagaimana Leira tahu keadaannya?Apakah setelah tahu kabar dirinya gadis itu langsung memutuskan untuk terbang ke sini?Julian bertanya dalam suasana yang begitu t
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu