Share

Depression
Depression
Author: Nameera

Asal Mula

Hujan mulai membasahi bumi pada malam hari itu. Laluna Indhira, seorang perempuan mungil berkulit putih, rambutnya yang ikal panjang tergerai hingga sebahunya, matanya yang bulat dengan bulu mata lentik membuatnya menjadi semakin lebih cantik. Ia tampak tengah menikmati dinginnya hujan di luar sana. Tiba-tiba saja terdapat notif chat di ponselnya. Ternyata ada seseorang yang tidak ia kenal tengah mengirimkan direct message kepada dirinya melalui aplikasi Instagram.

Unknown : Hallo, Laluna ya?

Unknown : Boleh kenalan kah?

Unknown : Nama gue Bryan.

Luna mengernyitkan dahinya, ia tak mengenal siapa itu Bryan. Ia pun enggan membalas direct message itu, namun entah kenapa justru ia menjawab dengan memberikan tanda tanya kepada Bryan ini.

Unknown : Maaf ganggu waktunya.

Unknown : Boleh kita berteman?

Luna : Enggak

Unknown : Oke, mungkin lain waktu gue akan coba lagi.

Unknown : Selamat malam, Luna.

Unknwon : Selamat beristirahat.

Luna hanya membaca saja pesan itu, ia terlalu malas untuk meladeni hal-hal yang dianggapnya tidak penting.

Hidup gue udah terlalu pusing, buat apa gue ladenin ini orang? Gak penting juga.

Luna pun meletakkan ponsel di atas nakas. Ia kembali melihat hujan yang turun dari jendelanya. Memang ia menyukai rintik hujan, baginya rintik hujan itu adalah berkah yang diberikan Tuhan kepada manusia yang ada di Bumi. Tuhan memberikan hujan dengan tujuan agar tanah menjadi basah, air hujan terserap ke dalam tanah. Air dalam tanah sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup seluruh makhluk di muka bumi ini. Mulai dari tumbuhan, hewan, dan tentu saja manusia. Luna pun tersenyum Bahagia melihat rintikan hujan itu. Namun, kegiatannya itu teralihkan dengan suara yang ia dengar dari luar kamarnya.

PRANG!

Terdengar suara barang yang jatuh dan pecah di lantai. Luna tersentak kaget mendengarnya. Selain itu ia mendengar suara rintihan dan teriakan yang terdengar hingga ke dalam kamarnya. Suara itu terdengar seperti sebuah pertengkaran. Suara makian ke luar dari mulut suara bass milik Dhika –Papinya.

“DASAR WANITA TAK TAHU DIRI! BERANINYA KAMU FITNAH SUAMIMU SENDIRI!” seru Dhika kepada istrinya.

“Cukup, Mas!” ucap sang istri di tengah isakan tangsinya.

“Kenapa kamu sampai tega seperti ini? Kenapa kamu jalan sama perempuan itu?” lanjut istrinya lagi.

“PEREMPUAN MANA YANG KAMU MAKSUD? HAH?!” sanggah sang suami.

PRANG!

Terdengar kembali barang yang jatuh. Luna menutup kedua telinganya, ia sangat tidak suka jika mendengar suara pertengkaran. Walaupun ia sering mendengarnya sejak dulu, namun ia sangat tidak menyukai hal itu.

Papi selalu aja seperti itu, kenapa ia selalu aja pakai teriakan kalo bicara sama mami? Sejak dulu papi gak pernah berubah!

“BERANINYA KAMU YA MENUDUH SUAMI SENDIRI!” bentak Dhika makin meninggi. Ia sudah sangat emosi karena istrinya kerap kali menuduhnya berselingkuh.

“Suami macam apa kamu, Mas? Teganya main di belakang aku! Suami macam apa kamu sampai gak kasih nafkah lahir batin selama bertahun-tahun ke istri!” cecar istrinya. Lina – sang istri, merupakan seorang wanita karir di sebuah perusahaan cukup terkemuka di kota Jakarta.

“KURANG AJAR KAMU!”

PLAK!

Terdengar suara tamparan terdengar, sedetik kemudian suara tangisan Lina semakin keras terdengar. Luna sangat kaget mendengar suara tamparan itu, ia sangat yakin itu pasti perbuatan papinya. Luna segera membuka pintu kamar begitu mendengar suara isak tangis maminya semakin keras terdengar. Begitu sampai di ruang tamu, ia tersentak kaget karena melihat maminya jatuh tersungkur di lantai dengan memegang pipi kirinya. Segera Luna menghampiri maminya, kemudian ia membantu maminya untuk duduk.

“Bangun, Mi,” bisik Luna kepada maminya. Lina pun lalu duduk di atas Luna. Ia terus menangis dan memeluk tubuh anaknya itu.

“TIDAK USAH SOK MENANGIS KAMU! BERANINYA BERKATA SEPERTI ITU SAMA SUAMIMU SENDIRI!” cerca Dhika semakin menjadi-jadi. Lina hanya bisa menangis terisak dalam pelukan Luna.

“Tenang, Mi. Ada Luna di sini,” bisik Luna mencoba menenangkan maminya. Luna mengusap punggung maminya dengan lembut. Ia merasakan tubuh maminya itu bergetar hebat.

“SAMA AJA KALIAN BERDUA! SAMA-SAMA TIDAK BENAR!” tukas Dhika dengan nada yang sama tingginya. Merasa tak terima anaknya ikut dihina, Lina langsung melepaskan pelukan Luna dan menatap Dhika dengan tajam.

“Kamu yang tidak benar, Mas!” sanggahnya.

“SAYA MUAK TINGGAL DI SINI!”

BRAK!

Dhika pergi dengan membanting pintu rumahnya. Merasa bahwa Dhika telah pergi, Lina langsung melepaskan pelukan Luna.

“Luna, kamu baik-baik aja?”

“Luna baik-baik aja, Mi,” Luna mencoba meyakinkan maminya.

“Luna, sampai kapan kamu tahan diperlakukan begini sama papimu?” tanya mami.

“Mami juga sampai kapan? Bisa bertahan sama papi?” Luna mengembalikan pertanyaan kepada maminya. Lina kaget mendengar pertanyaan Luna.

“Luna tahu kalau mami bersabar banget selama ini. Mami yang banting tulang sejak dulu, sejak Luna masih kecil. Papi gak pernah kasih nafkah sama mami. Apalagi semenjak papi di PHK dulu. Hanya mami yang bekerja. Sedangkan papi?” jelas Luna panjang lebar. Ia mengeluarkan segala keluh kesahnya terhadap maminya itu. Ia sangat kasihan dengan maminya, karena selama ini hanya maminya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Ssst, sudah, Sayang. Mami ikhlas jalanin semuanya. Mami melakukan ini untuk kamu juga.”

“Tapi mami udah terlalu lama bertahannya. Luna sekarang udah 18 tahun, Mi. Sudah kuliah juga sekarang, Luna sudah besar. Jadi kalau memang mami udah gak tahan lagi, mami bisa hidup berdua aja sama Luna.”

“Sayang, nanti kamu akan tahu kenapa mami bisa seperti ini.”

“Tapi, Mi... Luna gak sanggup lihat Mami disakiti terus sama papi. Luna bahka tahu, Mi, kalau papi punya wanita lain di luar sana. Luna pernah melihatnya jalan berdua dengan wanita itu,” jelas Luna. Ia memang sempat melihat papinya itu tengah jalan berdua dengan wanita lain, walaupun ia tak sempat melihat muka dari wanita itu.

“Luna, lihat mami!” perintah Lina, Luna membalikkan tubuhnya lalu ia sekarang berhadapan dengan maminya. Mereka pun saling menatap satu dengan lainnya, “Itu lah rumah tangga, Nak. Mami bertahan untuk kebahagiaan kita semua,” lanjut Lina kembali.

“Tapi Luna tahu kalau mami gak Bahagia,” Luna tetap tak habis pikir mengapa maminya bisa sanggup bertahan sejauh ini.

“Sayang, mami Bahagia kok. Ada kamu yang selalu ada sama mami.”

“Tapi, Mi….”

“Sudah kamu istirahat ya, sudah malam,” ujar Lina kepada anakanya. Luna tidak meresponnya, ia hanya menatap netra maminya itu.

“Luna?” tanya Lina.

“Iya, Mi. Luna ke kamar dulu”

“Selamat tidur, Sayang.”

“Selamat tidur, Mi.”

Cup

Luna mencium pipi mami lalu ia bergegas untuk kembali ke kamarnya. Ia pun lalu membuka pintu kamarnya itu. Lalu dengan gontai, ia melangkah ke arah ranjangnya.

“Entah kenapa bisa seperti ini. Ini akan bikin gue sulit untuk berkomitmen lagi. Terlebih sebelumnya gue juga menemukan pria toxic yang kelakukannya sangat mirip sama papi,” Luna pun bermonolog. Lalu ia melihat ponselnya, ada direct message lagi dari si unknown. Luna lalu membuka aplikasi Instagram-nya itu.

Unknown : Jika lo mau bercerita, gue siap menjadi tempat lo berkeluh kesah.

Luna hanya membaca pesan itu. Ia merasa kesal dengan DM yang ada di IG-nya itu.

Sok kenal banget! Semua laki-laki sama. Awalnya aja manis, lama kelamaan juga akan pakai kekerasan juga. Bertahun-tahun hampir tiap hari gue dengar pertengkaran papi sama mami. Gue pengen mami bisa Bahagia. Kenapa mami masih juga bertahan, sih? Gue gak tega sama mami, banting tulang sendiri. Semua kebutuhan Cuma mami aja yang bisa memenuhi. Sedangkan papi? Papi cuma bisa main sama wanita lain.

Luna lambat laun mulai memejamkan kedua matanya. Ia sangat berharap bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini.

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Skyren
wahh, Luna, hidupmu berat. Semangat!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status