Share

Abang Pulang

"Angkat tangan kalian!!" Teriak Violet tepat ketika ia berhasil masuk ke dalam rumah

Dua pemuda berpakaian hitam dan vintage mengangkat kedua tangan sesuai perintah. Dan saat itu juga Violet mengerjapkan matanya beberapa kali, lantas wajahnya langsung memerah karena malu. 

"Kamu kenapa sih, dek? Astaga, ini di rumah bukan hutan. Kenapa teriak-teriak kayak kera? Pasti karena pergaulan mu bersama tiga babi itu kan?" Banyak pertanyaan keluar dari mulut Galang, abangnya Violet. 

Bukannya menjawab, Violet hanya diam dan melihat bunga mawar kuning di tangan saudaranya itu. Bunga itu dari tokonya bukan? Tapi kapan abangnya ini membeli bunga? 

"Maaf bang, kalau gitu Vio ke kamar." Violet langsung ngibrit ke kamar. Malu guys, apalagi di depan cogan. Hilang sudah image manis yang selama ini Violet perlihatkan. 

Sedangkan Galang hanya menggelengkan kepalanya, kapan adiknya itu akan bertingkah normal. Sepertinya dia harus di ruqiah biar sembuh. 

"Lang, gue pulang dulu. Masih ada kerjaan." Jordan menepuk pundak Galang dan pergi meninggalkan rumah Galang.

Hari semakin sore dan Violet masih sibuk dengan bunga-bunga di belakang rumahnya. Sungguh sangat menenangkan hanya dengan melihat bunga-bunga ini bermekaran. Violet mengambil beberapa jenis bunga dan menyusunnya di dalam vas, kemudian membawanya ke ruang tamu. 

Galang keluar dengan pakaian rapi, ia menunduk. Tangan kirinya sibuk mengancing kemeja bagian lengan kanannya. Rambut hitamnya tertata rapi, aroma teratai yang manis menyeruak, alis Galang terpahat sangat indah. Bibirnya melengkung membentuk senyuman ketika mendapati adiknya tengah sibuk dengan bunga. 

"Daripada gabut, mending ikut abang aja." Ajak Galang.

Violet terkejut mendengar suara Galang yang tepat di belakangnya. Untung saja vas antik di tangannya tidak jatuh. Kalau tidak kan sayang, ya walaupun bagi keluarga Violet harga vas ini bukanlah apa-apa. Tapi bagi Violet yang mempunyai jiwa-jiwa hemat pangkal kaya, walau ia sudah kaya sejak lahir. Tetap saja harga vas ini mahal dan hanya membuang-buang uang jika membeli yang baru nanti.

"Emang mau kemana?" Tanya Violet.

"Ada deh. Dah sana siap-siap." Galang menepuk pucuk kepala Violet lembut, kemudian berjalan menuju sofa dan menghidupkan tv.

Mendengar ajakan dari Galang, tentu saja Violet senang. Sudah lama ia tak menghabiskan waktu bersama abangnya itu. Maklum abangnya sering ke London, mengurus perusahaan yang ada disana. Sedangkan orang tua mereka sedang liburan ke Jogja. Jadi wajar jika Violet sering sendirian di rumah, Violet sih suka saja. Toh dia jadi bebas mau ngapain dan jalan kemana pun yang ia mau.

Untung saja menunggu Violet bersiap-siap tidak memakan waktu banyak, hanya lima belas menit dan dia pun sudah siap dengan sweater putih dan celana panjang berwarna lilac. Rambutnya ia kuncir setengah, memberikan kesan manis. Untuk sepatu, dia hanya menggunakan sepatu sneakers berwarna hitam.

Dan disinilah Galang dan Violet, di depan restoran besar nan megah. Gedung yang memiliki warna kuning keemasan itu berdiri kokoh, yaiyalah namanya juga baru di bangun. Semua orang yang berkunjung memakai pakaian rapi, mewah, dan tentunya mahal. Violet yang paling mencolok di antara mereka.

Galang langsung membawa Violet menuju meja yang sudah di booking, disana ada sosok pria tinggi tengah duduk di temani segelas kopi. Ia memakai jas putih, kemeja biru, dan sepatu putih. Tampan sekali, seperti malaikat saja. Violet duduk di hadapannya, sedangkan Galang duduk di dekat jendela sebelah kiri Violet.

"Awal juga lo datang." Sapa Galang ke pria yang sibuk dengan ponselnya sedaritadi.

"Ah iya, soalnya nanti ada pertemuan keluarga juga." Jawab pria tersebut. Ia tersenyum ke arah Violet. Nggak tau apa senyumannya itu membuat jantung Violet tidak karuan jadinya.

"Kita bertemu lagi. Ini sudah keempat kalinya."

Galang memandang heran ke arah temannya itu. Empat kali bertemu? Yang benar saja. Violet mengernyitkan dahinya, empat kali bertemu? Dimana? Emangnya siapa pria ini?

"Maaf, empat kali bertemu? Kapan?" Tanya Violet. Ah maafkan ingatan Violet yang di bawah rata-rata. Tapi anehnya ia berhasil masuk universitas ternama lewat jalur beasiswa walaupun memiliki ingatan yang sangat minim.

"Pertama kita bertemu di kantin kampus, kedua di toko bunga, ketiga di rumahmu, dan keempat disini. Sudah ingat?" Jelas Jordan.

Violet memiringkan kepalanya, masih berpikir. Siapa pria di hadapannya ini, apa iya dia bertemu dengannya? Galang yang sedaritadi jadi obat nyamuk pun membuka suara.

"Maaf, Dan. Dia emang punya ingatan yang lemah, terutama terhadap orang asing yang baru ditemuinya hanya dalam beberapa hari." Jordan yang mendengarnya hanya tersenyum dan mengangguk mengerti.

Jordan menulis sesuatu di sapu tangannya dan memberikannya ke Violet.

"Apa nih? Gue bukan fans dia, kok dikasih tanda tangan?"

Tapi tetap Violet menerima pemberian Jordan. Lumayan bisa dijadiin serbet entar di rumah, sekalian hemat uang untuk membeli serbet baru.

Seorang wanita dengan dress hitam yang pas di tubuhnya menghampiri meja mereka dan tanpa permisi ia duduk di pangkuan Jordan. Violet yang melihatnya tentu saja risih, sudah jelas wajah Jordan terlihat tidak suka.

"Mbak disini itu restoran bukan sebuah klub rendahan." Kata Violet.

Wanita di depannya ini terlihat seusia dengan pria di hadapan Violet, ah dia melupakan nama Jordan lagi. Seksi, cantik, wangi, tinggi, tapi sayang low attitude. Dia yang begitu, Violet yang malu.

"Suka-suka gue lah. Ini bocah siapa sih berani banget ngatain gue." Wanita itu bukannya turun malah semakin menjadi di pangkuan Jordan. Dan Jordan malah hanya diam, pengen Violet tinju jadinya.

"Dia adek gue, kenapa?" Jawab Galang. Ia tak suka jika adiknya yang manis, imut, lucu ini di sudutkan oleh seseorang. Lagian yang dikatakan adiknya benar adanya kok.

"Pindah." Titah Jordan, dingin. Wajah dan intonasi berbicaranya jadi mirip seperti sepupunya, datar dan dingin.

Mendengar suara Jordan yang berubah, wanita itu pun minggir dan duduk di sebelah Jordan dengan benar. Setelah berjam-jam duduk dan menghabiskan waktu disana, Violet dan Galang pun undur diri.

Mereka kembali berjalan menyusuri jalanan kota yang mulai macet, menggunakan sweety si mobil antik berwarna kuning milik Galang tentunya. Sepanjang perjalanan, mereka habiskan dengan celotehan yang tak ada henti-hentinya, bahkan sampai bergosip. Astaga lingkungan tinggal Violet tak jauh-jauh dari gosip, tobat nak tobat.

Galang mengarahkan mobilnya menuju mall. Tanpa malu Violet menggandeng tangan Galang, Galang sih membiarkan adiknya itu melakukan hal apapun dengannnya asalkan tidak membuatnya malu. Alasan Violet ngegandeng tangan Galang sih biar nggak keliatan jomblo gitu loh. Mereka sudah mengitari seluruh mall dan belum ada membeli apapun.

"Kamu mau apa, Vi?" Tanya Galang.

"Makan."

Galang terkejut bukan main, ini perut adeknya karet apa gimana? Baru juga satu jam yang lalu mereka makan, padahal badan adeknya kurus. Iya, bodynya pun cuman lurus kayak penggaris. Nggak enak buat di peluk. Mereka pun kembali berkeliling mencari tempat makanan, pada akhirnya Violet mendapatkan makanannya yaitu seporsi KFC. Sedangkan Galang hanya memesan kentang goreng dan minuman soda. Melihat Violet makan dengan lahap membuat perut Galang terasa penuh. Dan apa ini? Violet malah minta tambah, astaga Galang menyesal membawa adeknya jalan.

Langit gelap semakin gelap, menandakan akan turunnya hujan malam ini. Jordan melihat keluar jendela kamarnya di temani segelas teh hangat di tangannya. Perjodohan? Apa ini masih di jaman kerajaan? Jordan memiliki pilihannya sendiri dan dia sudah menemukannya. Mengingat kejadian yang terjadi sepanjang hari ini, bibir Jordan melengkung ke atas. Wajah manis Violet tercetak jelas di ingatannya. Suara pintu yang terbuka, memaksa Jordan untuk menunda kegiatannya yang mengingat wajah Violet.

Seorang wanita yang sudah berkepala lima, berjalan menghampiri Jordan. Menepuk pundaknya dan mengelus pucuk kepala anak semata wayangnya ini.

"Kamu nggak harus nerima perjodohan itu, karena ibu tau kamu sudah dewasa dan bisa menentukan pendamping yang cocok denganmu. Ayah sedang membujuk pamanmu untuk membatalkan perjodohan itu, kamu tenang saja." Jelas Fitri -Ibunya Jordan- berusaha menenangkan pikiran putranya.

"Jordan sama sekali nggak memikirkan itu, bu. Ibu tenang aja dan istirahaht, hari sudah larut."

Mendengar jawaban anaknya, Fitri pun pergi meninggalkan Jordan sendirian di kamarnya. Jordan langsung menghabiskan teh yang berada di tangannya dalam sekali teguk, selanjutnya ia menuju kasurnya dan menuju alam mimpi. Mungkin saja ia akan bertemu lagi dengan Violet di dalam mimpi malam ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status