Pukul 10.00 malam, Vira masih menunggu kedatangan dari suaminya. Namun dia masih mengingat tentang gadis kecil itu yang memeluknya secara tiba-tiba di Panti Asuhan. Dia merasa detak jantungnya bergetar begitu sangat kencang sekali. Dia merasakan ada sesuatu chemistry antara dirinya dengan gadis kecil itu. "Apakah mungkin Mas Kiano akan mengijinkan aku mengadopsi gadis kecil itu di rumah ini?” Vira mulai tersenyum-senyum melihat tingkah manis dari gadis kecil itu. Dia ingin sekali Jika gadis kecil itu menjadi putrinya di rumah tempat tinggalnya bersama dengan Kiano. “Ya Allah, aku ingin sekali dipanggil seorang ibu dari anakku. Tapi kenapa engkau tidak akan pernah mengizinkan aku memiliki seorang anak sekalipun?” Vira masih mengingat kejadian saat di dokter kandungan. Dia masih merasa terpukul dengan ucapan yang telah dilontarkan oleh dokter itu. Bahkan dia selalu saja gagal untuk melakukan proses bayi tabung. Vira yang merasa begitu sangat sesak sekali. Dia didiagnosa menderita pe
Kiano mulai melilitkan handuk dari pinggang hingga ke lutut. Lalu dia segera menuju ke lemari pakaian. Dia mengambil setelan piyama berwarna biru. Dia menghela nafas begitu sangat berat sekali. Dia masih teringat bayang-bayang tentang wanita masa lalunya. Kiano mulai mengerutkan dahinya. Lalu dia segera duduk di tepi ranjang, setelah memakai setelan piyama berwarna biru. "Kenapa sih harus kamu yang ada di pikiranku saat ini? Kenapa kamu harus pergi meninggalkan aku begitu saja?” Kiano langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya. Dia merasa punggungnya sedikit pegal-pegal akibat perjalanan panjang. Ketika dia menutup kedua kelopak matanya, seakan dia melihat bayangan senyuman dari Danilla. "Kenapa kamu terus saja menghantui pikiranku selama ini? Danilla, Kenapa kamu pergi? Padahal aku mencintaimu sepenuh hati.” Kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Hingga membuat Kiano beranjak dari tempat tidurnya. Dia baru saja ingin pergi tidur. “Pa, Buka pintunya
Mendadak hujan pun turun, Danilla segera berlari mencari tempat berteduh. Dia menunggu di sebuah supermarket. Dia melihat jam yang ada di tangannya sudah menunjukkan pukul 03.00 sore. Hujan yang semakin deras membasahi Kota Jakarta. Cuaca yang cukup begitu sangat dingin. Bahkan terdengar suara petir yang saling menyambar satu sama lain. "Ternyata cuaca nggak pernah ketebak sama sekali!” Danilla menggumam dalam hatinya. Sebuah mobil sedan berwarna hitam melintas di depan Danilla. Tanpa sengaja di dalam mobil itu ada Kiano. Namun Kiano tidak menyadari bahwa dia telah berpapasan dengan Danilla yang berdiri di depan supermarket. Terdengar suara musik di dalam mobil sedan. Musik favorit dari Kiano. Dia seperti ditarik mundur oleh sebuah mesin waktu kala itu. "Ya Tuhan, kenapa aku sangat merindukan dia begitu sangat dalam? Dan aku berharap dia kembali dalam kehidupanku lagi. Karena aku hanya jatuh cinta kepada dia. Bahkan aku tidak bisa untuk mencintai yang lain hingga detik ini. Cuman
Danilla mulai merupakan tubuhnya diatas ranjang kamarnya. Dia merasakan begitu sangat lelah sekali, setelah melakukan perjalanan yang begitu sangat jauh dari kota Jogja menuju kota Jakarta. Dia menghirup udara Jakarta yang sudah lama dia tinggalkan. Namun sebuah luka itu kembali menganga. Senyuman itu begitu sangat hilang. Ketika mengingat sebuah masa lalu yang menyayat hatinya. Bahkan tuduhan-tuduhan itu selalu melekat dalam dirinya. “Apa kabar dirimu? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu juga merindukan aku?” Air mata itu pun segera turun membasahi kedua pipi Danilla. Selama tujuh bulan bersama dengan Kiano, membuat dirinya merasakan arti dicintai. Bahkan dia sudah bisa melupakan sosok lelaki yang meninggalkan dia tanpa alasan. Kenangan dan beberapa perjalanan selama 7 bulan bersama dalam status pernikahan kontrak saat itu. Dia juga merasakan bahwa Kiano adalah lelaki terbaik. Meskipun dia tidak ingin menyalahi sebuah takdir dalam kehidupannya. Dia memilih untuk pergi meningga
Di ruang tunggu, Kiano dan Vira yang terlihat begitu sangat frustasi. Mereka berdua memikirkan kondisi dari Kahfi. “Kamu harus tenang, Mas, kalau Kahfi itu pasti akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat.” Kiano yang terlihat begitu sangat frustasi. Dia tidak bisa melihat kondisi dari putranya yang harus terbaring lemah di ruang UGD. Bahkan dokter belum memberikan kabar mengenai kondisi putranya. “Bagaimana aku bisa tenang, sementara kondisinya yang terlihat begitu sangat buruk. Aku tidak bisa untuk melihat anakku dalam kondisi seperti itu.” "Semoga aja tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap anakmu. Dia akan baik-baik saja. Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk anakmu.” Vira pun menggenggam erat tangan Kiano. Dia berusaha untuk menenangkan pria itu. * Pikiran Danilla yang tidak tenang sama sekali. Dia mengalami kegelisahan. Mendadak dia pun teringat sosok putranya. Dia seperti merasa ada sesuatu yang buruk menimpa putranya selama ini. "Apakah ini ada hubungannya dengan
"Kamu udah cari tahu kondisi dari putramu sekarang?” Danilla hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Karen. “La, mau bagaimanapun bocah laki-laki itu tetaplah anakmu. Darah yang mengalir dari tubuh bocah laki-laki itu ada darah kental dari kamu. Jadi walaupun kalian berpisah sekalipun, ikatan di antara kalian tidak akan pernah bisa terpisahkan.” “Aku sudah ikhlas melakukan semua itu Karen. Bahkan aku tidak ingin melanggar perjanjian itu. Lebih baik aku menjauh dari kehidupan anakku. Asalkan anakku bahagia dengan keluarganya.” “La, Apa kamu yakin tidak pernah merindukan anakmu itu? Apakah kamu juga tidak penasaran dengan pertumbuhan dan perkembangan anakmu itu?” Kedua mata Danilla hanya berkaca-kaca. Dia sangat merindukan putranya. Namun sebuah takdir tidak pernah menyetujuinya. Kemudian Karen pun menunjukkan sebuah akun I*******m milik Kiano. Dia menunjukkan beberapa galeri foto koleksi tentang Kiano bersama dengan anaknya. Danilla yang terlihat begitu sangat lemah sekali,
Semalaman Danilla mulai merenung. Bahkan dia tidak bisa tidur. Dia masih teringat-ingat tentang sosok putranya. Dia sangat merindukan putranya yang selama ini dia tinggalkan. "Maafkan ibumu ini, Nak.” Danilla mulai berlinang air mata. Senyuman itu pun telah pudar selama beberapa tahun terakhir ini. Dia menahan sebuah kerinduan yang mendalam. Hingga semalaman dia tertidur di atas sajadah panjangnya. Dia merasa dunianya begitu sangat sunyi dan dingin. Bahkan penuh dengan kegelapan malam yang menyelimutinya saat itu. Bibirnya terasa membeku. Dia tidak bisa memungkiri bahwa rasa rindunya begitu dalam terhadap putranya. Namun dia terjebak dalam sebuah ikatan perjanjian yang tidak bisa dia patahkan. * Di ruang rawat inap VVIP, Kiano tidak pernah meninggalkan sama sekali putranya. Dia menjaga putranya dengan baik. Dia takut terjadi sesuatu yang terhadap putranya. Sementara Vira terus menemani Kiano hingga tertidur pulas di atas sofa ruang rawat inap. Sementara Joanna dan suaminya, mereka
"Kamu yakin nggak penasaran sama anakmu?" Danilla langsung menoleh ke Karen. “Lebih baik begini sih, Ren.” Kedua mata Karen melotot ketika lihat instastory dari Kiano. “La, kamu harus lihat. Putramu masuk rumah sakit. Katanya sih menderita penyakit tipes.” Kemudian Danilla langsung merebut ponsel milik Karen. Dia melihat kondisi anaknya yang terbaring lemah di ruang rawat inap. Kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca. Dia melihat kondisi putranya lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Dia ingin sekali untuk melihat putranya secara langsung dan memeluknya. Namun dia berusaha untuk menahan rasa itu. Karen memegang pundak kanan Danilla. Lalu dia mulai menatap kedua mata Danilla yang terlihat begitu sangat cemas menatap foto bocah laki-laki itu. "Aku ingin sekali berada di sampingnya! Tapi aku tidak bisa untuk melakukannya.” Kesedihan menyelimuti hati Danilla. Dia tidak ingin menyakiti wanita lain dengan kehadiran dirinya. Dia hanya ingin hidup berdamai dengan masa lalunya. M