Share

Bab 05 - Sial !

       

Sejak semalam Danilla merasa asam lambungnya naik. Ia tidak bisa tidur sama sekali. Ia pun merasakan seperti hampir mati saja. Ia pun merasa sangat sesak hingga uluh hatinya. Makan atau minum sedikit pun rasanya tidak bisa. Semua makanan dan minuman itu keluar. Ia sangat mual sekali

            Wajah Danilla pun mendadak terlihat sangat pucat pasi sekali. Ia hanya mampu tidur lemas di atas ranjang kamarnya. Ia memang memiliki pola makan buruk sejak dia tidak bekerja. Ia bahkan kadang sehari makan sekali.

            Sejak kemarin malam Danilla susah tidur. Bahkan, ia merubah posisinya juga tetap saja terasa tidak enak sekali. Keringat dingin itu pun keluar dari ujung kepala hingga ke telapak kakinya. Dia juga mengalami demam sangat tinggi

            “La, kamu kenapa?!” Karen terlihat panik melihat kondisi sahabatnya yang sangat pucat sekali.    

            “Lambung aku sakit banget, Ren,” rengek Danilla merasakan sesak hingga ke uluh hati.

            “Kita ke klinik saja,” ujar Karen. “ Aku akan mengantarmu ke klinik naik motor.”

            “Aku udah nggak kuat, Ren. Apa aku akan mati?” cetus Danilla dengan suara rintihannya menahan sakit di lambungnya.

            “Husss! Ngawur banget kamu. Itu kalau sama ratu ngeyel. Dibilangin jangan telat makan. Ehh kamu malah nonton drakor hingga lupa makan dan minum. Itu rasain akibatnya!”

            “Nggak usah banyak ceramah, Ren. Rasanya sakit banget mau meninggal!”

            “Kamu itu masih muda. Masa mau meninggal dengan cepat! Emang kamu nggak pengen menikah dengan mas Akbar?” celetuk Karen.

            “Aduh bawel banget kamu Ren. Kamu nggak pernah ngerasain rasanya sakit lambung akut!”

            Karen pun mendengus kesal, ia melihat kalau sahabatnya memang sangat keras kepala dan ratunya ngeyel sejagad.

            “Mangkannya kamu kalau punya kepala jangan kayak batu! Untung ada aku di sini, kalau enggak kamu bener-bener mati di sini!” omel Karen yang sangat kesal.

            “Nggak usah nyumpahin, Ren!” sahut Danilla yang merasakan sakit hingga gulung-gulung di ranjangnya. “BURUAN!”

            “Sabar aku masih pesan taksi online,” sungut Karen.

            “Cepetan, Ren!” rengek Danilla yang masih gulung-gulung di atas ranjang kasurnya.

            “Iya, bentar kali! Taksinya masih dalam perjalanan,” sahut Karen dengan sebal.

            Sepuluh menit kemudian taksi online pun datang, Karen pun memapah Danilla menuju ke taksi online. Setelah itu, taksi segera melaju ke klinik terdekat. Dalam waktu lima belas menit, mereka sampai di depan klinik.

            Danilla pun menuju ke ruang UGD, lalu ia pun dipindahkan ruang rawat inap. Ia pun hanya meringis kesakitan. Sedangkan, Karen pun mengurus administrasi untuk perawatannya.

            “Karen?”

            “Pak Kiano?” Karen tertegun, karena bertemu mantan bosnya yang mendadak menyapanya.

            “Siapa yang sakit?” tanya Kiano.

            “Danilla, Pak.”

            “Oh.”

            “Bapak?”

            “Istri saya sedang melakukan operasi pengangkatan rahimnya.”

            “Masyaallah.”

            “Bagaimana kondisi Danilla sekarang?”

            “Danilla ya sama kayak kemarin, Pak.”

            “Apa dia sudah bekerja?”

            Karen hanya mengelengkan kepalanya.

            “Oh.”

            Karen pun menatap wajah tegas Kiano yang benar-benar masculine. Bahkan wajahnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang membuat dia semakit terlihat jantan sekali. Rahang kokohnya begitu mempesona. Kilah matanya masih sama.

            “Aku nggak nyangka, kalau Pak Kiano kalau dilihat dari deket begitu tampan sekali. Rasanya ada sengatan listrik. Apa ini yang dinamakan jodoh pasti bertemu?” pikir Karen dalam lamunan.

            “Apa dia ada di sini?” pikir Kiano yang mulai penasaran dengan Danilla. Ia sudah hampir tiga bulan tidak pernah menemui Danilla kembali. “Apa aku…” Kiano berpikir untuk meminta Danilla untuk menyewakan rahimnya. Ia pun menyeringai dengan rencananya. “Hanya dia yang akan cocok untuk mengandung anakku,” pikir Kiano sambil mangut-mangut mengusap-usap dagunya sendiri.

*

            Vira masih terbaring lemah, setelah melakukan operasi pengangkatan rahimnya. Ia masih belum sadarkan diri akibat efek obat bius yang disuntikkan sewaktu operasi.

            “Dok. Pasien bernama Savira Halim sudah sadar,” teriak perawat.

            Dokter pun langsung memeriksa kondisi Vira yang masih lemah.

            Vira mulai mencari di mana suaminya berada. Kedua matanya terus memeriksa setiap sudut.

            “Maaf nyonya Vira. Tuan Kiano tadi berpesan, kalau dia harus ke kantor ada urusan yang urgent,” terang seorang perawat wanita yang mengurusnya.

            “Iya, Sus. Tidak apa-apa,” balas Vira dalam rasa kecewa. “Apa aku lebih penting dari urusan perusahaan, Mas? Apa karena aku bukan wanita yang sempurna untuk bisa mengandung anakmu?” batin Vira dalam sebuah rasa kecewa.

_

            Kiano masuk secara diam-diam di ruang rawat inap Danilla, lalu ia pun menyuntikkan cairan obat tidur. Ia membopong Danilla pergi dari ruang rawat inap. Ia akan membawa Danilla ke suatu tempat.

            Kiano sudah mengurus semua administrasi rumah sakit, lalu ia membawa Danilla pergi dengan mobilnya menuju ke tempat klinik dokter Yuanita.

            “Aku yakin kalau ini akan berhasil,” seringai Kiano dengan tatapan yang menyala, ia menyalakan mesin mobilnya. Lalu, melajukan dengan cepat.

            Sepuluh menit kemudian.

            Kiano pun telah sampai di depan parkiran klinik dokter Yuanita. Ia pun langsung mengendong Danilla ala bridal style. Wajah cantik dan natural Danilla membuatnya terpesona seketika.

            “Kamu sangat mirip dengan dia, meskipun hanya sekedar mirip, La,” Kiano mengucap dalam batinnya. Ia merasa sosok perempuan di masa lalunya ada dalam diri Danilla Anatasya. Semenjak pertama kali ia melihat Danilla Anatasya dia sudah mulai jatuh hati.

            Kiano pun sampai di depan ruang klinik dokter Yuanita. Ia pun masuk ke dalamnya dan membaringkan di ranjang.

            “Siapa dia?” selidik dokter Yuanita.

            “Dia adalah istri kedua saya,” ujar Kiano.

            Dokter Yuanita tidak banyak bertanya, karena itu urusan pasiennya.

            “Dia yang akan bersedia melakukan proses bayi tabung,” ujar Kiano.

            Dokter Yuanita hanya tersenyum tanpa bertanya.

            “Bagaimana dengan hasil lab saya, Dok?”

            “Semuanya bagus dan kalau pun wanita itu dalam kondisi sehat. Kita bisa segera melakukannya,” ujar Dokter Yuanita.

            Dokter Yuanita mulai melakukan pemeriksaan terhadap sel telur dalam rahim Danilla. Ia tidak menemukan kejanggalan apapun.

            “Bagaimana, Dok?”

            “Semuanya bagus. Kita bisa melakukannya,” ujar dokter Yuanita.                                 

            “Syukurlah,” Kiano merasa lega.

            Dokter Yuanita membawa Danilla ke sebuah ruangan khusus yang berada di lantai tiga kliniknya. Kiano hanya menunggu di depan ruangan hingga proses pengambilan sel telur yang akan dibuahi oleh spermanya berhasil diambil.

            Danilla diberikan suntikan untuk menghilangkan rasa sakit pada saat proses pembedahan keci pengambilan sel telur dengan teknik aspirasi folikel. Dokter Yuanita mulai memasukkan jarum tipis melalui vagina dan masuk ke dalam ovarium. Jarum tersebut dihubungkan dengan alat penghisap untuk menyedot sel telur. Ia mengulangi kembali hingga mendapatkan 15 sel telur dari ovarium Danilla.

            Dokter Yuanita langsung melakukan injeksi sperma intrasitoplasma yaitu dengan cara menyuntikkan langsung sperma ke dalam sel telur. Setelah beberapa jam menunggu. Dokter Yuanita mengambil dua embrio terbaik untuk dipindahkan ke dalam rahim Danilla kembali.

            Dokter Yuanita mulai memindahkan embrio yang dilakukan dengan menggunakan tabung tipis atau kateter untuk memasukkan ke dalam rahim melalui vagina. Ketika itu embrio menempel di lapisan rahim milik Danilla.

            Setelah melakukan proses panjang. Dokter Yuanita memindahkan Danilla ke ruang rawat inap. Di sana Kiano sudah menunggu.

            “Dok, bagaimana hasilnya?”

            “Kita akan menunggu kurang lebih dua minggu. Dia harus beristhirahat total!” kata Dokter Yuanita, lalu meninggalkan mereka berdua.

            Kiano sudah tidak sabar menantikan anak dalam kandungan Danilla, ia pun meminta seseorang untuk membantunya mengembalikan Danilla ke Rumah Sakit Medika utama. Ia juga sudah membayar biaya rumah sakit Danilla secara diam-diam.

*

            Karen sangat cemas sekali. Ia tidak bisa konsentrasi dalam bekerja.

            “Bagaimana kondisi Danilla sekarang?” pikir Karen.

            Karen terpaksa meninggalkan Danilla sendiri di rumah sakit, karena ia sekarang sudah dipercaya untuk ikut andil proyek di Medan. Ia bersama Reihan wakil CEO Rayn Konstruksi grup.

            “Karen!”

            “Iya, Pak Rei!”

            “Bisa kamu ke sini?”

            Karen pun mengurungkan niatnya untuk  menelpon Danilla. Ia pun harus segera mengahadap sesuai dengan perintah bosnya.

            “Semoga kamu baik-baik saja, La.”

_

            Dua minggu kemudian Danilla sudah boleh pulang, ia merasakan tubuhnya masih lemas, mungkin efek dari obat yang diberikan dokter kemarin. Ia pun tidur di atas ranjang kamarnya.

            “Ren, Aku kok ngerasa makin lemes banget ya.”

            “Ya, salah lu sich, Makan sembarang, terus nggak teratur,” omel Karen habis-habisan. “Gimana kalau nyokap dan bokap lu tahu keadaan lu sekarang. Pasti mereka bakalan sedih! Dasar bego!”

            “Udah nggak usah ceramah, Ren,” gumam Danilla.

            “Mangkannya, kalau dibilangin nggak usah ngeyel!” omel Karen.

            “Tuh, makan bubur.”

            “Kenapa cuman bubur sich?” protes Danilla. “Kenapa kamu nggak beliin aku nasi padang aja?”

            “La, kamu itu masih sakit. Jangan minta makanan yang makin bikin kamu sakit!” omel Karen.

            “Ih, biasa aja kali nggak usah ngegas,” balas Danilla.

            “Cepet makan!” perintah Karen dengan melotot ke Danilla.

            “Biasa saja. Nggak usah pakai otot, Ren. Kamu lama-lama galaknya sama kayak emak aku di kampung!” gumam Danilla sambil menyuap satu sendok bubur tanpa taburan apapun. Rasanya sangat hambar dan pengen muntah.

            “Jangan samain aku dengan emak kamu di kampung!” kilah tajam mata Karen membuat merinding.

            Danilla menghembuskan napas berat. Ia merasa nggak nafsu buat makan. Rasanya kalau cuman makan bubur polos yang lembek – lembek itu nggak enak banget pengen muntah malahan. Namun, sorot kedua mata Karen membuat mau nggak mau dia harus makan bubur tanpa apapun. Rasanya sangat hambar banget.

            “Karen emang keterlaluan banget! Masa aku cuman dikasih makan bubur polosan! Rasanya mana bikin mual!” keluh Danilla dalam hatinya.

            “Makan dong, La. Nggak usah kamu aduk-aduk. Kamu pengen sembuh apa pengen parah?” Karen mulai sewot membuat kedua telinga Danilla makin panas sekali.

            “Sembuhlah!” Danilla mulai terlihat sangat sewot sekali. Buat makan saja susah. Ia merasa masih sedikit mual. Padahal cuman satu suapan sendok yang masuk ke dalam mulut.

            “Kamu tinggal telan-telan aja. Nggak usah kamu rasain!” ujar Karen.

            “Ngomong sih gampang, tapi bagaimana kamu berada di posisiku nggak bakalan bisa nelan sekalipun harus terpaksa,” gumam Danilla sambil berusaha menelan bubur polosan. “Iya, bawel,” dengus kesal Danilla.

-

            Di kos an Danilla merasa makin mual-mual. Ia pun malah mencari mangga muda. Padahal dia punya lambung.

            “Astaga, kenapa buah mangga sangat enak banget?” ujar Danilla.

            Danilla merasa sering ngantuk, ia pun merasa tubuhnya jadi sangat lemas.

            “La, kamu udah check up ke dokter lagi?”

            “Belom.”

            “Ayo.”

            “Ren, tapi aku ngerasa udah baikan kalau makan buah mangga.”

            “Astaga, kenapa kamu malah makan mangga muda. Kamu punya lambung loh?!”

            “Aku tahu, tapi rasanya sakit itu hilang.”

            “Apa kamu hamil?” cetus Karen.

            “Aduh, Ren. Hamil sama siapa coba? Pacar aja aku nggak punya, gimana bisa hamil?”

            “Iya-ya,” pikir Karen.

            “Ya, mungkin lagi pengen aja aku makan buah mangga yang kecut-kecut seger,” kekeh Danilla yang mendadak aneh.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status