Share

Bab 07 - Curiga

         

Sebuah rumah mewah milik keluarga Rayn. Bangunan klasik ala italia dengan batu marmer hingga ukiran. Terdiam hingga terpaku. Tangan kanan Danilla digenggam erat oleh Kiano dari turun dari mobil hingga kedua kakinya menapaki area halaman rumah.

            “Kenapa bapak ajak saya ke sini?” Danilla mengendus ada sesuatu yang janggal. Senyuman pria di hadapan terlihat sangat licik sekali. “Apa yang dia rencanakan? Apa Pak Kiano salah satu mafia yang memperjual belikan wanita?” pikirnya.

            Kiano hanya menyungingkan yang membuat Danilla merinding. Senyuman yang terlihat sangat dingin dan mencekam.

            “Sial! Apa aku akan dijebak sebagai wanita penghibur pria-pria hidung belang?” Danilla menaikan satu alisnya, ia melihat ada yang tidak beres dengan mantan bosnya. Bisa saja dia akan menjadi budak untuk pemuas nafsunya seperti dari banyak-banyak novel romance yang pernah dibacanya.

            “Bapak nggak berniat melakukan sesuatu yang melanggar norma dan agamakan?” Danilla mengangkat satu alisnya.

            Kiano mengerutkan dahinya hingga membentuk dua garis,”Emang saya kelihatan seperti pria bajingan dan brengsek di mata kamu nona Danilla Anatasya?” senyuman tipis yang sangat mengerikan. Kedua manik matanya begiu tajam menatap Danilla.

            “Alasan bapak membawa saya ke sini untuk apa?” tanya Danilla. “Bukan untuk melayani bapak?”

            Kiano tertawa kecil mendengar tuduhan dari Danilla.

            “Saya bukan pria mesum seperti yang ada di kepala kamu.”

            Danilla masih belum bisa percaya. Karena bisa saja dia mengunakan beberapa rencana.

            “Kamu akan tahu jawabannya nanti,” ucap Kiano dengan ekspresi datar.

            “Gila ini orang. Kenapa aku jadi korbannya? Apa dia akan ngelakuin hal…” pikir Danilla mulai bercabang-cabang. Ia takut kalau kebanyakan pria model Kiano bakalan berbuat gila. “Semoga saja ini hanya firasat aku aja,” gumamnya dalam hati kecil.

            Langkah kedua kaki Danilla telah sampai di sebuah pintu utama rumah mewah. Ia merasa sedikit aneh. Ia melihat juga pintu megah bagaikan istana.

            “Bapak nggak macam-macamkan,” selidik Danilla penuh dengan curiga. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia mencium aroma kebusukan.

            Kiano hanya diam. Ia tetap bersikap sangat dingin sekali. Ia merasa jalan dengan seorang spesies manusia yang bercampur zombie.

            “Sial, kenapa aku harus terjebak dengan pria semacam Pak Kiano? Apa maksudnya dia mengaku sebagai tunanganku di hadapan mas Akbar lagi?” gumam Danilla dengan menundukkan kedua pandangannya di lantai depan pintu ruang utama Kiano.

            Pintu rumah pun terbuka. Beberapa pelayan sudah berbaris dengan rapi menyambut mereka. Kedua mata Danila terbelalak lebar.

            “Gila ternyata tajir banget pria ini, tapi sayangnya sikapnya bikin aku ilfiel. Sok perfect,” Danilla mengucap dalam batinnya. Kedua sorot matanya melihat seisi rumah yang begitu mewah. Bangunan serba klasik. Hingga banyak sekali ukiran-ukiran mewah disetiap sudutnya.

            Rumah itu memiliki luas hampir satu hektar. Bahkan, banyak sekali lampu-lampu yang seperti di film-film luar negeri. Lantai marmer yang terlihat sangat mewah. Hingga membuat Danilla bengong melihat isi rumah yang begitu estetika dari segi hiasan. Bahkan ia melihat banyak lukisan dari seorang maestro dunia.

            “Apa Pak Kiano tinggal di rumah sebesar ini sendiri? Terus ke mana istri Pak Kiano? Dan, ke mana pria tua yang sudah menghinaku sebagai wanita jalang?!” Danilla mengucap dalam hatinya. Ia tidak bisa melihat ke mana mereka. Ia hanya melihat puluhan karyawan di sana yang menyambut kedatangannya.

            “Tuan muda Kiano, anda ingin disiapkan makan malam apa?” tanya seorang wanita dengan memakai seragam putih bercelana hitam. Wanita itu terlihat sangat kaku saat tersenyum kepada Danilla.

            “Saya hanya ingin makan malam special, dan siapkan makanan yang bergizi untuk perempuan di samping saya,” jawab Kiano tanpa basa-basi, lalu dia mengandeng tangan kanan Danilla dengan erat.

            “Pak, kenapa bapak bawa saya ke sini? Bapak mau macam-macam sama saya?” bisik Danilla dengan rasa curiga. Ia bahkan memberontak agar Kiano melepaskan tangannya dari gengamannya.

            Kiano pun menatap Danilla, “Saya tidak akan mungkin segila itu. Pikiran anda terlalu kotor!” seringai Kiano, lalu melepaskan gandengan tangannya.

            “Sialan, mana mungkin aku mau melakukan hubungan intim itu sebelum menikah,” gumam Danilla sambil menghela napas berat.

            “Kamu tidak usah banyak bertanya. Karena saya akan menujukkan sesuatu ke kamu.”

            “Sesuatu? Emang sesuatu apaan, Pak?” tanya Danilla menatap kedua mata Kiano.

            “Itu tentang kamu,” jawab Kiano dengan nada datar.

            “Ish menyebalkan banget ini cowok! Udah dingin, arrogant, jutek tapi, ganteng dan tajir. Tapi, dia bukan tipe pria idaman yang selama ini aku cari! Karena aku akan tetap setia dengan satu cinta,” helaan napas singkatnya.

            Danilla merasa sangat bingung. Karena, sangat mustahil sekali, kalau seorang Kiano membawa perempuan sepertinya. Padahal dia bukan perempuan yang cantik atau idaman para pria. Tubuhnya aja tidak setinggi model. Bahkan, kulitnya tidak seputih perempuan Korea.

            Kiano kembali mengenggam erat tangan Danilla. Ia seakan tidak ingin perempuan itu jauh dari dirinya. Sedangkan, Danilla sangat merasa risih dengan sikap Kiano yang terlalu dekat dengan dirinya sekarang.

            “Aneh,” gumam Danilla menyaksikan sikap posesif seorang Kiano Rayn. Padahal pria itu aja hanya bisa berkomunikasi saat ada kerjaan. Tapi, mendadak pria itu mengaku-ngaku kalau sebagai calon suaminya.

            Danilla berusaha terbangun dalam mimpinya, ia pun mencubit pipinya sendiri. Lalu, berteriak.

            “Astaga, bukan mimpi!” teriak Danilla dalam hatinya. Padahal ia mengira semua itu hanya sebatas mimpi di siang bolong.

            “Kamu kenapa?” tanya Kiano.

            “Nggak kenapa-kenapa,” ketus Danilla dengan membuang muka. Ia seolah ingin segera kabur dari pria aneh itu. “Gimana caranya aku bisa kabur dari sini?” pikir Danilla sambil melangkah masuk bersama menuju ke kamar utama.

            “Kamu sekarang tinggal di sini. Jangan sampai kamu berpikir untuk kabur dari rumah ini!” ancam Kiano yang membuat Danilla mengurungkan niatnya untuk kabur. Ia melihat banyak cctv tiap ruangan, bahkan di sekitar halaman rumah. Di luar kamarnya juga ada seorang penjaga yang memiliki otot besar-besar seperti tukang jago pukul.

            Danilla pun masuk ke dalam kamar, lalu Kiano meninggalkannya sendirian di dalam kamar mewah yang seperti milik artis-artis Hollywood papan atas. Atau seperti kamar-kamar yang diilustrasikan dalam sebuah novel-novel bertema CEO.

            “Apa aku cuman halu bisa tinggal di rumah kediaman seorang CEO?” lirih Danilla yang duduk di tepi ranjang kamar.

            “Saya akan tunggu kamu buat makan malam di bawah,” ujar Kiano dengan nada datar.

            “Apa dia selalu bersikap seformal itu. Pria ini sungguh ngebosenin banget! Kayak nggak punya ekspresi. Sikapnya kayak orang kurang piknik aja!” batin Danilla. “Pria seperti ini menjadi idaman di kantor. Astaga! Nggak banget!” sambungnya seraya menggeleng-geleng kepala saja. Apalagi, sahabatnya yang tergila-gila dengan mantan bosnya.

            “Danilla Anatasya, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya yang lagi-lagi dengan nada datar. Bahkan, wajahnya juga sangat datar.

            “Ya,” jawab Danilla dengan malas.

            “Saya akan tunggu kamu makan malam. Suka atau tidak kamu harus makan. Saya tidak ingin kamu kenapa-kenapa,” ujar Kiano yang terlihat posesif terhadap Danilla. Padahal dia hanya seorang mantan karyawannya.

            “Untuk apa bapak peduli dengan keadaan saya. Emang bapak siapa?” tanya Danilla.

            Kiano hanya diam, lalu meninggal Danilla tanpa balasan sebuah kata.

            “Sial! Kenapa dia tidak menjawab pertanyaanku?” dengus Danilla, lalu merebahkan tubuhnya di atas sebuah ranjang king size yang sangat empuk sekali. “Sumpah nyaman banget kalau tidur di kasur orang kaya. Nggak seperti di kos an. Etss, tapi aku harus pergi dari sini secepatnya tanpa diketahui oleh Pak Kiano berserta orang di sekitarnya.

            Danilla pun berpikir keras mencari bagaimana caranya bisa keluar dari rumah milik Kiano yang terlihat begitu banyak mata yang mengawasi.

            “Apa aku akan terjebak di sini selamanya?” pikir Danilla yang mendadak perutnya mulai bergejolak. “Sial, kenapa ini perut?”

            Danilla pun harus bisa menahan lapar. Ia tidak ingin mengikuti makan malam di bawah bersama dengan pria yang membawanya secara paksa tanpa alasan.

            “Aku harus bagaimana?”

            *

            Di lantai bawah, semua hidangan mewah telah disiapkan oleh pelayan di bagian dapur. Kiano sudah turun dan duduk di bangku meja makan.

            “Panggil nona Danilla buat makan ke bawah!” perintah Kiano terhadap salah satu pelayannya.

            “Baik tuan,” sahut pelayan di ujung sana.

            Kiano pun menunggu Danilla yang tidak kunjung turun dari lantai dua. Ia pun terpaksa untuk naik ke lantai dua menjemputnya.

            “Tenang Kiano. kamu nggak boleh emosi. Ini demi kebaikan semua.”

            Danilla masih saja keras kepala menolak untuk makan malam. Ia bahkan memilih untuk tidur.

            “Bagaimana? Apa kamu berhasil?” tanya Kiano ke Pelayan wanita yang terlihat sangat gugup.

            Pelayan itu hanya mengelengkan kepalanya sekali.

            “Saya pecat kamu sekarang!”

            “Pak, saya…”

            “Pergi kamu dari hadapan saya!”

            Wanita muda itu pun berlinang air mata. Danilla merasa bersalah telah membuat pelayan itu dipecat. Lalu, dia pun keluar dari kamar.

            “Apa masalah sekecil itu, anda melakukan tindakan main pecat saja?” tatapan sinis Danilla.

            “Ini adalah keputusan saya!”

            “Sikap anda itu keterlaluan!”

            “Keterlaluan?” ulangnya.

            “Ya!” bentak Danilla.

            “Dia dipecat karena tidak bisa kerja,” ucapnya dengan nada sangat datar.

            Danilla pun menatapnya dengan kilah mata tajam. “Oh …. jadi ini sikap orang kaya yang tidak pernah bisa melihat! Bagaimana kalau bapak jadi pelayan itu yang mendadak dipecat karena masalah sepeleh? Bisa saja pelayan itu memiliki keluarga yang membutuhkan uang untuk menyambung hidup? Tapi, saya bisa tebak dengan sikap bapak yang nggak pernah bisa merasakan di mana sebuah titik itu!”

            “Kamu nggak usah ceramahi saya!”

            “Saya bilang sekali lagi, kalau saya muak dengan sikap bapak. Karena, bapak sama orang tua bapak sama-sama tidak punya hati!” kedua mata Danilla melotot. Ia menekan semua kata dalam kalimatnya.

            “Itu semua karena kamu!”

            “Kenapa bapak malah salahin saya? Yang mecat itu kan bapak?!” protes Danilla.

            “Kalau saja kamu mau menuruti perintah saya untuk segera makan malam, maka saya tidak akan melakukan itu.”

            “Terserah bapak! Itu hak bapak main pecat-pecat pelayan bapak! Saya di sini tidak ada hak,” Danilla pun menutup pintu kamarnya dengan keras hingga terdengar suara BRAK.

*

Riska Vianka

Selamat membaca.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status