Share

Naik - Turun

“Kamu sekarang keliatan kayak gembel yang baru ketemu sama makanan tau enggak.” Maira meneguk air di dalam gelasnya sebentar sebelum menjawab kalimat sarkas yang di berikan oleh Pandu.

“Saya memang baru ketemu sama makanan kok, walau bukan gembel. Tapi mantan gembel.” Lagi, maira menyendokan mie aneh yang ternyata rasanya sangat enak di lidah perempuan desa itu.

“Lagian ya pak, saya enggak akan makan kayak gini kalau bapak enggak ngabisin makanan di rumah saya.”

Pandu pura-pura tidak mendengar gerutuan Maira, laki-laki itu memilih memainkan ponselnya yang sebenarnya sama sekali tidak menarik untuk di lihat. Pandu memang sedikit kalap saat di rumah Maira tadi, niatnya hanya sekedar menuntaskan rasa penasaran dengan masakan Maira yang kelihatan sangat aneh di matanya. Sayangnya cita rasa dari masakan yang belum pernah di cobanya itu membuat Pandu sedikit kehilangan kendali, akhirnya tanpa sadar Pandu menghabiskan seluruh sisa nasi dan lauk yang masih ada di meja makan. Sekaligus, makanan di piring istrinya yang sama sekali belum perempuan itu sentuh.

“Ini mie apa sih pak namanya? Aneh tapi enak ternyata.”

“Spageti.” Maira mengangguk-anggukkan kepala beberapa kali, menyimpan nama makanan itu dengan baik di dalam kepalanya.

“Udah?”

“Hmm”

“Kalau gitu ayo, kita masih perlu cari ponsel untuk kamu.” Maira bergegas mengikuti Pandu yang sudah berjalan lebih dulu di hadapannya, langkah laki-laki setinggi 175 cm itu cepat. Maira yang tingginya tidak lebih dari 150 cm sedikit kesulitan mengikutinya, terlebih ke adaan mall yang mereka datangi cukup ramai hari ini.

“Lama banget sih kamu!”

“Bapak yang jalannya kecepan! Aduh, maaf mas.” Maira tidak sengaja menabrak seseorang yang mendengus melihat penampilannya. Istri ke dua Pandu itu memang hanya mengenakan atasan blouse bunga-bunga yang kelihatan sangat ketinggalan zaman, juga bawahan sebuah rok dengan motif yang sama seperti blousenya.

 “Ck, sini!” Pandu yang kesal mengulurkan tangan, yang langsung di raih oleh Maira dengan wajah cemberut.

“Abis beli ponsel kita belanja.”

“Bapak mau belanja?”

“Bukan saya, tapi kamu.”

“Bapak mau belanjaain saya? beneran?”

“Hmmm.” Pandu mendengus, begitu wajah Maira tidak lagi tertekuk masam. Pandu diam-diam memperhatikan perempuan yang sekarang dengan riang memeluk lengannya itu dari atas sampai bawah. Penampilan Maira memang sangat merusak mata karena motif dan warna pakaiannya terlalu mencolok.

“Kamu mau ponsel yang kayak gimana?”

“Eng, yang enggak ada tombolnya.”

“Enggak ada tombolnya?”

“Iya, kayak punyanya Sari pak.”

“Sari siapa?”

“Itu loh, anaknya kepala desa di kampung saya.” Pandu memijat pelipisnya pelan, pusing sekali rasanya laki-laki itu meladeni tingkah Maira.

“Jadi, ponselnya Sari itu yang kayak gimana?”

“Yang enggak ada tombolnya pak, tapi layarnya bisa nyala. Bagus.” Pandu nyaris menyerah, laki-laki itu sudah akan kembali menyeret Maira pulang, beruntungnya petugas yang menemani mereka sepertinya mengerti apa keinginan istri rahasianya itu.

“Yang seperti ini bukan kak?”

“Wah iya! Eh, tapi kok ada yang beda ya. punya Sari enggak ada tempelan buahnya.” Pandu memasang wajah datar mendengar komentar ajaib Maira, sedangkan petugas yang menemani mereka hanya memberikan cengiran canggung.

“Ini berarti lebih bagus dari punya temen kakak.”

“Iya?”

“Jadi mau apa enggak?” Pandu menyela.

“Mau!”

Pandu mengangguk, kemudian mengikuti petugas untuk menyelesaikan pembayaran. Maira benar-benar membuat emosi Pandu naik turun, tapi sepertinya perempuan itu tidak menyadarinya karena sekarang Maira tanpa merasa bersalah tersenyum bahagia di hadapan petugas yang sedang menjelaskan cara menggunakan ponsel barunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status