Pada saat dia sampai di tempat yang menjadi sarang monster singa, Barata melihat makhluk itu sedang tertidur pulas. Ada rasa ingin kabur, dan meninggalkan tempat tersebut. Namun, dia juga tidak menampik jika dia ingin menguji kekuatannya dan mencari tahu seberapa jauh perbedaan antara dirinya saat ini dengan beberapa waktu lalu.
Barata bergegas meninggalkan posisinya. Ia berlari menuju ke sebuah pohon, lantas dia bersembunyi di balik pohon itu sambil memperhatikan monster singa tersebut.
Dia tidak tahu akankah ini berhasil atau tidak. Namun, dia tetap menatap monster itu dengan mata yang tajam. Perlahan, dia mengedarkan energi yang ada di dalam Pusaka Kalimedeni, dan mengarahkannya tepat ke arah monster tersebut.
Setelah itu, Barata mendekatinya. Langkah kakinya begitu hening, tak ada suara. Tangannya menggenggam kuat-kuat Pusaka Kalimedeni, dan tubuhnya terselimuti energi yang berasal dari pusaka itu.
Barata mendekati monster itu. Setelah ia berada sangat dekat dengan monster singa tersebut, pria itu segera menggerakkan pusaka di tangannya dengan cepat. Dia mengarahkannya ke leher monster itu.
Saat dia menebaskan pusaka itu, dia merasakan ada pergerakan dari monster itu. Alhasil, serangannya tak mengenai leher monster itu melainkan melukai matanya.
“Sial!! Bagaimana bisa seperti ini? Apakah ilusinya tidak bekerja? Dia pasti akan bangun,” gumam Barata.
Setelah melukai monster singa itu, dia benar-benar khawatir dengan respon yang akan monster itu berikan. Secepat mungkin, dia mengedarkan energi yang ada di dalam pusakanya. Kali ini, dia melepaskan lebih banyak energi.
Barata hanya bisa berharap cemas ketika melakukannya. Dia tidak tahu apakah efek dari penggunaan energi akan berhasil atau tidak. Barata tidak hanya diam saja. Dia segera melesat mundur, membuat jarak antara dirinya dengan monster itu.
Dia sama sekali tidak ragu untuk lari. Dia tahu seberapa mengerikan monster di hadapannya ini. Namun, saat dia akan lari, dia tak melihat adanya satu gerakan pun dari monster itu.
“Apa yang terjadi? Tunggu, mungkinkah ilusi itu memberikan efek? Baguslah kalau begitu, aku bisa sedikit bernafas lega. Tapi, harga yang harus aku bayar terlalu besar. Sial!" Tetesan keringat membasahi tubuhnya, dan Barata terlihat kelelahan.
Barata tidak tahu kalau mengendalikan energi yang berasal dari pusaka itu akan sangat menguras staminanya yang kemudian membuat ia lelah. Oleh karena itu, Barata pun segera memutuskan untuk menghabisi monster itu secepat mungkin. Dia lari ke arah monster itu sembari mengayunkan pusaka itu kuat-kuat.
Barata tak mengharapkan apapun dalam serangan ini. Dia hanya menyerang monster itu dengan cepat, secepat yang bisa ia lakukan. Keringat tak henti-hentinya menetes dari dahinya, saat dia menyerang monster itu.
Dia mengincar tempat yang sama dengan bagian tubuh monster yang sudah ia lukai. Dia mengincar mata kiri monster itu. Barata tidak menahan kekuatannya. Ia mengerahkan semua kekuatan yang ia miliki tanpa memedulikan apakah itu akan membuahkan hasil atau tidak.
Beruntungnya, monster itu tak kunjung juga bangun. Meski menguntungkan, hal ini juga membuat Barata bertanya-tanya. Mengapa monster itu tidak kunjung bangun? Seharusnya dengan luka semacam itu, monster tersebut masih bisa bangun.
Pusaka di tangannya tak pernah berhenti berayun, dan Barata membuat luka yang cukup banyak di sekitar mata kiri monster itu. Pada saat ini, dia sangat bersemangat. Dia sama sekali tidak menyangka jika pusaka ini akan mampu memberikan luka yang cukup dalam, berbeda dengan senjata yang awalnya dia gunakan. Dengan begini, dia semakin yakin jika dia memiliki kesempatan untuk menghabisinya.
Ketika mata kiri monster itu terluka, monster itu langsung mengaung dengan kerasnya. Begitu auman monster itu terdengar, Barata terpukul mundur, dan menabrak sebuah pohon hingga menghancurkannya, lantas dia memuntahkan darah.
Mata Barata memerah. Dia menahan rasa sakit yang menghajar sekujur tubuhnya saat dia menghantam pohon itu. Tak lama kemudian, dia melihat monster itu yang menatapnya marah. Monster singa itu segera melesat ke arahnya sembari mengayunkan tangan untuk mencakar Barata..
Barata menghindar ke samping. Dia kemudian melihat tempat sebelumnya dimana posisinya berada. Pohon yang hancur tadi berubah menjadi potongan-potongan kecil sebab serangan dan juga kekuatan monster singa.
Barata menelan ludahnya. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika serangan itu menghantam tubuhnya. Mungkin, dialah yang akan menggantikan posisi pohon itu.
Monster itu mengukur lawannya kembali sebelum bergegas maju dan melawannya. Barata tak merasa takut. Dia melihat sebuah celah, dan merasa bisa mengambil keuntungan, sehingga dia segera menyerangnya dari sisi kiri.
Setelah kehilangan mata kirinya, daya serang monster itu menurun, dan serangannya menjadi tidak terlalu berbahaya. Barata memanfaatkan momen ini, dan dia mengeksploitasi semuanya. Dia tak kenal lelah saat mengayunkan pusaka di tangannya tanpa henti.
Walau sesekali dia diseruduk oleh monster itu dan terpukul mundur, Barata sama sekali tidak ragu untuk menyerang monster itu kembali.
Pertarungannya dengan Monster Singa semakin sengit. Darah mengalir keluar dari mulutnya. Luka yang tumpang tindih di dalam tubuhnya mulai menunjukkan efeknya. Meski begitu, Barata terlihat masih memiliki aura yang kuat.
Barata mencoba mengendalikan energi yang ada di dalam pusaka itu. Dia membutuhkan cukup banyak tenaga untuk mengendalikan energi itu. Ia lantas kemudian mengayunkan pusaka itu dalam sebuah pola berbentuk segitiga.
Barata menekan pola itu, dan melemparkannya ke arah monster singa tersebut. Dia sama sekali tidak ragu untuk melesat maju setelah mengirimnya. Pola itu menjadi sebuah ilusi ombak laut yang mengincar monster itu.
Serangan ini hanyalah ilusi tanpa ada kekuatan untuk melukai monster itu yang hanya memiliki efek untuk membuatnya bingung. Oleh sebab itu, Barata bergegas mengikuti serangan tersebut dengan mengayunkan pusaka di tangannya.
Kali ini, Barata mengincar mata kanan monster singa, dan tidak mengincar titik vital lainnya. Sulit untuk membunuh monster dalam satu serangan. Oleh karena itu, dia mengincar salah satu titik yang paling vital, yakni mata. Begitu dia sampai di depan monster itu, dia langsung menancapkan belati itu kuat-kuat hingga monster itu terguncang, lalu menggoyang-goyangkan badannya.
“Argh!!! Mati kau!!!” teriak Barata ketika dia menekan pusaka di tangannya dalam-dalam. Dia berusaha mempertahankan posisinya. Guncangan yang dilakukan monster itu terlalu besar, dan dia merasa sekujur tubuhnya terasa nyeri serta kaku.
Setelah guncangan itu melemah, Barata menarik keluar pusaka itu. Lantas Barata menusukkan belatinya ke dahi monster itu, tepatnya ke tanduk yang sudah patah. Dia menekannya kuat-kuat. Ia merasa tubuhnya ikut menjadi kaku seperti yang terjadi pada monster itu.
“Argh!!!” Entah karena apa, Barata ikut ambruk saat monster itu juga ambruk. Tak lama saat keduanya ambruk, monster itu mengeluarkan cahaya yang cukup terang, dan pusaka di tangan Barata menarik paksa cahaya itu.
Terlihat pusaka di tangan Barata menarik cahaya itu, dan mengubah cahaya itu menjadi energinya secara paksa. Ketika semua kejadian itu terjadi, Barata terlalu lelah untuk memikirkannya. Dia hanya melihat seluruh kejadian dengan tatapan bingung.
Aura yang dikeluarkan Pusaka Kalimedeni meningkat tajam secara tiba-tiba. Tampak sedang mengalami perkembangan tertentu. Ketika cahaya berwarna biru keluar dari pusaka itu, cahaya itu mengalir menyelimuti Barata dan perlahan masuk ke dalam tubuhnya.
Barata terbaring lemah. Masuknya cahaya dari pusaka ke dalam tubuhnya sama sekali tidak ia duga. Sulit baginya untuk mengatakan apa yang tengah terjadi. Pada saat cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa mendapatkan kekuatan yang besar.Kekuatan itu membuat tubuhnya semakin kuat dan mempercepat proses penyembuhannya. Luka yang ia terima dari monster singa itu cukuplah parah. Bahunya mati rasa dan nafasnya memberat. Akan tetapi ketika cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa lebih baik, seolah-olah dia mendapatkan tubuh baru.Saat Barata bangkit untuk duduk pun dia mampu melakukannya. Padahal, dengan luka di tubuhnya, ia seharusnya sulit untuk duduk. Pandangan matanya tertuju pada pusaka di tangannya yang mengeluarkan aura sedikit lebih kuat daripada sebelumnya. Pancaran aura itu seperti menunjukkan jika kekuatannya telah bertambah. Barata terdiam, dia mencoba mencerna apa yang tengah terjadi, minimnya informasi yang ia miliki membuat Barata tidak tahu apa yang sedang t
Setelah melakukan pertapaan selama beberapa waktu, Barata tidak lagi merasa asing dengan energi yang ada di dalam pusaka. Di atas batu, Barata diselimuti aliran energi yang kuat, dan energi itu terus masuk ke dalam tubuhnya. Lantas dia mendapatkan kembali kekuatan yang dulunya menghilang. Pada saat itulah dia percaya jika energi itu merupakan tenaga dalam yang beberapa waktu lalu menghilang. Begitu ia mengonfirmasi hal itu, dia menjadi lebih paham akan kekuatan yang bisa ia gunakan. “Kekuatan ini terbagi menjadi tahapan tertentu. Ilusi yang aku gunakan sewaktu melawan monster singa itu merupakan tahapan kedua yang cukup kuat, tetapi bukan yang paling menakutkan. Tetap Hukuman Ilahi yang paling berbahaya dari keterampilan di pusaka ini. Tahap awal hanya bisa memengaruhi satu orang saja, sedangkan tahap kedua mampu memengaruhi area sekitarnya, tahap ketiga mampu digunakan untuk melukai lawan secara langsung, dan yang terakhir, itu yang paling mengerikan. Betapa kuasany
“Tuan Pendekar, namaku Bowo. Aku yang memimpin rombongan ini. Kami dari Desa Soman. Letaknya tidak jauh dari Lembah Iblis ini, Tuan Pendekar. Kami terpaksa masuk kemari karena tidak ada pilihan lain. Beberapa hari lalu, kami melihat sosok yang menakutkan. Dia tidak bisa dibunuh meskipun kami menusuknya dengan parang ataupun sabit. Dia tidak bisa mati, dan tak lama setelah itu, ada banyak dari mereka yang datang dan mengejar kami,” ucap Bowo—Kepala Desa Soman. Setelah itu, lelaki itu juga mulai menjelaskan apa yang dia temui. Monster dengan wujud seekor anjing, dan beberapa makhluk aneh lainnya serta sebuah bangunan yang tak pernah mereka lihat. Banyak korban berjatuhan ketika mereka meninggalkan desa. Awalnya, rombongan ini berjumlah ratusan orang. Akan tetapi, banyaknya orang dalam rombongan ini menarik perhatian entitas bernama Zombie. Jadi, mereka terpaksa berhadapan dengan puluhan makhluk itu. Rombongan yang awalnya berjumlah ratusan menurun secara drasti
Barata menggenggam kuat-kuat parang di tangannya. Dia melihat gerakan setiap lawannya dengan tatapan hati-hati. Belasan Zombie mendekatinya, dan ia segera mengubah gerakannya. Dia meninggalkan posisinya dengan cepat, lalu mengayunkan parangnya. Saat ketiga penduduk biasa yang dia bawa melihat gerakannya, ketiga penduduk itu melihat Barata seperti bergerak dari dua arah yang berbeda seolah-olah tubuhnya terbagi menjadi dua, menyerang para zombie dari dua sisi. Beberapa Zombie yang bergerak ke arah Barata, dan mencoba menggapainya. Zombie-Zombie itu tertebas, tapi mereka tidak mati. Para Zombie itu terus bergerak meskipun mereka memiliki tubuh yang terbelah, dan lagi meski tanpa kaki ataupun tangan sekalipun. Mereka masih terus mengejar Barata. Wajah zombie-zombie itu menunjukkan tampilan kengerian dan terdistorsi karena rasa sakit. Hal itu membuat para penduduk yang mengikuti Barata bergidik ngeri. “Mereka tidak mati walaupun aku menebasnya? Tubuh mere
Setelah mencoba membujuk orang-orang yang bersembunyi, dan bujukannya membuahkan hasil. Barata mendapati lonjakan kekuatan di mana sebelumnya dia hanya bersama tiga orang saja, kini bertambah menjadi belasan orang. Saat melihat mereka, Barata tak terlalu bersemangat. Dia tahu arti akan bertambahnya orang-orang ini di mana dia akan lebih sibuk lagi. Tentunya setelah dia melihat orang-orang ini, dia tidak membiarkan mereka diam saja. Barata segera membagi tugas untuk mereka. Dia memerintahkan mereka untuk mengambil segala sesuatu yang bisa digunakan, yakni benda-benda yang terbuat dari besi ataupun baja, gerobak, bahan pangan, pakaian, dan juga perabotan. Ketika Barata memerintahkan mereka untuk mencari benda-benda itu, Barata pergi untuk memantau area sekitarnya. Tidak mungkin baginya untuk diam saja. Barata mengamati area sekitarnya. Beberapa rumah yang terlihat usang pun dia masuki, sedangkan mereka yang mendapatkan tugas mengambil sumber daya hanya
Barata menciptakan sebuah ilusi di mana ada sebuah suara yang kuat menghantam tanah di salah satu titik di sekitar zombie-zombie yang pada akhirnya menuntun zombie-zombie itu ke titik suara itu.Selain itu, dia juga tidak melupakan keberadaan monster anjing dengan api di kepalanya, dia memperhatikan mereka yang mencoba untuk mendekatinya. Barata tak terlalu memikirkan para zombie itu karena mereka bukanlah bahaya yang mengancam, melainkan monster anjing inilah yang membuat dia merasakan ancaman nyata.Barata mendekati monster itu dengan belati di tangannya, dia mengambil sikap bertahan yang juga dapat melancarkan serangan balik. Barata mengawasi pergerakan monster anjing yang berlari ke arahnya.“Ilusi suara itu tidak memberikan efek apapun pada monster anjing itu ... ini sedikit menyebalkan, aku tidak bisa mengubahnya. Tak apa, zombie-zombie itu tidak akan terlalu membahayakan dan membatasi ruang gerakku. Aku hanya perlu menghabisi monster-monster anjing
Ada sebuah tekanan yang besar layaknya sebuah gunung menghantam Barata. Dia merasa seperti sedang menahan sesuatu yang sangat berat di kedua pundaknya yang juga memaksanya untuk tunduk.“Ugh!!!”Tanpa Barata sadari ia mengeluarkan suara yang tak biasa. Tekanan itu datang secara tiba-tiba, dan mengejutkan dirinya di saat ia baru saja membuka pintu. Barata segera berbalik, dan gerakannya masihlah cepat walau dia berada dalam kondisi buruk.“Sensitivitas monster ini jauh di atas mereka yang aku lawan tadi. Sial!!! Aku terlalu ceroboh. Seharusnya aku menghabisinya sebelum membuka pintu ini.”Barata masih menggenggam parang di tangannya kuat-kuat. Dia bergerak menyamping menghindari injakan kaki monster itu. Barata memutar tubuhnya saat dia melangkah ke samping sembari menebaskan parang di tangannya.Tidak ada waktu baginya untuk berpikir mengelak lagi. Barata tahu kalau monster ini tid
Ada sebuah tekanan besar layaknya sebuah gunung tengah menghantam Barata. Dia merasa seperti sedang menahan sesuatu yang sangat berat di kedua pundaknya yang juga memaksanya untuk tunduk.“Ugh …."Tanpa Barata sadari, ia mengeluarkan suara yang tak biasa. Tekanan itu datang secara tiba-tiba, dan mengejutkan dirinya di saat ia baru saja membuka pintu. Barata segera berbalik. Gerakannya masihlah cepat walau dia berada dalam kondisi buruk.“Sensitivitas monster ini jauh diatas mereka yang aku lawan tadi. Sial! Aku terlalu ceroboh. Seharusnya aku menghabisinya sebelum membuka pintu ini.”Barata masih menggenggam parang di tangannya kuat-kuat. Dia bergerak menyamping menghindari injakan kaki monster itu. Barata memutar tubuhnya saat dia melangkah ke samping sembari menebaskan parang di tangannya.Tidak ada waktu lagi baginya berpikir untuk mengelak. Barata tahu kalau monster ini tidak ak