“Apa kamu sudah tidur?”
Suara Nohan yang berat seperti suara khas pria terdengar merdu di telinga Lani.
“Aku mau tidur, apa sudah selesai dengan pekerjaanmu?”
“Belum, sekarang kami sedang beristirahat,”
“Oooh.. Kalau begitu seharusnya kamu beristirahat,”
“Ya, aku sedang melakukannya sekarang. Berbicara denganmu membuat rasa lelahku hilang,”
Rasanya cukup menyenangkan, bibir Lani sedikit tertarik ke atas mendengarnya. Namun Ia tahu itu pastilah kebohongan. Tak mungkin Nohan tidak tahu kalau Lani yang menyebabkan kesulitan. Ia selama ini memata-matai Nohan untuk memenuhi ambisi Ayahnya.
Ia teringat dengan Ibunya dalam mimpi ketika di perpustakaan. Ibunya berkata kalau Ia dimanfaatkan... Sekarang Ia merasa takut kalau ucapan ibunya benar.
“Halo... Lan? Apa kamu sudah tidur?” Nohan bertanya karena Lani terdiam cukup lama.
“Bagaimana dengan kakakmu? Apa dia juga kamu beritahu rencanamu ini?”“Tidak, dia tidak peduli kalau itu tak menyangkut dirinya”Rupanya punya kakak atau tidak pun tak ada bedanya ya, pikir Lani.“Oh iya, kita besok ada jadwal kuliah ya?”“Ya,”“Katanya ada kafe baru di depan universitas, mau ke sana sehabis kelas?”“Baiklah,”Lim berjalan dari balkon menuju ruang tamu kecil di apartemennya Lani. “Blacky tertidur, mungkin karena panas dia jadi tiduran dilantai, padahal sudah aku bawakan tempat tidur di dekatnya. Kalungnya juga telah aku pakaikan. Cocok sekali!”“Terima kasih, kamu yakin uangya tak perlu aku ganti? Kamu membeli banyak barang loh,”Dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya, Lim berkata “Tak perluuu, kan sudah aku bilang kalau Blacky itu seperti anakku sendiri,”“Kalau kamu mau ka
Lim hanya tersenyum nanar, “Biasa, ayahku memukuliku lagi,” katanya dengan enteng sambil menyendokkan dessert ke mulutnya. Seolah itu adalah hal yang ringan.Lani merasa nafsu makannya hilang.“Kali ini kenapa lagi?”Terdengan suara helaan napas yang dalam dari Lim “Aku membatalkan pertunangan kemarin lusa, jadi orangtuaku marah.”Perkataan Lim cukup mengejutkan Lani“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lani dengan nada khawatir. Sejenak kemudian dia merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Lim tak baik-baik saja. Dia habis dipukuli ayahnya!“Maaf.. maksudku... aku tahu kamu pasti sedang tidak baik-baik saja,”Lim tersenyum kecut “Haha.. santai saja. Rasanya memang tidak menyenangkan, tapi disisi lain aku merasa sedikit bebas. Ini pertama kalinya aku memutuskan sesuatu sendiri... maksudku, membatalkan pertunangan..”Lim melihat jam “Sudah jam sebelas, lebih b
“Ahh.. yaa, tidak masalah... jangan minta maaf, kamu tidak bersalah sama sekali,”Lani merasa atmosfir disekitar mereka menjadi berat. Ia menjadi berpikir keras, karena Lim tiba-tiba berterima kasih dan meminta maaf.“Oh iya Lan, kemarin aku bertemu Alec.”Perkataan Lim membuat mata Lani melebar,“Lalu..?” tanya Lani ragu-ragu.Lim melirik sebentar ke arah Lani yang berjalan di sampingnya.“Dia yang membunuh Blacky”Kali ini Lani benar-benar kaget. Dia seketika menghentikan langkahnya “APA?!”“Dia memang sengaja membunuh kucingmu, karena itu niatnya sejak awal. Laki-laki gila,”“Tidak mungkin! Kalau dia yang membunuh kenapa dia memberitahuku kalau kucingku mati keracunan? Dia juga memberitahuku dimana kuburan Blacky...?”Lim menatap Lani serius “Lan... jujur saja, aku merasa kasihan denganmu. Aku tahu Alec menyukaimu. Tapi di
“Ahhh...”Lani melihat pada Alec yang merintih kesakitan. Wajah Alec yang semula halus dan rupawan menjadi penuh lebam dan berdarah. Ia segera membawa Alec ke klinik universitas untuk mendapat pertolongan.Setelah diobati oleh perawat di sana, Lani mengajak Alec untuk berbincang.“Jadi, jelaskan padaku apa yang terjadi.”Alec membuang muka dengan sesekali meringis kesakitan sambil memegangi wajahnya.“Kalau aku bilang, apa kamu akan percaya padaku?”“Tentu, katakan saja.”Alec terlihat senang. Ia mulai memutar otak untuk memilih kata-kata dalam bercerita.“Oke, kalau begitu, dengarkan dengan baik...”Alec menundukkan kepalanya dan kemudian berbicara“Sebenarnya, tadi aku sempat berdebat dengan Nohan. Ia tiba-tiba datang untuk menjemputmu katanya. Aku sudah bilang kalau aku yang menjeputmu, tapi dia tidak mau mengalah. Jujur saja, aku tidak ingin dia
Hari itu langit tampak abu-abu. Warna langit yang biru mulai tertutup mendung. Lani melihat pohon tua yang sudah tidak berdaun dan hanya menyisakan ranting itu dengan perasaan sendu. Akankah pohon itu masih mau bertahan hidup? tanyanya dalam hati. Lani Lalu melihat ke depan dan menatap makam didepannya dengan tatapan kosong. "Apa kabar ibu ? Apa kamu bahagia sekarang ?" Dia diam beberapa menit. Tidak ada jawaban. "Aku membawakan bunga kesukaanmu, hortensia warna biru." Lani berjongkok dan menaruh bunga di atas makam yang penuh dengan rumput hijau itu. "Ibu kamu tahu.. sekarang aku sudah masuk kuliah. Aku masuk di jurusan kedokteran......Aku tidak bisa menjengukmu sebulan sekali sekarang. Aku harap ibu mengerti, karena aku akan kuliah di Singapura" Lani diam sejenak, lalu melanjutkan "Harusnya ibu tidak masalah, iya kan?" Raut muka Lani mulai terlihat sedih. Matanya memanas. "Ibu sendiri yang ingin mati. Meninggalkan aku..
Sopir taksi itu melanjutkan "Saya tidak paham sampai saya menjalani sebulan kehidupan setelah memiliki bayi. Istri saya yang tadinya berkarakter ceria, menjadi sering melamum dan sering bersedih. Saya akhirnya memberanikan diri untuk mengajaknya ke psikiater, tapi dia malah memusuhi saya, dia bilang saya menganggapnya gila dan sebagainya. Sulit sekali pokoknya"Supir itu mengambil napas sejenak. Mobil berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Terlihat beberapa sepeda motor berjejer di samping mobil yang Lani kendarai. Ada seorang pengendara sepeda motor yang membawa gerobak di belakangnya."Lalu ketika akhirnya istri saya mau diajak ke psikiater, ternyata dia didiagnosa mengalami depresi pasca melahirkan. Kata psikiater waktu itu, keputusan saya untuk fokus mengurus rumah tangga sangat tepat. Disitulah, saya sangat berterimakasih pada ayah anda. Akhirnya setelah beberapa minggu, istri saya perlahan keadaannya membaik, dia jarang melamun dan makan
Pagi itu Lani terbangun. Dia membuka mata dan mengerjap beberapa kali, rasanya tidak segar sama sekali walau habis tidur. Lani masih merasa capek dan rasanya ingin tidur kembali, tapi itu tidak mungkin karena dia ada jadwal kuliah jam 10 pagi. Lani lalu bersiap-siap dan memasukkan jas labnya ke dalam tas. Sebelum berangkat dia mengaca dahulu. Hari itu dia memakai kaos hitam dan bawahan jeans yang dia beli dari mall kemarin, dan menggunakan sneakers bututnya. Rambutnya yang hitam dia gerai dan tidak lupa dia membawa tali rambut yang dia gunakan sebagai gelang di tangannya. Untuk tidak terlihat pucat, dia memakai lipstik berwarna coral, dan sunscreen. Selebihnya dia tidak menggunakan makeup, atau parfum. Wajah cantik ibunya menurun kepada Lani. Sehingga walau diberikan sedikit sentuhan makeup berupa lipstik, dia tetap terlihat cantik. Hanya saja ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan nampak tidak memiliki semangat. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tata
Tangannya menepuk dadanya pelan. "Tenang.. tenang... Jangan sakit" Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk. Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri. Lani menghela napas lega. Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani. "Kamu Lani, kan?" Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup