Sopir taksi itu melanjutkan "Saya tidak paham sampai saya menjalani sebulan kehidupan setelah memiliki bayi. Istri saya yang tadinya berkarakter ceria, menjadi sering melamum dan sering bersedih. Saya akhirnya memberanikan diri untuk mengajaknya ke psikiater, tapi dia malah memusuhi saya, dia bilang saya menganggapnya gila dan sebagainya. Sulit sekali pokoknya"
Supir itu mengambil napas sejenak. Mobil berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Terlihat beberapa sepeda motor berjejer di samping mobil yang Lani kendarai. Ada seorang pengendara sepeda motor yang membawa gerobak di belakangnya.
"Lalu ketika akhirnya istri saya mau diajak ke psikiater, ternyata dia didiagnosa mengalami depresi pasca melahirkan. Kata psikiater waktu itu, keputusan saya untuk fokus mengurus rumah tangga sangat tepat. Disitulah, saya sangat berterimakasih pada ayah anda. Akhirnya setelah beberapa minggu, istri saya perlahan keadaannya membaik, dia jarang melamun dan makannya menjadi normal kembali. Saya mulai bekerja sambilan menjadi supir taksi online."
Lani tidak menyangka ternyata ayahnya memiliki sisi baik yang tidak dia ketahui. Tapi tetap saja, itu bukan ditunjukkan padanya. Mungkin ayahnya menjadi sosok pemimpin yang baik di perusahaan, tapi buruk ketika menjadi pemimpin dalam rumah tangga, fikirnya.
"Maaf, apa anda kekurangan uang sehingga bekerja menjadi supir taksi online ?" Tanya Lani dengan hati-hati, karena dia tahu bahwa sebagian orang memang mudah tersinggung jika ditanya masalah uang.
"Hahahaha.. tidak sama sekali, bahkan pesangon dari perusahaan masih utuh. Saya juga memiliki simpanan gaji. Ini saya lakukan untuk mengatasi kejenuhan saya saja. Lagipula saya hanya mengambil orderan saat subuh begini. Nanti pulangnya saya bisa membelikan istri saya sarapan"
Sopir taksi itu menjelaskan dengan nada yang ramah. Terlihat dia orang baik dengan fikiran yang sedang baik pula. Tidak sepertinya yang memiliki fikiran negatif hampir sepanjang waktu.
"Senang mendengarnya. Saya harap keluarga anda baik-baik saja"
Mobil telah sampai di tujuan, Lani segera turun dan membawa koper yang tidak terlalu berat dengan dijinjing.
"Sampaikan terimakasih saya pada ayah anda, semoga keluarga Pak Pradipa juga selalu bahagia" Supir taksi itu tersenyum tulus. Lani terpaksa harus mengiyakan
"Baik" Ucapnya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
Supir taksi itu lalu segera keluar meninggalkan area bandara.
Lani yang masih tersenyum lebar segera mengambil cermin dan melihat pantulan dirinya.
"Astaga, tampangku seperti kuda!" Ucapnya sambil mengamati sosoknya dalam cermin.
Lani langsung pergi ke tempat checkin, melakukan pemerikasaan, termasuk pemeriksaan imigrasi, dll. Setelah itu Lani menuju area gate dan menunggu pesawat boarding.Tidak menunggu lama, Lani akhirnya dapat duduk dengan tenang di pesawat.
Setelah sekitar dua jaman mengudara. Lani sampai di Bandara Changi Singapura. Tidak sempat untuk menikmati suasana, Lani segera menuju apartemennya. Dia merasa sangat lelah.
Sesampainya di luar gedung apartemen, dia segera menuju ke ruangan tempat pengurus apartemen tinggal setelah bertanya kepada petugas keamanan.
Di dalam ruangan itu nampak seorang perempuan muda dan koper disampingnya sedang duduk di sofa. Perempuan itu menoleh ke arah Lani ketika mengetahui kedatangannya. Perempuan itu tersenyum kepada Lani dengan cantiknya. Lani membalasnya dengan senyum simpul. Dia tidak tahu cara tersenyum seperti wanita cantik itu. Tidak Lama, seorang pemuda datang membawa setumpuk map dan bolpen. Dia melihat ada Lani, dan mempersilahkan Lani duduk.
Pemuda itu memberikan lembaran kertas berisi data diri dan bolpen pada Lani dan wanita cantik di sampingnya.
"Setelah kalian mengisi ini, kalian akan mendapatkan kartu untuk akses ke apartemen kalian"
Ucap laki-laki itu dengan ramah. Laki-laki itu masih muda dan cukup tampan. Berwajah seperti etnis tionghoa, namun warna kulitnya seperti orang melayu dan rambutnya pirang hasil pengecatan.
Setelah selesai mengisi, Lani menyerahkan lembaran kertas itu dan menerima sebuah kartu berwarna hitam. Dia mengucapkan terimakasih dan segera keluar ruangan.
Lani segera menuju lantai sembilan dan menelusuri lorong apartemen itu hingga berada di depan kamar apartemennya. Dia segera memasukinya dan menaruh semua barang bawaannya di atas lantai.
Sebelum dia sempat memasuki ruangan apartemen, dia berencana untuk mengganti sandi dan mendaftarkan sidik jarinya pada kunci otomatis apartemen itu. Setelah selesai, dia merebahkan diri sejenak di atas kasur.
Dia mengamati langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Beberapa menit kemudian Lani terlelap.
Lani bermimpi sedang berada ditengah bukit yang dipenuhi rumput. Angin sepoi-sepoi membawa bau hujan yang teramat khas. Dia mengamati sekitar. Ada hamparan bunga di bawah bukit. Di dekat dia berdiri ada sebuah pohon tua yang tidak berdaun menunjukkan ranting-rantingnya. Dia mendongak ke atas dan melihat langit biru yang teramat luas.
Lambat laun dia mendengar suara jangkrik dan kodok yang berbunyi. Dia pernah mendengar suara ini, namun seberapa keras dia mencoba, tetap saja dia tidak mampu untuk mengingatnya. Sambil tetap berdiri, Lani memejamkan matanya, mendengarkan suara hewan-hewan berbunyi seperti melodi dari alam dan membiarkan angin sepoi-sepoi menerpanya. Bau hujan berganti dengan bau tumbuhan pinus. Tumbuhan pinus memiliki bau yang khas, ada perpaduan antara bau manis, dan tajam yang menyegarkan. Lani menghirup dalam-dalam aroma itu. Namun mimpi itu samar-samar menghilang, karena ada bunyi bel apartemen yang mengganggunya.
Lani membuka mata dengan spontan. Perasaannya sedikit membaik karena mimpi itu. Lani melihat siapa yang datang, ternyata seorang perempuan paruh baya yang secara fisik seperti orang tionghoa.
Lani lalu mengaca sebentar, kebetulan didekat pintu ada sebuah standing mirror yang dekat dengan area penyimpanan sepatu. Lalu Lani membukakan pintu.
"Halo.. selamat siang" Sapa orang tua itu dengan ramah dan tersenyum.
Lani memberikan senyum terbaiknya, lebih tepatnya cengiran seperti kuda
"Selamat siang" jawab Lani
"Maaf kalau mengganggu waktumu" Ucap nenek itu dengan mengamati Lani dari atas ke bawah. Lani merasa sedikit tidak nyaman.
"Tak apa"
Nenek itu memberikan sebuah selebaran, yang ternyata isinya adalah peraturan untuk tinggal di apartemennya. Lani menerima selebaran itu, dan nenek itu berkata
"Nanti malam akan ada sejenis perayaan untuk menyambut penghuni baru di apartemen ini. Karena kebetulan apartemen ini mayoritas penghuninya adalah mahasiswa dari berbagai negara jadi kalian harus dekat satu sama lain, supaya kalau ada kesulitan dapat saling membantu. Pokoknya jangan lupa hadir yaa"
Setelah berkata seperti itu, nenek tersebut berbalik badan dan pergi meninggalkan Lani begitu saja. Lanipun segera masuk ke apartemennya.
Dia berjalan menuju kasurnya, dan melihat jam di tangan yang menunjukkan pukul tiga sore hari. Dia menaruh lembaran itu sekenanya di atas kasur, karena dia benar-benar tidak minat dengan acara yang melibatkan terlalu banyak orang seperti itu.
Dia mengamati apartemennya yang tidak terlalu luas tersebut. Kasur yang dia duduki terletak didekat tembok, dan salah satu ujungnya sangat dekat dengan jendela kaca yang tertutup gorden. Sedangkan ujung kasur yang satunya dekat dengan sebuah meja yang dilengkapi dengan sebuah kursi mungil didepannya. Setelah meja, ada sebuah sekat yang memberi batasan ruangannya sekarang dengan kamar mandi dan tempat sepatu didekat pintu.
Dia lalu menghadap kedepan. Di sana ada sebuah pembatas ruang dari anyaman rotan dan cukup tinggi namun tidak sampai atap. Ruangan di sana masih kosong, dan terdapat sebuah pot putih besar. Pot tersebut berada di pojok ruangan yang berdekatan langsung dengan sliding door kaca yang pinggirannya dilapisi oleh aluminium. Jika pintunya di buka, maka akan ada sebuah balkon yang cukup luas di sana.
Lani merasa sedikit puas dengan apartemennya. Setidaknya ia bisa beristirahat di tempat yang nyaman.
Hari berganti hari, pagi itu Lani tergopoh-gopoh berlari ke arah halte bus. Disana ada dua orang ibu-ibu, dan tiga orang remaja yang sedang menunggu bus. Si ibu yang satu berbaju kuning dan yang satu berbaju hijau tua. Lani merasa Ibu berbaju hijau tua mengamatinya dengan seksama dan tersenyum. Ketika diamati seperti itu, Lani merasa risih dan aneh. Ingin sekali dia menegur ibu-ibu itu supaya tidak perlu mengamati dirinya, tapi tidak dia lakukan karena dia ingin hidup damai.
Bus telah tiba, dan mengantarnya sampai depan kampus. Lani turun dan melihat sekitar.
Dia melihat ada beberapa mahasiswa yang berkumpul. Dia tidak tahu harus ke mana. Maka dia melihat lagi grup mahasiswa baru di ponselnya.
Hari ini ada acara kumpul, semacam pengenalan kampus kepada mahasiswa baru dan acara perkenalan. Sangat membuat Lani malas. Tapi dia ingin memulai hidup baru, jadi dia ingin mengakrabkan diri dengan orang lain.
Akhirnya dia menuju sebuah aula, yang telah didekorasi seperti sebuah tempat pesta. Di sana sudah berkumpul banyak mahasiswa. Dia mencari kelompoknya, dan menemukan di tengah aula.
"Halo, apakah ini mahasiswa baru jurusan kedokteran ?" Tanya Lani
"Ohh ya benar! " Jawab seorang perempuan berambut hitam
Lani menaruh tasnya di kursi dan duduk.
"Aku Isabel, siapa namamu ?" Ucap isabel dengan mengulurkan tangan.
Lani membalas dan menjabat tangan Isabel
"Aku Lani"
dan merekapun bercakap-cakap.
Beberapa senior menghampiri meja mereka, dan mencoba membuat suasan bersahabat. Para senior yang bernama Felix dan Akio mencoba membuat lelucon untuk juniornya. Namun tidak ada yang lucu bagi Lani. Entah kenapa dia tidak lagi merasa ingin tertawa jika mendengar lelucon. Mungkin karena lelucon seniornya saja yang tidak lucu. Akan tetapi pikiran itu terbantahkan ketika semua teman-teman lani menertawai lelucpn seniornya itu. Kini Lanipun ikut tertawa. Sumbang dan keras. Dia bekerja keras untuk tertawa supaya tidak terlihat aneh.
Felix memandang Lani karena mungkin suara tertawa Lani sangat keras, dan bertanya
"Siapa namamu ?"
"Lani Pradipa, kamu bisa memanggilku Lani" Ucap Lani sambil mengusap air mata di sudut matanya akibat terlalu keras tertawa.
"Sepertinya kamu orang yang humoris ya" Kata Felix
"Benarkah ?"
"Ya.. kamu bisa tertawa dengan keras"
"Ahh ituu.." Lani tidak bisa menjelaskan dan hanya menyunggingkan senyuman.
Lalu ada seorang perempuan berwajah Melayu menginterupsi grup, dia bilang kalau sudah waktunya makan siang. Akhirnya kelompok Lani diajak menuju kafetaria kampus untuk makan siang bersama. Menu siang itu adalah nasi kari dengan minuman sup, disertai puding mangga, buah melon, dan sekotak susu.
Kali itu Lani mengambil tempat duduk yang terpisah dari rombongan kelompoknya tadi. Dan berharap makan dengan tenang. Namun, seseorang menginterupsi Lani dan mengambil tempat duduk di depannya.
"Lani?" Tanyanya untuk memastikan
Lani mendongak melihat siapa yang datang. Seorang perempuan yang cukup cantik dengan kulit putih pucat.
"Iya benar.. silakan duduk" Ucap Lani dengan sopan.
"Perkenalkan aku Lim, sejurusan denganmu" Ucapnya dengan santai lalu melahap makanan didepannya. Lim makan dengan lahap.
"Makanannya enak sekali!"
Mendengar ucapan Lim, Lani segera mencicipi makanan di depannya. Lumayan pikirnya. Walau sebenarnya lebih hambar sedikit daripada masakan pembantu di rumahnya.
Lani tidak bisa makan banyak hari itu. Rasa lelahnya menutupi rasa lapar. Dia ingin sekali segera pergi dari tempat ramai seperti itu. Akhirnya dia bilang ke Lim kalau dia harus ke toilet.
Sesampai di toilet Lani segera mencari bilik yang kosong. Kebetulan bilik toilet terbuka semua, menandakan kalau semua kosong. Dan hanya ada dua orang yang sedang mencuci tangan di wastafel.
Lani segera masuk dan menutup toilet duduknya lalu terduduk lemas. Dia mengatur napasnya dan memijit keningnya sambil memejamkan mata.
"Ya tuhaan kapan acara ini selesai ?"
Dia melihat jam di tangannya untuk memastikan bahwa dia pergi ke toilet tidak terlalu lama.
Lani menyandarkan kepala di sekat toilet, dan mencoba untuk mengatur napasnya.
"Semangat Lani, kamu pasti bisa!" Ucapnya berulang-ulang untuk meyakinkan dirinya.
Ketika dia berdiri, dia merasa seolah pandangannya kabur. Lani segera memegang pintu toilet dan menyandarkan kepala sebentar untuk memastikan dia bisa berjalan normal. Setelah beberapa menit, dia keluar dari bilik toilet. Tak lupa sebelum keluar dia menekan flush supaya terlihat seperti habis buang air.
Setelah keluar dari toilet, dia segera pulang ke apartemennya.
Sepanjang menaiki bus, Lani hanya menyandarkan kepalanya di jendela bus. Kemudian setelah sampai di halte dekat apartemennya, dia turun dan duduk sebentar di halte itu. Kebetulan di halte itu hanya ada dirinya. Lani mengamati aspal yang terpapar panas dari sinar matahari siang itu yang nampak seperti mengeluarkan asap.
Tiba-tiba Lani merasakan lapar. Karena dia hanya mencicipi makanan di kampus, jadi rasa lapar menyergapnya sekarang. Dia berjalan menuju toserba di seberang jalan.
Disana dia membeli roti isi, roti tawar, selai, air mineral botol besar, beberapa mie instant, buah, dan onigiri tuna. Setelah memastikan tidak ada yang ingin dia beli lagi, Lani membawa barang belanjaannya ke kasir dan membayarnya.
"Apa kamu orang baru ?" Tanya ibu-ibu kasir
"Iya benar"
"Oooh.. kamu tinggal di apartemen apa?" Ibu kasir itu bertanya lagi, sambil terus menscan barang belanjaan Lani.
"Valley Hill" Jawab Lani singkat. Karena tubuhnya sudah cukup lemas sekarang.
"Tolong tambah obat maghnya ya" Pinta Lani
"Kamu sedang sakit magh? Kalu iya kamu sebaiknya makan bubur. Kebetulan di sini jual bubur daging yang enak. Sebaiknya kamu membeli itu dan makan sekarang"
Nada ibu itu itu tampak khawatir.
Lani hanya mengangguk pasrah. Keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya.
Dia mencari tempat duduk di toko itu. Kebetulan ada meja dan kursi memanjang yang terletak menghadap kaca.
Bubur yang tersaji di depannya mengepulkan uap panas.
Setelah meminum obat magh, dia memakan bubur di depannya dengan hening.
Pagi itu Lani terbangun. Dia membuka mata dan mengerjap beberapa kali, rasanya tidak segar sama sekali walau habis tidur. Lani masih merasa capek dan rasanya ingin tidur kembali, tapi itu tidak mungkin karena dia ada jadwal kuliah jam 10 pagi. Lani lalu bersiap-siap dan memasukkan jas labnya ke dalam tas. Sebelum berangkat dia mengaca dahulu. Hari itu dia memakai kaos hitam dan bawahan jeans yang dia beli dari mall kemarin, dan menggunakan sneakers bututnya. Rambutnya yang hitam dia gerai dan tidak lupa dia membawa tali rambut yang dia gunakan sebagai gelang di tangannya. Untuk tidak terlihat pucat, dia memakai lipstik berwarna coral, dan sunscreen. Selebihnya dia tidak menggunakan makeup, atau parfum. Wajah cantik ibunya menurun kepada Lani. Sehingga walau diberikan sedikit sentuhan makeup berupa lipstik, dia tetap terlihat cantik. Hanya saja ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan nampak tidak memiliki semangat. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tata
Tangannya menepuk dadanya pelan. "Tenang.. tenang... Jangan sakit" Lani menepuk dadanya dengan pelan sambil mencoba menenangkan diri, kemudian segera memasuki gedung apartemen yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga dan balon-balon yang meriah, serta ucapan selamat ulang tahun yang begitu besar melengkung di atas pintu masuk. Lani mengedarkan pandangan, dia melihat teman-temannya memakai pakaian semi-formal untuk laki-laki dan kebanyakan perempuan menggenakan dress. Jika bukan karena nenek pemilik apartemen, sudah dipastikan dia akan menjadi tontonan karena mempermalukan dirinya sendiri. Lani menghela napas lega. Seseorang dengan sepatu pantofel hitam mengkilat berjalan mendekati Lani. "Kamu Lani, kan?" Suara berat itu membuat Lani menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sosok laki-laki dengan tinggi sekitar lima cm di atasnya, memakai jas hitam, dan berambut hitam pekat dengan kacamata yang membingkai wajahnya yang cukup
"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani."Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan.Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira."Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri."Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya."Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok."Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit
Lani pantulan dirinya pada air di dalam gelas yang dia pegang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan laki-laki di depannya ini tidak kunjung ingin pergi."Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan lagi?"Tidak ada respon, Lani melihat laki-laki di depannya ini memandang meja di depannya. Pikirannya tampak berkenalan jauh."Permisi??"Lani mengibaskan tangan di depan wajah laki-laki itu."Sejujurnya tidak ada yang ingin aku katakan lagi, tapi aku ingin berada disini untuk sementara waktu"Apa laki-laki ini jatuh cinta padaku? tapi itu tidak mungkin. Aku bukan orang yang mudah menarik perhatian laki-laki."Sebenarnya agak aneh bertanya ini padamu, tapi aku penasaran.. Apa kamu tertarik denganku?"Nohan tidak menyangka gadis itu begitu terang-terangan bertanya hal seperti itu."Tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu sedang tertarik dengan seseorang atau tidak?"Lani memutar gelas di tangannya"Yah..
"Apa itu menyenangkan bisa ganti-ganti pasangan semudah itu?""Hmm.. awalnya ini terasa menyenangkan, seolah-olah aku diinginkan semua orang. Tapi, entah kenapa hubunganku terasa hambar""Aku berkencan, dan melakukan hal-hal romantis selayaknya pasangan muda lainnya, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa kalau hubunganku dengan mantan-mantanku itu bukan sesuatu yang aku cari selama ini"Lan dan Josua terdiam, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening."Aku baru mengetahui kalau sudah tersesat jauh dari tujuanku ketika berbincang denganmu di pestanya Lim"Tangan Josua meraih tangan Lani yang terletak di atas pangkuan Lani."Lan.. aku pikir kamu bisa menyelamatkan aku dari rasa tersesatku ini. Apa kamu mau menjadi pacarku?""Apa?""Kamu mau menjadi pacarku Lan? Aku janji akan memutuskan hubungan dengan mantan-mantanku, dan hanya melihatmu seorang"Lani merasa tidak nyaman, dan melepaskan tangannya dari genggaman Jos
"Kenapa kakak disini sendiri?""Ah! Kakak tidak bisa tidur. Apa kamu juga?"Aneh rasanya Lani bertanya seperti itu. Jika dia menjadi anak itu pasti tidak akan bisa tidur nyenyak setiap malam. Anak itu bernama Imanuel, dia tidak memiliki ayah, dan ibunya berdagang dengan kios kecil yang pembelinya pun juga tidak banyak. Bajunya sangat kotor, dan ada beberapa jahitan di sana. Jantung Lani seperti ditusuk jarum melihat keadaan anak itu."Aku sudah tidur tadi, tapi tiba-tiba terbangun"Tidak beberapa lama, suara perut yang lapar terdengar dari tubuh Imanuel.Ah, lapar rupanya. Kata Lani dalam hati."Mau mie? Kakak punya mie dan cemilan""MAU!"Hanya karena makanan mata anak itu bisa bersinar. Mudah sekali membuatnya senang."Hehe, baiklah, tunggu disini ya"Lani pergi ke dalam tenda dan mengambil beberapa stok makanan dari tasnya.Dia menuju ke dispenser untuk memasak mie kemasan cup.Ketika mengha
"Hmm.. karena kamu ada dendam dengan Alex?" Lani mencoba menebak Josua tersenyum "Salah, aku beri satu kali lagi kesempatan" "Supaya aku tidak ada yang membantu?" Lani menoleh ke arah Josua dengan raut sedikit sebal "Bukannya kita teman? Kenapa kamu mengusir orang yang akan membantu temanmu?" Mendengar itu Josua tersenyum dan menghela napas "Hampir tepat. Alasannya karena aku hanya tidak suka kalau Alex membantumu. Kalau aku bisa membantumu kenapa harus Alex?! Harusnya kamu minta tolong langsung ke aku Lan!" Penjelasan Josua membuat Lani tidak mengerti jalan pikir laki-laki disampingnya itu "Haah??" "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kamu mengambil jalan yang sulit. Harusnya biarkan saja Alex membantu, kamu jadi tidak perlu bawa bawaan berat itu, dan bisa bawa kresek snack ini yang lebih ringan" Lani menunjukkan kresek yang dia bawa "Kalau ada dua orang yang membantuku kan aku jadi lebih senang" Josua menyerah.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan lagi?""Kita sudah 3 tahun tidak saling berbicara, apa kamu tidak merindukanku?"Lani mendengus kesal mendengar pertanyaan basa-basi tersebut"Tidak perlu basa-basi denganku. Mempercayaimu sebagai teman dekat adalah kesalahanku di masa lalu. Apa bos tersayangmu itu masih memberimu tugas menjadi teman palsu?" tanya Lani dengan nada ketus."Hahahaha! secara tidak langsung kamu pernah menganggapku sebagai teman dekat, aku merasa tersanjung. Tapi sayang sekali, kali ini orang lain telah menggantikan tugasku. Apa kamu sedih?"Mendengar penjelasan dari Amanda membuat lani geram. Padahal Ia ingin punya kehidupan yang bebas sewaktu kuliah. Namun ayahnya selalu saja memata-matainya."Katakan, siapa orangnya?""Huh?? Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja aku tidak akan memberitahumu, hahahaha! Oh iyaa, aku kasih tau sedikit, dia adalah orang yang memberi tahu kontakmu, alamat