Share

5. Perasaan yang tidak bisa dilupakan

"Panggil aku Nohan" lalu mengulurkan tangannya pada Lani.

"Halo, Nohan, aku Lani" Lani menjabat tangan Nohan. 

Terasa hangat dan lembut, tapi juga kekar, Lani menyukainya. Mereka berjabat tangan cukup cukup Lama dari yang mereka kira.

"Hmmm.. tanganmu mungil sekali yaa" kata Nohan sambil tersenyum memandangi tangan mereka yang sedang berjabat.

Lani kemudian menarik tangannya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena dia biasanya tidak senyaman ini berada di dekat laki-laki. Untuk sesaat tadi, dia melupakan dirinya sendiri.

"Ehm..yahh, begitulah" jawaban Lani yang sedikit kikuk membuat dirinya sendiri heran, dia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tidak bisa tidak berpikir dan mencari jawaban yang sedikit rasional. Pasti pria di depannya ini akan ilfil padanya.

"Santai saja, tadi aku cuma bercanda kok." 

Sebuah tangan mengelus rambut Lani, membuat Lani merasakan desiran aneh di dadanya. Perutnya seakan melilit tubuhnya. Perasaan apa ini? Lani bertanya-tanya.

"Ehmm.. yahh" lagi-lagi Lani mengutuk mulut sialannya yang hanya bisa melontarkan jawaban bodoh sedari tadi. 

"Bagaimana kalau kita pulang sekarang? ini sudah cukup larut" kata Lani dengan memberanikan diri menatap Nohan. Tangan yang tadinya mengelus rambut Lani menghentikan gerakannya, membuat Lani sedikit kecewa.

"Baik, mari kita pulang" Nohan berbalik dan berjalan mendekati mobil, lalu membukakan pintu bagian samping.

"Silakan masuk, Lani"

Perlakuan Nohan membuat Lani lagi-lagi merasakan perasaan aneh yang tidak dia kenali, namun dia sangat menyukai rasanya. 

Lani masuk ke mobil dan duduk "Terima kasih"

Lalu Nohan menyusulnya untuk duduk di kursi kemudi, dan mulai melajukan mobilnya.

Ditengah perjalanan, hal-hal yang tidak disangka Lani terjadi. Mereka dengan nyamannya mengobrol dan mengenal satu sama lain.

"Jadi sudah berapa lama kamu berada di Singapore?" 

"Sudah lebih dari dua tahun.."

Lani tidak terlalu nyaman sebenarnya, ketika mengetahui Nohan orang Indonesia yang lebih tua dan dia memanggilnya tanpa sebutan kakak atau apapun itu.

"Ehmm.. sebenarnya ketika memanggil namamu langsung membuatku merasa tidak nyaman, jadi boleh aku panggil kakak?"

Nohan tertawa kecil, membuat Lani tanpa sadar mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya.

"Menggemaskan sekali"

"Apa?" Nohan meminta Lani mengulangi perkatannya, karena sepertinya dia salah mendengar.

"Kamu menggemaskan ketika tertawa seperti tadi"

Nohan terperangah. Cukup terkejut dengan kejujuran gadis disampingnya itu.

"Hahahaha.. kamu jujur sekali ya. Memuji seseorang, membuatnya malu dan kamu mengucapkannya seakan itu sesuatu yang biasa. Kamu sering menggombali lelaki yaa?" Nohan menengok dan melihat Lani sekilas. Lalu kembali fokus pada jalanan yang sudah mulai sepi.

"Apa?! Tidak, ini pertama kalinya kok. Aku selalu mengatakan yang sebenarnya, jadi tadi bukan gombalan. Justru kakak yang terlihat suka menggombali perempuan!"

Lani tersenyum melihat jalanan sepi yang mereka lewati, diam-diam dia berharap perjalanan itu akan berlangsung dalam waktu yang lama.

"Hei aku belum mengizinkanmu memanggilku kakak, ya! Panggil saja aku Nohan, aku lebih suka kalau kamu menganggapku sebaya, kata kakak membuatku sedikit lebih tua, Lani"

Nohan terlihat senang, gadis disampingnya itu sangat menarik baginya. Dia berharap bisa selalu dekat dengannya.

"Oh iya, memang aku terlihat bagaimana Lan? Seperti buaya darat kah?"

"Ehmm"

Lani melihat Nohan, dan mengamatinya.

"Kamu... dari wajah terlihat rupawan, dan sepertinya juga memiliki banyak uang, tubuhmu juga bagus dan proporsional, lalu.." ucapan Lani terhenti ketika Nohan menyelanya.

"Cukup lan!" Nohan terkekeh geli, dia bisa mati karena besar kepala jika berada di dekat gadis itu.

"Kenapa? Tadi memintaku untuk menilai" Lani kembali melihat jalan. Dia tidak menyadari jika telah membuat laki-laki di sampingnya melambung.

"Tadi.. tidak lupakan! Jangan menilai aku lagi! Jujur saja, aku belum pernah bertemu gadis sepertimu"

Alis lani terangkat mendengar perkataan Nohan "Gadis sepertiku?"

"Ya, terlalu terang-terangan mengucapkan sesuatu"

"Tapi kamu suka, kan?"

Nohan tersenyum dan mendengus kesal. Gadis disampingnya membuatnya kualahan.

"Ya.. itu cukup menyenangkan sebenarnya" kata Nohan seraya mencoba memfokuskan pikirannya untuk mengemudi. 

"Benarkah?? Cukup atau...sangat menyenangkan?" entah mendapat setan dari mana, Lani malah menggoda laki-laki di sampingnya. Lani juga mengumpati dirinya sendiri dalam hati karena telah berkata seperti itu pada seorang laki-laki yang baru dikenalnya satu jam yang lalu.Dia melirik laki-laki disampingnya, terlihat fokus mengemudi.

"Apa kamu menggodaku?" tanya Nohan

Takut akan menyinggung laki-laki yang sudah berbaik hati mengantarnya, Lani meminta maaf "Maaf, kalau kamu terganggu"

Permintaan maaf lani membuat Nohan tertawa.

"Hahahaha.. tidak perlu meminta maaf. Aku tidak keberatan. Ngomong-ngomong, di sebelah mana apartemenmu?"

Mobil yang mereka naiki mulai berjalan lambat.

"Di sana" Lani menunjuk apartemen yang gedungnya paling tinggi.

Mobil hitam itu akhirnya berhenti di depan gerbang apartemen.

"Ehm.. kalau begitu, aku pulang dulu. Terima kasih atas tumpangannya"

Karena tidak ada jawaban, Lani menengok pada laki-laki di sampingnya. Dia terlihat terpaku pada jalan, seakan memikirkan sesuatu.

"Kamu tahu, Lan..." kata Nohan tiba-tiba

"Apa?"

Lani merasa atmosfir yang tenang telah berubah menjadi sedikit menegangkan. 

Nohan beralih menatap Lani, dan mata mereka bertemu, mengagumi satu sama lain.

"Aku selalu mencoba menjadi tidak egois, dan berbuat adil. Tapi.. rasanya malam ini aku ingin menjadi egois. Apakah itu diperbolehkan?"

Lani mencoba menerka apa yang dimaksud Nohan. Dia melihat manik mata hitam Nohan yang misterius. Sulit sekali menebak isi pikirannya.

"Aku pikir, karena ini hidupmu, jadi kamu berhak menentukannya sendiri"

Sebenarnya, Lani sendiri tidak yakin apa yang dia ucapkan benar. Tapi sepertinya dia sudah cukup lelah untuk berpikir.

"Benar, aku pikir juga begitu" kata Nohan dengan senyuman, yang membuat rani merinding karena merasa sedikit takut.

"Kalau begitu, aku mau pulang, hati-hati di jalan"

Lani melepas sabuk pengaman, dan mencoba membuka pintu mobil, namun ternyata terkunci. Dia mulai menyadari makna perkataan Nohan. Ketika Lani hendak berbalik karena ingin protes pada Nohan, dia mendapati tubuh nohan menghimpitnya. Salah satu tangan Nohan bertumpu pada kaca mobil di samping Lani, sehingga Lani bisa merasakan hembusan napas Nohan  yang hangat di lehernya.

"A.. apa yang kamu lakukan?" napas Lani seakan tertahan di tenggorokan.

"Aku akan menghabiskan malam ini denganmu. Bagaimana, Lani?"

"Aku.." Lani belum selesai menjawab karena Nohan menyelanya.

"Aku akan menganggapmu setuju, karena kamu yang mulai menggodaku."

Nohan mencium leher Lani sejenak, lalu menegakkan duduknya kembali.

Sentuhan bibir Nohan yang lembut dan hangat seakan menempel di leher Lani, dan membuat tubuhnya merinding, merasakan sensasi yang tidak pernah dia alami.

Lani menatap Nohan, dengan segenap keberanian yang dia pertahankan. Karena tingkah Nohan tadi hampir saja membuat keberanian Lani hilang dalam sekejap.

"Apa yang kamu mau? Aku bahkan tidak berpengalaman melakukan hubungan seksual, jika itu yang kamu inginkan dariku"

Perkataan Lani membuat Nohan tersenyum. Lani yang melihat senyuman aneh Nohan menjadi waspada.

"Well.. kalau begitu kita akan sama-sama mencoba berhubungan seksual untuk pertama kalinya, bukankah itu ide yang bagus? Terima kasih telah membahas tentang seks, Lani"

Siaalll siaall siall!! Lani mengutuk mulut kotornya. Akibat ucapannya, sekarang dia berada dalam posisi yang sangat berbahaya.

"Lebih baik menyewa seseorang, ada banyak kelab malam di sini. Tolong jangan seperti ini"

Lani menunduk, jujur saja dia ketakutan.

Melihat Lani yang ketakutan, Nohan jadi merasa bersalah. Dia seperti melakukan pelecehan pada gadis itu.

"Hei, coba lihat aku" kata Nohan mencoba membuat Lani tidak ketakutan, namun Lani tidak mengindahkan katanya, dan tetap menunduk. Melihat hal itu, tangannya terulur untuk memegang lembut pipi Lani, supaya gadis itu mau melihatnya.

"Hei, tidak perlu takut. Aku tidak ingin merebut malam pertamamu" Nohan terus melihat wajah Lani, berharap gadis itu mau menatapya lagi. Ketika Lani mulai mendongakkan wajahnya untuk menatap Nohan, dalam hati Nohan merasa bersyukur.

"Tapi aku memang ingin menghabiskan malam ini denganmu, kita bisa mengobrol sepanjang malam. Aku mohon"

Lani mengamati laki-laki di depannya untuk melihat apakah dia akan berbohong atau tidak. Tapi dia tidak menemukan adanya kebohongan di sana.

"Baiklah.. tapi lebih baik jangan di sini."

Ucapan Lani membuat Nohan tersenyum lebar.

"Baiklah, kamu mau ke mana? bagaimana kalau ke hotel tempatku menginap?"

Mendengar itu Lani spontan tidak menyetujuinya. Bagaimana kalau dia dilecehan di tempat itu? 

"Tidak! Lebih baik ke apartemenku saja. Di sana cukup luas, kok"

Lani rasa itu ide terbaik, karena Lani merasa aman saat berada di tempat yang dia kenali, dan ditambah ada rumah si nenek pemilik apartemen yang dapat dimintai tolong jika Lani berada dalam kesulitan.

"Baiklah" Nohan tersenyum puas, tidak disangka dia malah diundang ke tempat tinggal Lani. Tentu saja itu membuatnya sangat senang.

Lani menunjukkan tempat parkir di bawah basement apartemen. Sesampai di basement, Nohan mematikan mesin mobilnya. 

Lani membuka pintu mobil, kali ini dia bisa membukanya dengan mudah.

"Nanti aku harus pergi ke rumah pemilik apartemen sebentar, kamu tunggu saja di lobi apartemen ya"

"Kenapa aku tidak boleh ikut?" Nohan tidak senang dia ditinggalkan begitu saja.

"Aku hanya mengambil barangku di sana, cuma sebentar kok"

"Aku tahu, pasti kamu malu dan tidak ingin terlihat bersama dengan seorang pria di malam hari, kan?"

Lani tidak percaya dengan apa yang dia dengar dan menatap Nohan

"Ya, benar. Karena sudah tahu alasannya, jadi tolong mengertilah"

"Ehm.. Baiklah, aku mengerti" Nohan tersenyum pada Lani, yang justru membuat Lani berpikir ulang. Kenapa dia harus malu bersama Nohan? manusia di depannya ini justru membuatnya ingin memperkanalkannya di depan semua orang. Lani ingin menghilangkan pikiran di kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat.

"Ada apa?" tanya nohan yang melihat tingkah Lani.

"Tidak ada apa-apa, ayo ikut aku"

Lani berbohong. Bohong sekali kalau Lani berkata tidak ada apa-apa. Kehadiran Nohan saja sudah membuat tubuh dan pikirannya kenapa-napa.

"Duduk saja di dalam situ, aku akan ke rumah itu sebentar" kata Lani sambil menunjuk rumah besar di samping apartemen, yang dibatasi dengan kebun bunga yang cukup luas. Dari situ, Nohan bisa melihat Lani berjalan cepat menuju pintu rumah itu. Ketika Nohan melihat ada laki-laki yang membukakan pintu dan bersikap ramah pada Lani, dia merasa tidak menyukainya. Nohan juga bingung kenapa, dia hampir tidak pernah terlibat hubungan tanpa status jelas dengan seorang gadis, karena selama ini Nohan fokus untuk merintis karir. Malam ini benar-benar pengalaman baru bagi Nohan.

"Ini bajumu Lan" cucu pemilik apartemen itu mengulurkan baju kepada Lani, dan Lani langsung menerimanya.

"Ini jepit rambut yang kamu pinjamkan tadi" kata Lani sambil menyerahkan jepit rambut itu. Namun, laki-laki di depannya menolak, dan malah memakaikan jepit itu ke rambut Lani.

Nohan yang melihat itu seakan merasakan amarah yang tidak dia kenali. Merasa kesal, sangat marah, dan tidak terima. Tapi kenapa harus marah pada Lani, gadis yang bahkan belum dia kenal selama 24 jam. Di mata Nohan kedua manusia itu tampak saling merayu satu sama lain, apalagi sosok laki-laki itu, yang sepertinya senang sekali bersentuhan dengan Lani. Apakah mereka sepasang kekasih? tanya Nohan dalam hati. Entahlah, hanya melihat Lani dengan laki-laki lain membuatnya berasumsi yang aneh-aneh.

Tidak lama kemudian, Lani menghampiri Nohan.

"Ayo, ikut aku ke apartemenku"

Lani merasa Nohan sepertinya tidak dalam emosi yang bagus. Wajahnya tertekuk sedari tadi, dan tidak mau menatap Lani.

Ketika mereka memasuki lift yang kosong itu, Lani mencoba membuka percakapan.

"Ada apa denganmu?" tanya Lani sambil melihat tombol lift yang berupa angka-angka tersebut.

"Tidak tau!"

Mendengar jawaban ketus dari Nohan, membuat Lani penasaran.

"Jadi, sejak kapan merasa kesal begitu?"tanya Lani dengan hati-hati.

"Tadi, ketika melihatmu ke rumah itu"

"Aku tebak, kamu melihat cucu pemilik apartemen berinteraksi denganku, lalu kamu kesal saat itu"

ting!

Pintu lift terbuka, Lan berjalan keluar lift dan berbelok ke kiri, dan berhenti di depan pintu apartemennya.

Nohan mengikuti Lani dari belakang.

"Ya, kamu benar. Itu.. jujur saja membuatku sangat tidak nyaman"

Tring

Tanda kunci pintu apartemen Lani telah terbuka secara otomatis. 

"Masuklah dulu, aku akan membuatkanmu minum"

Lani masuk terlebih dahulu dan menata tempat duduk.

"Cukup luas juga apartemenmu" kata Nohan seraya mengedarkan pandangan di apartemen Lani.

"Yahh lumayan luas, apalagi kalau kamu menghuninya sendiri"

"Silakan duduk"

Lani telah menyiapkan bantalan duduk di samping meja kayunya yang terletak di atas lantai, menghadap balkon kamarnya.

Nohan berjalan ke arah yang dimaksud Lani, dan duduk di sana. Lani kemudian menuju dapur kecil di apartemennya.

"Mau minum apa?" tanyanya pada Nohan, yang masih mengamati sekitarnya.

"Air putih saja" jawabnya seraya melihat Lani sibuk di dapur kecilnya.

Tidak menunggu waktu lama, Lani berjalan mendekati meja, dan duduk bersila di meja depan Nohan, sehingga mereka berhadapan  satu sama lain.

"Bagaimana menurutmu apartemenku?" tanya Lani untuk memecah keheningan.

"Rapi, barangnya sedikit tapi aku tahu kalau barang-barangmu disini hampir semuanya berkualitas bagus."

"Benar sekali. Aku memang jarang membeli sesuatu, tapi jika membeli barang aku akan membeli yang kualitasnya paling bagus, supaya awet." kata Nohan menyetujui pola pikir Lani. Sejenak hal tersebut rupanya dapat membuat Nohan melupakan rasa kesal yang tidak beralasannya tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status