Share

Bab 4. Kabur.

Riri perlahan-lahan membuka kedua kelopak matanya. Pemndangan pertama yang menghampar dikedua netra matanya adalah ruangan bercat putih. Kemudian bau obat-obatan yang khas seperti di rumah sakit menyeruak masuk ke indra penciuman milik Riri. Sejenak wanita itu merenungkan apa yang sebelumnya terjadi. Bayangan-bayangan hitam rudapaksa dari lelaki asing, kemudian percobaan bunuh diri yang dilakukannya Riripun tersenyum miris.

"Ternyata aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Apa gunanya? Sekarang tak ada lagi yang tersisa dariku. Sisa-sisa kesetiaan yang aku junjung tinggi untuk mas Ayus kini telah raib. Bahkan aku seakan tak memiliki harga diri. Lantas, mengapa aku masih hidup? Tuhan! Kenapa kau memberikan kehidupan yang menyedihkan untukku?"

Riri kemudian menghentikan tangisannya. Menoleh kesisi kiri dan kanan untuk mengamati keadaan sekitar. Setelah dirasa sepi, wanita itu mencabut selang infus miliknya dengan kasar. Sehingga semburat darah kian menitik dari tempat bekas jarum selang infus tersebut.

Dengan langkah yang tertatih sembari menahan rasa pusing yang kian mendera, Riri berjalan dengan mantap kearah pintu kamar ruangannya. Beruntung, karena saat ini tengah malam suasana rumah sakit tersebut cenderung sepi. Segera saja Riri berjalan secepat mungkin menjauh dari ruangan yang ia tinggali sebelumnya.

Saat dirinya berada di basement rumah sakit, tanpa sengaja Ayus melihat Riri yang tengah berjalan terseok-seok. Entah mengapa tiba-tiba raut wajah lelaki itu berubah. Sudut mata lelaki itu seakan melotot kearah Riri yang membelakanginya. Dengan amarah yang membuncah, Ayus segera menghampiri Riri.

"Dasar jalang!" sungut Ayus. Suara yang begitu familiar itu membuat Riri segera menoleh ke belakang dan memutar tubuhnya. Senyum mengembang di bibir wanita itu. Mau seperti apapun, Riri tetap mencintai Ayus.

"Mas Ayus! Mas ke rumah sakit?" tanya Riri dengan senyum yang masih bertengger di bibirnya. Beberapa saat Ayus terdiam. 

Namun beberapa bekas kemerah-merahan yang ada di leher Riri membuatnya terpaku. Gejolak amarah yang sudah ia timbun dan sembunyikan kini meluap-luap. Tatapan jijikpun ia layangkan pada tubuh Riri yng dipenuhi tanda kepemilikan.

"Kau sudah menunjukkan wujud aslimu wanita jalang?" tanya Ayus dengan sarkas.

"Ma-mas a-apa maksudmu?" tanya Riri dengan takut-takut. Wanita itu menyadari perubahan raut wajah dari Ayus.

"Jangan berlagak polos Riri! Kau pergi bersama lelaki lain bukan kemarin malam?" bentak Ayus.

"Ke-kemarin malam?"

Jadi aku sudah tak sadarkan diri selama 2 hari? Gawat mas Ayus kelihatan sangat marah. Batin Riri semakin ketakutan.

"Hem. Bagaimana? Sudah ingat kau tidak pulang semalam? Dan kau juga membawa pergi semua baju dan barangmu dari rumahku! Katakan, bukankah tidak salah jika aku memanggilmu jalang?" Ayus menatap remeh pada Riri.

"Mas, aku bisa jelasin ini!" Riri berusaha meraih tangan Ayus. Namun Ayun menepis dengan kasar tangan Riri.

"Kau membuatku jijik, Ri. Lihat dirimu sekarang! Kau keluar ke tempat umum tanpa menutupi lehermu akibat permainan panasmu bersama kekasih gelapmu itu!" sentakan Ayus membuat Riri terkesiap kaget.

Tanda di leher? Segera Riri mengingat kejadian malam kemarin yang membuatnya merasa terhina untuk seumur hidupnya. Hancur sudah jika Ayus menggugat cerai dirinya. Tapi, Riri juga merasa jika dirinya tak pantas lagi untuk mempertahankan biduk rumah tangganya bersama Ayus.

"Kenapa? Apa kau ingin membalasku yang kemarin malam sedang melakukan malam pertama dengan Nisa hah? Sehingga kau dengan tak tahu dirinya mencari lelaki lain untuk memuaskanmu malam itu?"

"Bu-bukan begitu Mas!" air mata tak lagi mampu bertahan disudut matanya. Lelehan cairan bening itu kian membanjiri kedua pipinya yang pucat.

"Kata ibu kemarin kamu kabur dari rumah. Kamu marah karena aku menghabiskan malam bersama Nisa. Riri, kau tega padaku. Mengapa kau harus bermain dengan lelaki lain? Mengapa? Apa aku tak cukup mampu memuaskanmu di ranjang? Sehingga kau bercumbu bersama lelaki lain?"

"Mas cukup! Ibu yang ngusir aku Mas! Mana mungkin aku berani keluar rumah tanpa seizinmu? Bukankah selama ini aku selalu patuh padamu?" pungkas Riri membela diri.

Hening melenggang. Ayus nampak berfikir. Ya, selama ini Riri menjadi istri yang patuh dan setia. Dilihatnya raut wajah Riri sekali lagi. Namun saat kedua netra matanya melihat bekas tanda kepemilikan di leher Riri, kembali emosi meluap di dadanya.

"Jelaskan tanda di lehermu itu! Jika alasanmu tak masuk akal, lihat bagaimana aku menghukummu!"

"Ki-kita cari tempat lain saja Mas. Aku bakalan ceritain apa yng terjadi semuanya," kata Riri dengan nada putus asa.

"Hem."

Kini Riri dan Ayus berjalan perlahan menuju taman yang ada di rumah sakit itu. Riri bisa merasakan sikap dingin dan acuh dari Ayus. Tetapi mau bagaimana lagi, jika keadaanlah yang membuat dirinya berakhir seperti saat ini.

Aku harus berbohong kali ini, mas Ayus. Maafkan Riri.

"Katakan."

"Saat aku keluar dari rumahmu setelah ibu mengusirku, aku luntang luntung di jalan. Apalagi saat itu malam hari disertai hujan. Di jalan, aku tak sengaja menyenggol beberapa preman yang tengah mabuk. Saat itu aku sangat takut. Karena jalanan sepi. Aku sudah memiliki firasat yng buruk. Tetapi aku hanyalah wanita yang lemah. Pada akhirnya mereka melecehkanku. Beruntung, waktu itu ada lelaki paruh baya yang mau menolongku. Hingga aku selamat Mas. Dan akhirnya aku berada di rumah sakit karena aku kelelahab kemudian pingsan. Jika mas Ayus tak mempercayaiku lagi, nggak apa-apa. Riri tau, Riri sekarang hina. Tak lagi suci untuk Mas Ayus. Maaf Mas, Riri harus pergi," kata Riri dengan terisak kemudian wanita itupun bangkit dari bangku.

"Tunggu." Ayus menghentikan langkah Riri. "Aku mungkin bisa menerimamu."

"Benarkah?" kedua bola mata Riri berkaca-kaca.

"Tapi, aku harus menghapus jejak lelaki brengsek itu dari tubuhmu! Jika ibu benar mengusirmu, sementara aku akan mencarikan kos untukmu. Aku akan ke tempatmu besok. Untuk menghapus jejak lelaki lain dari tubuhmu! Ingatlah Ri. Kau masih berstatus sebagai istriku! Jangan pernah kau berfikir untuk pergi dari hidupku!"

Riripun tersenyum. Itu berarti malam ini dia ada tempat untuk bermalam. Setidaknya lebih baik daripada Ayus membuangnya. Perlahan Riri akan memperbaiki hubungannya dengan Ayus. Benar, Riri menyadari jika dirinya masih mencintai Ayus meskipun lelaki pujaan hatinya itu mencintai wanita lain.

******

Keesokan harinya…

Disuatu tempat dimana seorang penguasa tengah melayangkan banyak barang dihadapan para anak buahnya. Lelaki yang masih muda dan memiliki wajah yang rupawan itu tengah meluapkan emosinya yang membara.

"Bagaimana bisa kalian kehilangan wanita itu?" teriaknya untuk kesekian kalinya.

"Maaf Tuan muda. Saya tadi ke kamar mandi. Wktu itu masih ada Ridwan yang menjaganya."

"Mohon ampun Tuan muda. Saya dipanggil dokter karena harus mengurus administrasi nona itu."

Bugh bugh bugh.

"Bagus Kei! Bawahanmu itu tak berguna! Mencari satu wanita saja tidak mampu!"

"Tuan muda, saya telah mendapat informasi tentang identitas nona," kata Kei sembari mendekati lelaki muda itu.

"Kau hebat Kei. Jika kau tidak membaw kabar ini aku pasti akan mematahkan kedua tangan orang tak berguna ini." menerima sebuah map coklat dan secepat kilat membukanya. "Namanya Riri? Nama yang bagus. Hah? Wanita itu dimadu?" kedua netra lelaki itu hampir keluar dari tempatnya.

"Benar Tuan muda. Apa anda memiliki perintah selanjutnya? Kemungkinan nona itu kembali di kediaman suaminya."

"Sabar sebentar Kei. Aku memiliki ide yang briliant. Hahahaha memang. Tidak akan ada yang bisa lolos dari tangan seorang Arnold Darion Stephanus! Hahahaha."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status