"Oh ya, kamu kapan pulang?"
"Rencananya, nanti aku mau cari tiket kereta untuk pulang besok, Ngel."
"Nay, aku boleh ikut kamu ke kampung enggak?"
"Hahhh?" Nayla begitu terkejut dengan ucapan Angel.
"Iya, Nay, aku sudah meminta ijin sama mama dan papa. Gimana, boleh enggak, Nay? Biar kamu juga enggak sendirian, Nay," ocehnya panjang lebar.
"Tapi rumahku di kampung jelek, Ngel, kamu enggak apa-apa?"
"Tenang aja, Nay, enggak masalah. Lagi pula besok kedua orang tuaku ada urusan bisnis ke luar kota selama seminggu. Dari pada aku sendirian, mending aku temenin kamu," jelas Angel.
"Makasih ya, kamu sudah mau temenin aku, Ngel. Ya sudah nanti aku sekalian carikan tiket buat kamu. Nanti kirimin foto KTP kamu ya."
"Okey, Nay. Nanti aku transfer uang tiketnya ke kamu."
"Gampang itu, Ngel. Ya sudah aku mau siapin baju sama cari tiket. Nanti aku kabarin kamu."
"Okey, Nay. Aku kirim foto KTP sekarang."
"Iya. Assal
Tiba-tiba Rahma datang dan mengajak Nayla serta mamanya untuk makan. Rahma mengajak makan bakmi jawa sambil mencarikan tiket untuk Nayla.Dewi dan Nayla pun setuju dengan usulan Rahma. Mereka bertiga lantas bersiap-siap.Tak berapa lama kemudian, mereka bertiga sudah siap dan akan pergi.Tak sengaja tusuk konde itu terbawa oleh Nayla di saku belakang celananya.Nayla berlari untuk membuka pagar, tak lupa ia juga menguncinya. Setelah itu Nayla berlari kecil masuk ke dalam mobil.Malam hari itu, jalanan Malang cukup ramai. Sehingga mobil Tante Dewi melaju dengan kecepatan sedang.Hampir sekitar dua puluh menit perjalanan, mobil Honda Jazz berwarna merah itu pun memasuki sebuah restoran.Setelah mendapatkan tempat parkir, mereka bertiga pun turun dari mobil. Restoran bakmi jawa itu tak begitu ramai. Sehingga, pesanan makanan mereka segera dibuatkan.Mereka duduk di sudut ruangan. Tidak menunggu lama, seorang pelayan laki-lak
"Tan, kenapa yang bisnis. Uang Nayla enggak cukup," bisik Nayla lirih."Sudah, Nay. Uangnya kamu simpan saja. Ini tiketnya Tante yang belikan. Terus uang teman kamu, buat uang saku kamu di jalan ya."Sontak kedua mata Nayla semakin membulat lebar mendengar perkataan Dewi barusan."Enggak, jangan, Tante. Nayla bayar ya, Tan, Nayla sudah banyak merepotkan, Tante Dewi.""Sudah enggak usah, Sayang. Kamu simpan!"Saat Dewi dan Nayla sedang berdebat, petugas wanita itu mengkonfirmasi data Nayla dan Angel.Setelah semua data dipastikan benar oleh Nayla, petugas wanita itu menyebutkan nominal harga kedua tiket kereta."Total semuanya jadi tujuh ratus enam puluh ribu rupiah.""Bayar pakai ini, Mbak." Tante Dewi memberikan kartu debitnya pada petugas wanita.Nayla masih terus melotot melihat sang tante. Ia sungguh merasa tidak enak karena Tante Dewi selalu baik kepadanya."Jangan melotot terus, nanti mata kamu keluar, Nay," god
Kepala Nayla sedikit melongok keluar, ia menoleh kanan kiri. Tak ada siapa pun. Semuanya terlihat sepi.Bahkan suara hewan malam juga tak terdengar. Setelah memastikan tidak ada seorang pun, Nayla kembali menutup dan mengunci jendela kamar. Tak lupa ia juga menutup tirai jendela."Aku tadi hanya mimpi ketemu sama Mas Wisnu?"Gadis itu duduk di pinggiran ranjang sambil mencoba mengingat mimpi yang baru saja ia alami."Di mimpiku, Mas Wisnu sangat menyeramkan. Dan ... sepertinya bola matanya enggak ada yang sebelah kanan," gumamnya sambil menyilangkan kaki kanan pada paha kirinya.Nayla bangkit dan berjalan menuju meja. Ia menarik sebuah kursi kecil lalu membuka laci mejanya.Ia mengambil tusuk konde itu dan terus memperhatikannya.Saat itu, Nayla merasakan hawa yang berbeda di dalam kamarnya. Ia merasa seluruh bulu di tubuh serta tengkuknya begitu merinding.Saat kepalanya sedikit mendongak ke atas,
"Siapa ya pagi-pagi gini yang bertamu?" tanya Rahma."Oh, mungkin temen aku kemarin, Ma. Biar aku aja yang bukain pintunya," ujar Nayla berlari menuju pintu.Sebelum membuka pintu, Nayla melihat siapa yang datang dari jendela. Ia melihat Angel sudah berdiri di depan pintu sambil membawa koper di sampingnya."Haii, Ngel!" seru Nayla menyapa Angel saat membuka pintu."Hai, Nay," balas gadis berkulit putih itu sambil membenarkan koper yang ia bawa."Ayo masuk dulu. Aku kenalkan sama tante dan saudaraku," ajak Nayla menarik tangan Angel.Angel pun menganggukkan kepalanya. Ia mengikuti langkah kaki Nayla masuk ke dalam rumah, sambil menyeret koper miliknya."Nah, kenalkan, Ngel. Ini Tante Dewi dan ini Rahma, sepupuku." Nayla menunjuk pada Dewi dan Rahma. Kemudian ia berucap, "Tante, ini Angel, teman Nayla."Dewi dan juga Rahma berdiri, lalu berjalan mendekati Angel."Saya Angel, Tante," ujarnya seraya
Sehingga dengan cepat Nayla pun langsung masuk ke dalam mencari keberadaan Angel. Ia mengedarkan pandangannya sampai ia melihat Angel yang sedang berusaha meletakkan koper di bagasi atas."Kamu kok lama sih, Nay?" tanya Angel saat Nayla tiba."Anu ... tadi antri di pintu masuk gerbong kereta, Ngel," jawab Nayla sengaja berbohong."Oh ... ini tempat duduk kita. Nomer 6A dan 6B. Kamu mau duduk di dekat jendela atau di pinggir?""Di pinggir aja deh, biar cepet kalau kebelet mau ke toilet.""Okey. Aku di dekat jendela ya. Koper kamu sini, biar aku taruh atas sekalian."Nayla memberikan kopernya pada Angel. Dengan dibantu Angel, akhirnya koper miliknya sudah berada di bagasi atas."Wah ... keretanya enak ya, Nay. Ber-AC terus ada TV lagi, Nay.""Iya, kan ini kereta bisnis.""Oh ya, ini uang tiketnya, Nay." Angel memberikan amplop putih pada Nayla yang ia ambil dari dalam tas selempang yang dipakainya."Makasih ya, Ngel
Dewi dan Rahma berjalan bersama menuju mobilnya yang di parkir di bawah pohon mangga. "Ma, makan bakso, yuk," ujar Rahma saat akan membuka pintu mobil. "Bakso? Memangnya kamu udah lapar lagi?" "Iya, Ma. Makan bakso enak ini, Ma." "Ya udah ayo. Emang mau makan bakso di mana, Nak?" tanya Dewi yang masuk ke dalam mobil dan mulai menghidupkan mesin mobil. "Hmm ... warung bakso Pakde Roso aja, Ma." "Okey, ayo." Dewi pun mulai melajukan mobilnya keluar dari parkiran stasiun. Mobil merah itu melaju sedang di jalan raya. Sekitar hampir setengah jam perjalanan, Dewi dan Rahma tiba di sebuah warung bakso yang cukup ramai. Dewi pun bingung mencari tempat parkir, karena semua tempat sudah penuh dengan mobil-mobil lainnya. Seorang anak muda yang tampaknya juru parkir di warung bakso itu membantu Dewi mencarikan tempat parkir. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Dewi berhasil mendapatkan tempat parkir mob
"Menurutku, pemilik tusuk konde itu menyimpan sintrennya di dalam benda ini," ucap Rasti seraya pandangan matanya melihat ke tusuk konde."Aku tetap mau mencoba mengembalikan ini ke tempatnya.""Silahkan! Tapi jangan kaget kalau benda itu bakal balik lagi ke kamu, Nay."Nayla tak mengindahkan ucapan Rasti. Gadis itu langsung berjalan masuk meninggalkan Rasti di depan pintu toilet.Nayla menghampiri Angel yang masih memandang keluar jendela."Kok lama sih?""Iya maaf tadi masih ada orang di toilet. Jadi nunggu deh.""Nay, ini aku bawa biskuit. Ayo makan!""Wah, enak nih."Nayla pun mengambil satu biskuit milik Angel. Terdengar suara pintu gerbong kereta yang di tarik.Tampak dua orang petugas kereta yang bertugas memeriksa tiket. Rasti langsung berjalan masuk dan duduk di tempatnya.Sebelumnya, Nayla dan Rasti pun saling beradu pandang."Perempuan aneh!" gumamnya lirih."Siapa perem
"Sinden itu selalu mengikutinya. Tapi dia enggak percaya apa yang aku bilang," kata Rasti dalam hati. Sambil kedua manik matanya melihat ke arah Nayla.Ting!Terdengar suara pesan yang masuk di HPnya. Segera ia merogoh saku celana dan membuka pesan tersebut yang ternyata dari saudaranya.'Udah sampai mana, Mbak? Mbah Waci tanya terus ini.' Tertulis pesan di hp Rasti.Setelah membalas pesan yang ia terima, buru-buru ia naik ke dalam kereta.Saat pandangannya melihat ke kedai roti, ternyata Nayla sudah tak berada di sana."Dia sudah naik rupanya," ujarnya pada dirinya sendiri.Terdengar kembali suara peluit panjang, tanda kereta api akan kembali berangkat. Semua penumpang yang berada di luar, segera masuk ke dalam gerbong.Rasti tampak santai. Setelah pintu gerbong sepi, langkah kakinya berjalan masuk ke dalam dengan kepala yang menunduk. Sampai Rasti seperti menabrak seseorang.Bugh ...."Maaf, saya ...."