Setelah membungkam Sere, Faresta dengan wajah tanpa dosa langsung melajukan mobilnya. Gadis itu merengut karena pria disampingnya mengancamnya lagi jika bersuara, sialan bukan! netra Sere memandangi jalanan lewat kaca, senyuman terukir melihat kedua anak tengah bercanda dengan dibelakang diawas orangtuanya. Sehabis sampai, Faresta memarkirkan mobil lalu turun, membuka pintu agar gadisnya ikut keluar.
"Kita di mana?" tanya Sere menatap masion megah, tidak berkedip sedikitpun membuat Faresta tersenyum tanpa sadar.
Faresta menggenggam jemari Sere, lalu melangkah membuat Sere berdecak sebal karena tak ditanggapi. "Masionku," ucapnya membuat Sere membulatkan matanya tidak percaya.
Pintu utama terbuka, Faresta langsung masuk menyeret Sere yang mematung karena terkejut melihat benda itu dibuka dan menampakan dalamnya.
"Kalian sudah menyelesaikan apa yang kuperintahkan?" tanya Faresta berhenti di menatap para pelayan, yang menunduk tidak melihat wajah kami.
"Sudah Tuan," sahut mereka serentak, Faresta mengangguk lalu melangkah pergi, tetapi menggenggam jemari Sere agar mengikutinya.
"Tuan, kita mau ke mana?" tanya Sere tidak memberontak sedari tadi karena tubuhnya sangat letih.
Faresta hanya melirik sekilas ke Sere, lalu melangkah lagi tanpa menjawab pertanyaan gadis itu. Membuka pintu kamar lekas masuk, menanggalkan pakaiannya menyisakan celana dalam membuat Sere menjerit dan menutup mata dengan kedua telapak tangan.
"Tuan, apa yang kau lakukan!" pekik Sere membuat Faresta hanya menyeringai.
"Jangan norak! ayooo cepat bantu aku membersihkan tubuh," perintah Faresta menarik lengan Sere agar mengikutinya.
"Apa - apaan sih Tuan, saya tunggu diluar saja," tolak Sere berusaha melepaskan cekalan tangan Faresta.
"Aku memintamu membantuku membersihkan tubuh, bukan menunggu," ejek Faresta menatap Sere.
"Aku gak mau! emang kamu anak kecil mandi harus dimandiin."
Faresta menyeringai. "Aku akan berusaha menjadi anak kecil untukmu, dan anak kecil ini bisa membuat kamu hamil juga," ujarnya tanpa disaring.
Sere membulatkan matanya mendengar ucapan frontal Faresta, ia tanpa sadar mencubit pinggang pria itu.
"Heee, jaga bicaramu!" sentak Sere tanpa sadar.
"Yang mana yang harus dijaga Nona, bahkan dirimu akan kubuat hamil," ejek Faresta menatap remeh ke arah Sere.
"Sialan kau!" maki Sere memukul dada Faresta.
"Jangan dipukul sayang, tapi dibelai. Ayo ikut, jangan selalu membantah!" geram Faresta tertahan ia menarik lengan Sere agar berjongkok, lalu dirinya masuk ke bathtub untuk berendam.
"Aku gak mau," ucap Sere kekeh pada pendiriannya.
"Bersihkan tubuhku, atau kubuat kamu tidak bisa berjalan besok pagi!" ancam Faresta dengan suara serak dan berat membuat Sere membulatkan matanya, dengan reflek cepat - cepat menggosok tanpa sengaja menyenggol kejantanan milik pria itu.
"Kamu ingin kumakan sekarang haaa! gosok yang benar," sentak Faresta frustasi karena tiba - tiba saja dirinya bergairah.
"Sialan! padahal cuma kesenggol," geram Faresta dalam hati, ia memejamkan matanya.
Sere menunduk kepalanya takut, ia tanpa sadar memegang pakaiannya dan diremas.
"Keluar sana, biar aku saja sendiri. Kerja segitu aja gak becus!" hardik Faresta memerintahkan Sere untuk pergi keluar.
"Iya Tuan," sahut Sere bangkit lalu melangkah pergi tapi terhenti oleh suara Faresta.
"Jangan lupa bersihkan dirimu, minta antarkan pelayan ke kamar mandi yang lain," ujar Faresta dibalas anggukan oleh Sere, lekas Sere berjalan pergi tak lupa menutup pintu kembali.
"Astaga, jantungku hampir mau lepas," gumam Sere mengelus dadanya, lalu cepat memanggil pelayan saat ia melihat seorang perempuan tengah berjalan ke arahnya.
"Kamu, ke sini," pinta Sere dibalas anggukan perempuan itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya pelayan yang bernama tag Bulan.
"Bulan, tolong antarkan saya ke kamar mandi yang lain. Ini perintah Tuanmu," ujar Sere dibalas anggukan oleh Bulan.
"Ayooo Nona, saya antarkan sambil saya siapkan air hangatnya dulu," ucap Bulan hanya Sere balas anggukan sungguh tubuhnya letih sekali.
Bulan membuka pintu kamar tamu, ia meminta Sere untuk menunggu sebentar karena dia mau nyiapkan air hangat. Sere sempat menolak, karena bisa melakukannya sendiri. Tapi melihat wajah memohon Bulan, agar dirinya saja yang mengerjakan supaya tak dipecat oleh Faresta.
"Sudah selesai, Nona." Bulan memberitahu, Sere mengangguk lalu masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Bulan tengah menyiapkan pakaian untuk Sere, ia masih menunggu Nonanya selesai membersihkan diri. Dua puluh tiga belas menit akhrinya Sere selesai membersihkan diri, dia keluar terkejut karena masih ada Bulan di kamar.
"Ada apa?" tanya Sere mendekati Bulan yang berdiri di samping pintu kamar mandi.
"Saya menunggu Nona, ini pakaiannya," ucap Bulan menyodorkan dress berwarna hijau lalu diterima Sere, ia langsung masuk lagi untuk memakai pakaian.
"Kamu kenapa masih di sini?" tanya Sere menatap heran ke arah Bulan.
"Saya bantu merapikan rambut, Nona," jelas Bulan membuat Sere menghela napas.
"Aku bisa sendiri lho, kamu bisa melakukan pekerjaan yang lain," ucap Sere melangkah ke meja rias lalu duduk di kursi diikuti Bulan.
"Ini sudah jadi tugas saya, Nona," terang Bulan meraih sisir lalu menyisiri rambut Sere dengan telaten.
"Rambut Nona sangat halus," puji Bulan membuat Sere menerbitkan senyuman di bibir.
"Terimakasih," sahut Sere pelan menaburkan bedak lalu memoles bibirnya dengan lipt.
"Sudah beres Nona, anda terlihat cantik." Bulan meletakan sisir lalu menatap sebentar ke arah wajah Sere dipantulan cermin.
"Katanya aku cantik, tapi kenapa kamu selalu tidak menatap wajahku lama?" tanya Sere penasaran, memutar tubuhnya agar menatap Bulan yang menunduk.
"Saya tidak berani menatap paras Nona dengan waktu lama Nona, memang disini peraturannya begitu, tidak boleh menatap majikan terlalu lama," jelas Bulan dibalas anggukan Sere.
"Ayoo Nona kita turun, jam sudah menunjuk waktu makan malam," ajak Bulan dibalas anggukan Sere, gadis itu mengikuti langkah Bulan.
Sere melangkah dengan cepat karena dia memakai sepatu, matanya menangkap Faresta tengah duduk di kursi dengan menatapnya tajam."Nona, silakan duduk," ucap Bulan menarik kursi yang berhadapan dengan Faresta.
"Biarkan Sere duduk disampingku," kata Faresta dengan nada dingin, Bulan cepat - cepat menarik kursi disamping Faresta.
Sere tadinya mau membantah, tapi melihat paras Bulan yang memucat ia tak ingin membuat masalah. Akhirnya menjatuhkan bokong di kursi lalu Bulan pamit untuk melakukan pekerjaannya lagi.
Faresta diambilkan makanan oleh pelayan, begitu juga Sere. Mereka tinggal menunjuk - nunjuk apa yang diinginkan, makan malam sangat hening membuat Sere bingung, dia terbiasa mengisi perut sambil berbincang.
"Kamu tidur di kamarku," ucap Faresta selesai membersihkan bibirnya dengan tisu.
"Tidak mau, memang kamar cuma ada satu," bantah Sere dihadiahi tatapan tajam Faresta.
"Baru aja beberapa jam, kamu sudah mulai membantah ya," ujar Faresta.
"Aku membantah jika kamu memerintahkan yang aneh - aneh," bela Sere pada dirinya.
Sere sangat dongkol, selesai makan ia berjalan ke kamar tamu lalu merebahkan diri di sana sampai terlelap. Sedangkan Faresta menatap kepergian calon istrinya dan mengembuskan napas kasar."Dia sangat keras kepala," gumam Faresta mengelap bibirnya dengan tisu lalu pergi mengikuti Sere.Baru saja kakinya sampai di depan pintu, nada dering ponsel berbunyi membuat ia berhenti lalu mengangkat panggilan."Hallo Tuan," sapa Kean dingin."Ada apa?" tanya Faresta tak kalah dingin."Tuan Devano menginginkan sebuah mata Tuan," terang Kean pelan."Carilah di rumah sakitku, aku sedang malas mencari mangsa," seru Faresta."Selamat malam Tuan," ucap Kean.Faresta tanpa menjawab ucapan sekertarisnya, ia langsung mematikan sambungan telepon lalu memasukan handphone ke saku. Mulai melangkah dan membuka pintu kamar tamu, terlihat Sere telah terlelap."Putri tidur," gumam Faresta setelah menutup pintu lalu duduk di ranjang, tangannya membel
Dua hari sudah Faresta tidak pulang ke mansionnya, ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya. Memilih lembur agar bulan madunya tidak terganggu oleh berkas - berkas menyebalkan ini. Mata panda sangat terlihat jelas, hasil dari bergadang. Netranya memandang laptop yang menayangkan kegiatan Sere, gadis itu berguling di kasur lalu keluar kamar."Tuannnn," panggil Kean membuat Faresta mengalihkan pandangannya dari laptop."Ada apa?" tanyanya malas."Apakah Tuan tidak mau pulang? kasihan Nona Sere," ujar Kean pelan."Nanti, sebentar lagi tugasku selesai," sahut Faresta dibalas anggukan Kean, lalu pria itu pamit."Aku merindukanmu," gumam Faresta lalu melanjutkan perkerjaannya.***Sere menatap semua orang yang tengah sibuk menghias mansion Faresta, ia menghela napas beberapa hari lagi pernikahannya. Rasanya sangat kesal karena tidak diperbolehan keluar rumah, sesekali menggerutu sebab belum melihat batang hidung calon suaminya."Nona
Sere langsung menatap tubuhnya dan bersemu, karena handuk yang ia pakai sedikit melorot memperlihatkan sedikit dadanya."Sialan! tutup matamu," pekik Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta yang tengah tertawa terbahak - bahak."Iya - iya, aku keluar, tolong hentikan lemparanmu ini," ujar Faresta lalu bangkit dan pergi saat Sere sudah tak melempar bantal lagi."Malunya akuuuuu," gumam Sere menutup wajah dengan telapak tangan."Aku harus cepat memakai pakaian, tidak tau kan otak licik pria itu," ujar Sere bangkit lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa membawa pakaian.Faresta yang sudah berada di kamarnya terbahak - bahak, raut wajah Sere yang malu masih terbayang - bayang dan membuatnya tak bisa menahan tawa."Lucu sekali wajahnya, seperti ini akan menjadi hobiku selalu menggoda dia," gumam Faresta setelah puas tertawa menjatuhkan tubuhnya di kasur."Ahhhhh, lapar," gumam Faresta lalu bangkit melangkah ke ruang makan, terlihat Sere ten
Disini mereka, Faresta duduk dikursi menunggu sedangkan Sere terus berbicara karena senang Ibunya sudah siuman."Dari tadi kamu berbicara terus, siapa pria yang duduk disana?" tanya Desti menoleh ke Faresta sekilas."Diaaaaa." Sere terlihat bingung menjawab ia sesekali menoleh ke arah dimana Faresta duduk.Mengerti kebingungan calon istrinya, ia bangkit mendekati brankar. "Saya calon suami anak Ibu, sebentar lagi kami menikah. Tolong restui pernikahan kami berdua," jelas Faresta tanpa gugup sedikitpun, ia sangat lugas mengucapkannya."Menikah? kenapa kamu tidak bilang dengan Ibu," tegur Desti menatap butuh penjelasan kepada putrinya."Ini mendadak Bu," ucap Sere spontan tidak tau harus mengucapkan apa."Heee, mendadak?" tanya Desti kebingung."Semoga Ibu cepat sembuh, agar dihari pernikahan kami anda hadir," tutur Faresta mengalihkan topik."Semoga aja, tapiiiiii. Walau Ibu tidak bisa hadir doa Ibu selalu untukmu, Ibu mer
12 - Menyambut menjadi pertengkaranJam dinding sudah menunjuk angka enam pagi, tapi satu gadis dihadapan Faresta masih senang bergelung dengan selimut tebalnya. Langkah santai menuju ranjang, tangan kekar itu perlahan menguncang tubuh Sere."Bangun putri tidur.""Bangunnnnn," kata Faresta mencubit hidung Sere, tetapi gadis itu menepisnya."Sebentar lagi, aku masih ngantuk," kata Sere dengan suara serak tanpa membuka matanya."Bangun, cepat!" perintah Faresta masih terus mengguncang tubuh Sere."Diamlah! aku masih mengantuk," bentak Sere dengan suara bangun tidur."Kamu iniiiii," geram Faresta, ia memegang rahang Sere lalu mencium dan melumat bibir ranum itu membuat sang dara langsung membulatkan netranya terkejut."Apa yang kau lakukan!" bentak Sere mendorong tubuh Faresta sampai membuat terjungkel karena tak siap."Aku hanya membangunkanmu," sahut Faresta tak peduli, ia bangkit dan duduk disisi
Sarapan terjadi dengan keheningan semua fokus melahap makanan, sedangkan orang tua Faresta seperti menunjukan kemesraan apalagi wanita itu. Membuat Sere sedikit mual melihatnya, berusaha tak peduli lebih mementingkan perut yang berdemo."Kami akan menginap sampai hari pernikahan kalian," terang Papa Faresta, ia mengelap bibirnya dengan tisu."Terserah Papa saja, tapi aku tak suka wanita ini ada disini!" balas Faresta dengan menatap sinis ke arah Ibu tirinya."Dia juga Ibumu sekarang Resta, kamu harus menghormatinya!" tegas Sander --- Ayah Faresta menyandarkan tubuhnya lalu menatap anak semata wayangnya."Aku tidak memiliki Ibu, Ibuku sudah mati!" bentak Faresta bangkit dari duduknya, lalu menarik lengan Sere untuk ikut berdiri."Kalian jika ingin istirahat pergilah ke kamar biasa yang Papa tempati, aku mau periksa semua keperluan untuk nanti," tutur Faresta datar, ia langsung pergi tak lupa membawa Sere."Mau kamu bawa ke mana, calonmu? aku
14 - Faresta!Sander membawa Kanara keluar masion, lalu pergi meninggalkannya tergeletak di jalan. Pria itu mengusap wajah dengan kasar, tidak habis pikir wanita yang dianggapnya baik bisa berkelakuan seperti itu dia kira Kanara berubah ternyata masih sama. Dia memilih mengistirahatkan tubuh dari pada memusingkan hal ini.***Sere merasa nyenyak sekali tidurnya, bahkan ia sama sekali tidak ingin membuka mata. Benda keras yang menjadi bantalan, saat rasa nyaman sampai tak ingin beranjak dari situ."Nyenyak ya tidurnya." Suara bariton itu membuat Sere langsung membuka matanya cepat."Kamuuuuu," seru Sere saat mendongak matanya langsung bertubruk dengan manik Faresta."Iya, aku siapa lagi," sahut Faresta tak lupa mengulas senyuman."Kenapa bisa ada dikamarku!" bentak Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta."Aishhhh, main lempar - lempar aja, tubuh kamu aja lempar sini aku terima dengan senang hati," goda Faresta deng
15 - Usaha KanaraKanara saat membuka matanya, pusing langsung menyerang ia sesekali memukul kepalanya agar sedikit reda. Ingatan kejadian semalam membuat ia menggeram kesal, ia sangat bodoh sampai mabuk dan menemui Faresta bahkan memaki suaminya. Dirinya harus bagaimana sekarang, bahkan kini berada diluar mansion, terduduk lesehan dibawah. "Aku harus bagaimana? bodohnya aku," gumam Kanara pelan."Mana mungkin aku diterima, saat tadi malam aku memakinya," katanya lagi sambil memukul kepalanya atas kecerobohan."Aku coba saja, mungkin Sander akan menerimaku. Diakan sangat mencintaiku," tekad Kanara ia berusaha berdiri walau sempat terjatuh karena kepalanya masih terasa pusing.Kanara langsung masuk menerobos mansion, karena pintu sudah terbuka saat Sander mengeluarkan barang - barang milik istrinya.Ia melangkah dengan cepat menuju kamarnya, dia membuka pintu dan menemukan Sander yang tengah memakai pakaian."Apa yang kau lakukan!