Share

8 - Sangkar emas

Sere sangat dongkol, selesai makan ia berjalan ke kamar tamu lalu merebahkan diri di sana sampai terlelap. Sedangkan Faresta menatap kepergian calon istrinya dan mengembuskan napas kasar.

"Dia sangat keras kepala," gumam Faresta mengelap bibirnya dengan tisu lalu pergi mengikuti Sere.

Baru saja kakinya sampai di depan pintu, nada dering ponsel berbunyi membuat ia berhenti lalu mengangkat panggilan.

"Hallo Tuan," sapa Kean dingin.

"Ada apa?" tanya Faresta tak kalah dingin.

"Tuan Devano menginginkan sebuah mata Tuan," terang Kean pelan.

"Carilah di rumah sakitku, aku sedang malas mencari mangsa," seru Faresta.

"Selamat malam Tuan," ucap Kean.

Faresta tanpa menjawab ucapan sekertarisnya, ia langsung mematikan sambungan telepon lalu memasukan handphone ke saku. Mulai melangkah dan membuka pintu kamar tamu, terlihat Sere telah terlelap.

"Putri tidur," gumam Faresta setelah menutup pintu lalu duduk di ranjang, tangannya membelai surai indah milik Sere calon istrinya.

"Jangan jadi putri pembangkang dong," cicit Faresta naik ke ranjang lalu masuk ke selimut dan tangannya melingkar ke pinggang ramping calon istrinya.

***

Jam menunjuk pukul empat pagi, Faresta bangkit dari tidurnya saat mendengar alarm handphone berdering. Saat mematikan suara itu, lekas berbalik memandangi Sere yang terlelap begitu damai. 

"Aku pergi dulu," kata Faresta mengecup pipi Sere lekas bangkit pergi keluar, melangkah ke kamar pribadinya untuk membersihkan diri.

Faresta dijemput oleh Kean, ia hanya diam tak bersuara sedikitpun. Setelah kepergian Tuan rumah, Sere menggeliat lalu bangun mengucek matanya.

"Aku nyenyak sekali," ucap Sere lalu melangkah ke toilet untuk membersihkan diri dan perutnya juga mulas.

Setelah dirasa sudah cukup, ia keluar kamar dan pergi ke dapur. Dia menatap meja makan yang masih rapi, lalu mengeryitkan dahinya.

"Bulannnnn," panggil Sere saat menatap gadis itu tengah berjalan ke arahnya.

"Iya Nona, sebentar," sahut Bulan melangkah sedikit cepat lalu berhenti saat dihadapannya.

"Ke mana Tuanmu?" tanya Sere.

"Tuan Faresta pergi sejak jam setengah empat, Nona," balas Bulan sopan.

"Apa dia tidak sarapan?" tanya Sere pelan.

"Tidak Nona, Tuan terlihat tergesa - gesa," jawab Bulan lagi.

"Ohhh, ya sudah aku ingin sarapan dulu. Kamu temani aku makan ya," ajak Sere lalu menarik lengan Bulan untuk duduk di kursi.

 "Nona, saya sarapan di dapur saja." Tolak Bulan.

"Pleaseeee, jangan membantah! aku jenuh kalau makan sendiri," keluh Sere sambil mengerucutkan bibirnya.

"Maaf Nona, aku tidak berani. Takut dipecat," cicit Bulan menggelengkan kepalanya.

"Kamu tidak akan dipecat, saya jamin itu," ucap Sere menyakinkan.

"Tappp," ucap Bulan terhenti saat ditatap tajam oleh Sere.

"Turuti, atau kamu aku pecat!" ancam Sere membuat Bulan menghela napas lalu ikut duduk di kursi.

Sere tersenyum melihat Bulan menurut padanya, ia menunggu gadis itu menyendokan untuknya dan dia sendiri.

"Terimakasih, ayo makan!" celetuk Sere dengan ceria, membuat Bulan hanya tersenyum canggung.

"Kamu sudah berapa lama berkerja disini?" tanya Sere membuat Bulan terkejut dan tersedak.

"Eh, hati - hati," nasehat Sere meraih gelas yang sudah berisi air diberikan pada Bulan.

"Terimakasih, Nona," seru Bulan pelan dibalas anggukan oleh Sere.

"Ayoo jawab pertanyaanku tadi." Tagih Sere membuat Bulan mengigit bibirnya bingung.

"Baru empat bulan, Nona," balas Bulan pada akhirnya karena melihat Nonanya menunggu jawaban.

"Kamu betah bekerja disini?" tanya Sere mulai kepo.

"Betah Nona, apalagi gaji yang besar," sahut Bulan malu - malu.

Sere tersenyum lalu menggenggam jemari Bulan, membuat sang empu terkejut. "Gak usah malu, dulu juga saat aku bekerja gitu kok," serunya sambil tertawa lalu lanjut makan lagi dan melepaskan genggamannya.

"Nona tak jijik menyentuhku?" tanya Bulan hati - hati.

Sere mengeryit lalu menoleh menatap Bulan. "Jijik? memang kamu sampah, sampai - sampai aku harus jijik," cecarnya lalu melanjutkan makan lagi.

Setelah selesai makan, Bulan langsung pamit pergi untuk mencuci piring kotor. Sere pergi ke ruang tamu, ia menonton televisi. Rasa bosan menyapa dia bangkit pergi ke kamar untuk mengganti pakaian.

"Ishhh, apa dulu disini ada wanita yang menginap? kenapa banyak sekali pakaian wanita," gumam Sere meraih satu dress lalu segera mengambil dan memakainya.

Selesai memakai dress berwarna hijau muda sangat manis dan pas ditubuhnya, setelah puas mengamati ia meraih tas dan melangkah keluar.

"Nona, mau ke mana?" tanya Bulan saat melangkah masuk ke mansion dan menatap  Sere sudah berpakaian rapi.

"Pergi, kamu habis dari laundry?" tanya Sere balik, sambil menatap bawaan Bulan.

"Iya, Nona. Nona masuklah lagi, karena Tuan melarang Nona untuk keluar mansion," ujar Bulan mempersilakan Sere yang mengerucutkan bibirnya kesal, tapi ia pergi masuk lagi.

"Memang dia siapa aku, ngelarang aku pergi keluar," gerutu Sere sambil menghentak - hentakan kakinya.

"Tuan telah menegaskan bahwa Nona adalah calon istrinya, jadi kami harus menjaga Nona," seru Bulan dengan ceria.

"Calon istri kok dikurung," ketus Sere terus mengikuti Bulan yang memasukan pakaian ke lemari milik Faresta.

"Sangkar emas Nona, kalau saya jadi Nona pasti akan bahagia sekali," cicit Bulan pelan.

"Ini sangat tak enak, Bulan. Kamu mau ngapain sekarang?" tanya Sere menatap Bulan yang menutup pintu lemari.

"Merapikan rumah Nona, aku akan menyapu lantai," balas Bulan.

"Aku pamit dulu Nona, apa Nona ingin sesuatu?" tanya Bulan pelan.

"Aku ingin membantumu," jawab Sere dengan ceria membuat Bulan membulatkan matanya.

"Tidak Nona, jangan! bisa - bisa saya dipenggal gara - gara membuat Nona kelelahan," ucap Bulan ketakutan.

"Kenapa bisa dipenggal, ih kamu ada - ada aja," cetus Sere sambil terkekeh dan menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Ayooo cepat, aku sangat bosan," ajak Sere melangkah pergi mencari sapu.

"Nona jangannnn," pinta Bulan langsung bersujud dan menangis.

"Heiiii, jangan begitu! apa yang kau lakukan," ucap Sere terkejut lalu berjongkok membanfu Bulan agar bangkit.

"Ya sudah, aku tak akan menyapu. Jadi jangan begini," kata Sere pelan dibalas anggukan dan senyuman Bulan.

"Terimakasih, Nona. Apa Nona ingin diambilkan sesuatu?" tanya Bulan.

"Ambilkan aku cemilan, aku tunggu dikamar, aku ingin maraton nonton drama," kekeh Sere ia langsung duduk di ranjang lalu meraih handphone-nya.

"Aku pamit dulu Nona, mau mengambil cemilan," seru Bulan lalu dibalas anggukan karena sudah fokus ke handphone yang menayangkan drama kesukaannya.

***

Faresta menatap layar yang menunjukan Sere tengah telungkup sambil menonton sesuatu di handphone, senyumannya terukir melihat tingkah calon istrinya yang suka tiba - tiba berguling, mengigit bantal atau menjerit. 

"Kamu sangat menggemaskan," kekeh Faresta terhenti saat pintu terbuka.

"Hallo Tuannn," sapa sekertarisnya.

"Ada apa, apa ada sesuatu?" tanya Faresta menatap sekertarisnya dari atas sampai bawah.

"Tidak ada, hanya inginnnn," ucap sekertarisnya membuat Faresta menyeringai.

"Sini duduk dipangkuanku lalu puaskan diriku," ujar Faresta dengan suara beratnya membuat semua wanita yang mendnegar pasti meleleh.

"Dengan senang hati, Tuan," ucap sekertarisnya dengan suara menggoda lalu melangkah melakukan hubungan badan dengan Faresta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status