Share

Part 2

Saat ini Leon tengah berada di taman belakang sekolah bersama dengan Syaqila, pacarnya. Setelah berhasil lepas dari Alea, Leon pergi ke kelas pacarnya, mengajak pacarnya itu pergi ke taman belakang sekolah, menghabiskan waktu bersama mumpung tadi Alea dipanggil oleh pak Hendro untuk mengajari adik kelasnya yang akan melakukan olimpiade fisika. 

“Sayang, tau enggak tadi kata temen aku Alea dipanggil ke ruang TU,” ucap perempuan yang bernama Syaqila Bagaskara atau yang lebih akrab disapa Qila itu.

Leon diam mendengarkan semua perkataan pacarnya seraya mengelus lembut rambut panjang Qila yang digerai bebas. Dalam hati Leon berkata, “Oh”. Jadi itu alasan tadi ia bertemu Alea di depan ruang TU.

“Kata temen aku, Alea nunggak bayar SPP selama tiga bulan,” lanjut Qila seraya memainkan squisy miliknya yang berbentuk buah apel. Squisy itu pemberian Leon saat mereka pergi ke pasar malam.

“Kok bisa sampai nunggak?” tanya Leon penasaran, karena setahunya Alea dan Qila memiliki ayah yang sama, yaitu om Fian. Om Fian punya perusahaan percetakan yang lumayan cukup terkenal. Jadi, tidak masuk akal ‘kan jika Alea sampai menunggak uang SPP-nya?

“Enggak tau, padahal papa sering kasih uang bulanan ke Alea dan uang bulanannya juga lebih besar dari aku!” Qila kesal karena Alea selalu menjadi anak nomor satu papa. Segala hal menyangkut mereka pasti papa akan lebih mengunggulkan Alea.

“Atau jangan-jangan uangnya dipakai Alea buat yang enggak bener,” tebak Qila yang selalu berpikiran negatif tentang Alea.

Leon mengangguk, membenarkan ucapan pacarnya. “Bisa jadi, Alea ‘kan anaknya enggak jelas.”

Dalam hati Qila tersenyum penuh kemenangan. Qila senang pacar gantengnya itu selalu mempercayai ucapan negatifnya tentang Alea. Mungkin Alea memiliki semuanya, tapi ada tiga hal yang tidak dimiliki oleh Alea. Pertama papa. Selama ini papa hanya mengunggulkan materi saja kepada Alea, tidak dengan kasih sayangnya. Yang kedua adalah mama. Alea tidak punya mama, sementara ia punya mama. Dan yang ketiga adalah Leon, pacarnya. Leon lebih memilihnya, menyayanginya, dan mencintainya.

Selain itu, Qila senang karena semua teman-teman seangkatannya kebanyakan lebih mendukungnya dibandingkan mendukung Alea. Lagi pula di sini Qila ‘kan korbannya?

Alea sering bersikap egois dan tidak tahu diri. Sejak kecil Alea sering memonopoli papanya, gara-gara Alea kakek dan neneknya membencinya dan tidak menganggapnya cucu, padahal mereka sama-sama anak papa. Gara-gara Alea juga papa dan mama diusir dan tidak mendapatkan harta warisan kakek, dan sekarang Alea ingin merebut Leon-nya. Oh, itu tidak akan terjadi! Qila akan membuat papa dan Leon selalu berpihak kepadanya.

Jadi mulai sekarang bukan ia yang menderita, tapi Alea yang harus menderita. Alea harus membayar semuanya sekarang. Sungguh, Qila sangat membenci Alea yang selalu berlagak menjadi korban.

“Kamu jangan kayak Alea ya, Sayang.”

Qila menoleh ke arah Leon yang tengah tersenyum sangat manis hingga kedua lesung pipinya terlihat sangat jelas.

“Kamu jangan kayak dia, urakan, enggak tau malu. Kamu harus anggun kayak princess,” lanjut Leon.

Qila terkekeh geli mendengar perkataan Leon.

“Tenang aja, aku enggak bakal kayak Alea kok. Nanti kalau aku kayak dia kasihan dong papa. Lagi pula Alea kayak gitu karena enggak ada yang perhatian sama dia. Aku ngerasa miris aja sama hidup Alea, padahal waktu itu mama sama papa nawarin buat tinggal bersama, tapi dia enggak mau dan malah maki-maki mama,” ucap Alea dibumbui kebohongannya agar Leon percaya jika Alea itu benar-benar anak tidak tahu diri.

Leon mengangguk samar. Ia juga merasa miris dengan hidup Alea. Padahal Alea cantik dan pintar, tapi gara-gara kurang kasih sayang dia jadi urakan seperti itu.

Leon membawa tubuh Qila ke dalam dekapannya. Mengecupi kening Qila dengan sayang.

Tanpa mereka sadari sejak tadi ada yang mendengar pembicaraan mereka. Orang itu terlihat mengepalkan tangannya. Orang itu tidak terima Leon dan Qila menjelek-jelekkan Alea. Apakah mereka tidak sadar sikap mereka juga tidak tahu diri, terlebih Qila.

****

 Pukul lima sore Alea baru saja sampai di rumahnya. Biasanya sepulang sekolah Alea selalu pergi ke makam mama dan adiknya. Mendoakan mereka dan juga menceritakan segala hal yang telah Alea lewati pada hari itu. Namun khusus hari ini Alea lelah.

Sepi!

Ya, seperti itulah keadaan rumah Alea. Hanya ada Alea seorang di rumah itu. Papanya jarang pulang ke rumah. Alasannya sibuk pekerjaan, tapi Alea tahu jika papanya tidak pulang ke rumahnya karena pulang ke rumah istri keduanya.

Ya, istri kedua karena istri pertamanya adalah mamanya.

Alea tahu karena setiap papanya pulang ke rumah istri keduanya, pasti Qila akan membagikan potret kebersamaan keluarganya ke akun media sosial miliknya. Qila melakukan itu seolah sengaja ingin memamerkan kepadanya jika papanya lebih memilih bersamanya.

Lantas Alea, apakah cemburu atau sebagainya? Jawabannya adalah Tidak! Alea tidak cemburu atau sebagainya. Alea sudah kebal, lebih tepatnya Alea sudah merasa lelah dibohongi oleh papanya dan berujung menjadi masa bodo.

Dari pada memikirkan itu, lebih baik Alea memikirkan bagaimana ia mengumpulkan uang untuk membayar uang SPP-nya yang menunggak selama tiga bulan. Dipikir-pikir Alea menyesal saat itu tidak menerima beasiswa dari sekolah.

Alea mengganti seragamnya dengan kaos biasa dan juga celana pendeknya. Alea mulai mengerjakan pekerjaan rumah yang belum sempat ia selesaikan tadi pagi.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Alea pergi ke kamarnya kembali. Ia membuka lemarinya dan membongkar sebuah kotak berwarna merah. Di dalam kotak tersebut ada satu buah kartu debit biasa dan dua buah black card pemberian kakek dan neneknya. Alea tidak pernah memakai ketiganya.

Lalu Alea mengambil sebuah dompet berwarna ungu, di dalamnya terdapat uang berwarna merah dan biru. Setelah Alea hitung, uang tabungannya memang cukup untuk membayar uang SPP-nya selama tiga bulan, namun ia tidak mungkin menghabiskan semua uang tabungannya. Ada beberapa keperluan lainnya yang harus segera ia bayar dan jumlahnya tidak sedikit.

Uang hasil ia bekerja di laundry milik tetangganya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ya, Alea bekerja paruh waktu di laundry milik tetangganya.

Mungkin kalian pikir Alea bodoh karena menyusahkan dirinya sendiri di saat papa dan kakek-neneknya mentransfer uang setiap bulannya dalam jumlah yang sangat besar. Namun Alea ingin mandiri, ia tidak mau bergantung kepada mereka. Biarlah uang pemberian mereka Alea simpan untuk biaya kuliahnya nanti. Pasti nanti biaya kuliahnya memerlukan uang dalam jumlah besar apalagi cita-citanya ingin masuk ke fakultas kedokteran yang pasti biayanya sangat mahal.

“Pinjam uang ke siapa, ya?”

Shella? Tidak, tidak mungkin ia meminjam uang kepada sahabat baiknya itu. Walaupun ia yakin Shella akan meminjamkannya uang, tapi ia sudah cukup merepotkan Shella dan keluarganya.

Yuki, Nana, Windy, Siska? Tidak, mereka juga sudah sering direpotkan oleh Alea.

Tiba-tiba sebuah nama terlintas dalam benaknya.

“Juna!”

Ya, laki-laki yang namanya mirip seperti tokoh dalam cerita Mahabarata itu kaya dan pasti akan meminjamkan uang padanya.

Alea pun mengambil ponselnya yang ia simpan di atas kasur.

Me

Jun, Lo lagi sibuk enggak?

Tak butuh waktu lama Juna membalas pesannya.

Juna

Kagak, emangnya kenapa?

Me

Bisa ketemu enggak? Gue butuh bantuan Lo

Alea meletakkan kembali ponselnya di atas kasur, ia menunggu balasan pesan Juna. Alea harap Juna bisa membantunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status