Share

Part 9

Pagi ini Alea ceria sekali. Alea berjalan sambil bersenandung, wajahnya tak henti-henti menampilkan senyum manisnya.

Penasaran apa yang membuat gadis itu bahagia? Sederhana saja, tadi pagi ia sarapan bersama sang papa, lalu berangkat ke sekolah juga diantar oleh papa, tak lupa sebelum tadi Alea turun dari mobil papanya itu memberikan kecupan hangat di keningnya.

Uh! Alea bahagia sekali pokoknya. Kebahagiaannya tidak bisa di deskripsikan.

Belum lagi sewaktu ia bangun tadi, pertama kali ia mengecek ponsel, Alea mendapat pesan manis dari sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Sean, ditambah lima hari lagi ia akan gajian di kafe kak Alya! Lengkap sudah kebahagiaan Alea.

Alea mudah sekali memaafkan papanya, walaupun papanya itu sering kali berbohong padanya, tapi Alea tetap tidak bisa membenci laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu.

Sering kali Alea bilang jika nanti papanya pulang, ia tidak akan mau peduli lagi. Alea akan masa bodoh dengan sang papa, namun Alea tidak bisa melakukan itu. Alea sayang papanya, Alea luluh dengan senyuman manis papanya, perlakuan manis sang papa yang selalu sukses membuat hatinya menghangat. Alea suka itu.

Alea selalu rindu jika papanya tidak pulang dengan alasan sibuk, padahal Alea tahu papanya pulang ke rumah istrinya. Alea tahu itu, tapi tetap Alea tidak bisa membenci papanya.

Tidak ada waktu untuk Alea marah kepada papa, laki-laki yang membuatnya ada di dunia itu. Jarang pulang dan sekalinya pulang hanya sebentar, setelah itu pergi lagi. Jadi Alea memanfaatkan waktunya sebaik mungkin jika papanya tengah ada bersamanya.

“Dih, Lo kenapa senyum-senyum sendiri? Gila Lo?” Terkesiap, Alea menoleh ke samping dan mendapati sosak Leon di sana yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Alea merutuk dalam hati, kenapa juga laki-laki ini ada di sini, menggangu kebahagiaannya saja.

Walaupun sebal Alea tetap mempertahankan senyumannya, senyuman yang sukses membuat Leon tak bisa berkata-kata.

“Ih, Leon tumben nyapa Lea duluan? Kangen ya sama Lea?” Seperti biasa, Alea akan bersikap PD sekaligus menyebalkan di mata Leon.

Perempuan itu memasang senyuman menyebalkannya lagi, membuat Leon ingin menenggelamkan Alea seketika atau membuang Alea ke rawa-rawa.

“Ck, PD banget Lo! Siapa juga yang kangen sama Lo! Dasar cewek gila!” sewot Leon.

Masih pagi Alea sudah minta ditampol oleh Leon.

Mungkin jika itu laki-laki maka Leon akan menampolnya atau sebagainya. Namun ini Alea, perempuan yang memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi dan juga tidak tahu malu. Kemarin saja ia tampar Alea malah dibalas kecupan manja oleh Alea di kedua pipinya.

Alea terkikik geli mendengar jawaban ketus dari lawan bicaranya itu. “Ih, Leon lucu deh. Gengsi banget sih, tinggal ngaku aja kalau Leon itu kangen sama Lea,” goda Alea tanpa menghilangkan senyuman yang sangat Leon benci itu.  

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan senyuman Alea, senyuman Alea sangat manis sekali. Hanya saja menurut Leon, senyuman perempuan itu mirip seperti senyum perempuan penggoda dan Leon benci itu.

Leon berdecak malas, terkadang Leon bingung terbuat dari apa hati Alea itu. Alea tidak pernah atau pun sakit hati dengan ucapannya. Sekasar apa pun perkataan Leon pada Alea, perempuan itu tetap tersenyum seperti tidak ada yang terjadi sama sekali.

Contoh kecilnya beberapa hari yang lalu saat Leon menamparnya, apakah Alea marah? Sedih? Tidak! Justru malah sebaliknya, dan yang lebih gilanya lagi Alea membalasnya dengan mencium kedua pipinya.

Mengingat hal itu seketika membuat darah Leon berdesir aneh.

“Ih, pipi Leon kok merah-merah gitu, kenapa? Salting ya, jalan berdua sama Lea?” goda Alea sambil cengengesan.

Alea semakin gencar saja menggoda Leon.

“Ck, Berisik!” balas Leon dengan ketusnya.

Lagi-lagi Alea terkikik. Alea berhasil menghancurkan mood Leon pagi ini. Padahal biasanya juga Alea akan mulai menempeli Leon di jam istirahat.

Ngomong-ngomong, mereka sekarang jalan beriringan di lapangan. Keduanya menjadi pusat perhatian di sana. Bahkan ada beberapa siswi perempuan yang berbisik-bisik, menggosipkan mereka berdua. Pasti setelah ini ada gosip baru tentang Alea dan Leon.

Alea melirik ke sana-kemari, mencari seseorang yang sedari tadi ia tunggu, namun orang tersebut tak kunjung menampilkan batang hidungnya. Alea mulai malas berdekatan dengan Leon jika tidak ada orang itu.

Qila. Iya, Qila yang tengah Alea tunggu saat ini.

Lantas Alea menoleh, melihat ke arah laki-laki itu.

“Al, gue minta maaf.” Ucapan Leon yang tiba-tiba membuat Alea heran.

“Minta maaf buat apa? Emangnya Leon ada salah ya sama Lea?” tanyanya polos.

“Engh anu ... itu—“ Leon menggaruk tengkuknya membasahi bibirnya. Kebiasaan Leon jika sedang gugup pasti melakukan itu.

Alea menaikkan sebelah alisnya. “Anu Leon emangnya udah apain Lea sampai minta maaf segala?”

Seketika Leon menepuk jidatnya. Alea ini benar-benar — ah, sudahlah.

“Soal yang gue nampar Lo itu. Gue bener-bener minta maaf. Gue enggak bermaksud main fisik, kemarin itu gue reflkes nampar Lo,” lanjut Leon dengan wajah menyesal.

Ayolah, Leon benar-benar merasa bersalah kepada Alea. Ia seperti laki-laki bejat dan tidak berpendidikan karena telah tega menampar kaum yang seharusnya ia hormati dan jaga.

Alea membentuk mulutnya menjadi huruf O. Jadi karena itu toh. Alea tersenyum kecut. Alea tidak menyangka Leon akan meminta maaf kepadanya. Sungguh tindakan yang tak terduga dari Leon.

“Haha, ih enggak apa-apa, Leon. Lea enggak apa-apa kok beneran. Leon enggak usah ngerasa bersalah gitu. Lagian enggak sakit juga. Alea anggap itu kode kalo Leon mau dicium sama Lea, hihi ...” jawabnya santai seakan tamparan tempo hari itu bukan apa-apa.

Padahal Alea kesal setengah mati, bisa saja sebenarnya Alea membalasnya dengan hal serupa atau bahkan lebih. Namun karena Alea tidak mau menghancurkan rencananya, Alea pun tahan. Ia menahan diri agar tidak membalas tamparan Leon. Alea harus tetap mempertahankan image cewek penggodanya di hadapan Leon. Orang seperti Leon dan Qila harus dibalas dengan cara yang berbeda agar mereka kalah dan merasa dipermalukan.

“Lo enggak marah sama gue, Al?” tanya Leon. Ia cukup terkejut dengan respons Alea yang sesantai itu, seolah kejadian kemarin bukan apa-apa.

Bahkan Leon sendiri setelah melakukan itu langsung merasa bersalah pada Alea. Bayang-bayang ia menampar Alea selalu hinggap di pikirannya.

“Ih, Alea tuh enggak bisa marah sama Leon tahu. Lea ‘kan cinta banget sama Leon.” Dalam hati, Alea ingin muntah seketika saat kata-kata itu keluar dari bibirnya.

“Alea itu enggak bisa benci sama Leon, stock benci Lea tuh udah abis diambil sama Qila dan mamanya. Nah, kalau ke Leon, Lea Cuma bisa kasih cinta doang, hehe ...” ujarnya sambil nyengir, memamerkan deretan gigi putihnya.

Leon menghembuskan napasnya berat. Sikap Alea yang seperti ini membuat rasa bersalah Leon kepada Alea semakin besar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status