Share

PART 5

Tuan Pemaksa

Hai, Nona Manis. Aku akan menjemputmu tepat jam 7 malam. Di mana aku harus menjemputmu? Di rumah? Di toko roti?

Queen membanting ponselnya ke atas meja. Apa ia harus memblokir nomor Rafael agar Tuan Pemaksa itu tidak bisa menghubunginya lagi? Ah, bukan pilihan tepat. Itu justru akan membuat Rafael bertindak semaunya sendiri.

Lagi-lagi terdengar bunyi beep dari ponsel. Rafael tidak mudah menyerah. Apa sebenarnya tujuan Rafael mendekatinya? Karena tertarik? Queen menggeleng, tidak mungkin. Pria seperti Rafael tidak akan menyukai gadis polos seperti Queen.

Tuan Pemaksa

Tidak dibalas? Oke, aku akan menjemputmu di toko. Jika kau tidak menungguku di sana, aku akan datang ke rumahmu. Bertemu dengan calon ibu mertua bukanlah ide buruk.

Gila! Apa kata Maura seandainya pria asing datang ke rumah untuk menjemput putrinya? Terlebih pria mesum seperti Rafael, Maura pasti dengan mudah mengendus kelakuan buruknya. Lantas, Queen sudah bisa menebak kalimat apa yang akan diucapkan Maura.

"Jangan sampai bergaul dengan orang yang salah, Queen. Kau tahu, banyak gadis di luar sana yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Banyak yang hamil di luar nikah. Jangan sampai hal itu terjadi pada anak Mama."

Oke, Queen sudah hafal kalimat itu di luar kepala. Seharusnya Maura tahu, Queen tidak mungkin melakukan itu. Ya, Queen tidak pernah menjalin hubungan dengan pria. Jangankan berbuat negatif seperti yang Maura takutkan, sekadar berciuman pun Queen tidak pernah merasakannya.

Semasa kuliah, ada senior yang nekat ingin mencium Queen. Dan tahu apa terjadi? Queen meninju wajah lelaki itu hingga bibirnya berdarah. Jadi, sebenarnya Maura tidak perlu menakutkan apa pun. Putrinya selalu memegang prinsip yang diajarkan.

Tuan Pemaksa

Tidak ada alasan untuk menolak. Aku sudah menyuruh seseorang untuk mengantarkan gaun untukmu. Sampai nanti malam, Nona Manis!

"Ada masalah, Queen?" tanya Nara. Gadis itu seumuran dengan Queen, karenanya hubungan mereka cukup akrab, mengingat Nara adalah pendengar yang baik.

Queen mengusap rambutnya. "Menurutmu, apa alasan seorang pria mengajak seorang gadis makan malam?"

"Tujuh puluh lima persen, karena dia tertarik pada gadis itu."

"Tidak mungkin," dengus Queen.

"Jadi, ini tentang lelaki berjas hitam tadi?" Nara mengedipkan sebelah mata. "Kelihatannya dia memang tertarik padamu."

"Gadis biasa sepertiku jelas bukan type wanita idaman pengusaha kaya seperti dia."

"Kata siapa? Di dalam novel romance yang aku baca, justru banyak pria-pria kaya yang jatuh cinta pada gadis polos."

"Aish ... jangan samakan dunia nyata dengan fiksi."

"Tapi tidak ada salahnya waspada, Queen. Bisa jadi mereka hanya mengincar tubuh si gadis." Nara melirihkan suara, kemudian kembali sigap melayani pengunjung lain.

Sementara itu, Queen memijit kepalanya. Ia berniat meminta pendapat Joshua, akan tetapi ia segera membuang jauh-jauh pikirannya. Ia jelas sedang tidak ingin menghubungi Joshua. Atau Joshua akan mencecarnya, meminta jawaban atas ungkapan perasaannya kemarin malam.

Astaga! Pria-pria keluarga Alexander membuat Queen sakit kepala!

***

Apa Queen harus menyebut dinner kali ini begitu romantis? Entahlah. Boleh dibilang suasananya memang romantis, tetapi tidak dengan interaksi di antara mereka. Duduk berdua di café rooftop—sepertinya Rafael sengaja mengusir pengunjung lain. Ah, bukan mengusir, lebih tepatnya Rafael menyewa tempat ini sehingga tidak ada pengunjung selain mereka berdua.

Berteman candle light, dari puncak gedung mereka bisa menyaksikan pemandangan ibukota nan gemerlap, sementara langit bertabur bintang meski beberapa kali awan berarak menutupi rembulan. Romantis seandainya lelaki yang duduk di hadapannya adalah lelaki yang dicintai Queen.

"Lima menit lagi saya harus pulang. Tolong, jangan mempersulit saya," pinta Queen sungguh-sungguh. Ia menyuap sesendok red velvet cake. Menyantap hidangan penutup.

"Asal kau menjadi gadis penurut, tentu aku tidak akan mempersulitmu." Rafael menyesap Espresso dari cangkir.

"Tolonglah, Tuan. Mama tidak memberikan kebebasan pada saya untuk bergaul dengan lelaki. Saya−"

"Kau ingin merahasiakan pertemuan kita? Oke, tidak masalah. Asalkan kita masih bisa bertemu seperti kali ini."

Queen mengerutkan dahi. "Untuk apa bertemu lagi? Saya tidak tahu apa tujuan Anda sebenarnya."

"Aku tertarik padamu."

"Tertarik?"

"Sejak pertama kali aku melihatmu."

"Itu tidak mungkin."

"Tidak mungkin?" Rafael terkekeh. "Aku bukan Joshua yang bisa memendam perasaan selama bertahun-tahun, persis seperti seorang pecundang."

"Bagaimana jika saya tidak mempercayai Anda?"

"Aku akan membuatmu percaya. Sekarang pejamkan matamu," perintah Rafael. "Ingat, aku tidak suka dibantah."

Queen hanya menurut. Perlahan, matanya terpejam. Jantungnya berdetak begitu kencang. Oke, sejak Rafael menjemputnya di toko tadi, Queen sudah merasakan debaran yang tidak biasa. Tidak, bukan cinta, melainkan rasa cemas yang berlebihan. Cemas jika Maura sampai tahu, dan juga cemas karena harus berdekatan dengan lelaki berbahaya semacam Rafael.

Bohong jika Queen tidak mengagumi tubuh tinggi tegap yang terbalut kemeja putih serta jas hitam itu. Siapa pun pasti akan terpana oleh kesempurnaan Rafael. Bahkan sampai saat ini, Queen tidak bisa melupakan pahatan di perut lelaki di hadapannya. Bagaimana rasanya jika ia menyentuh perut itu?

Ah, Queen merinding membayangkannya. Dan sekarang, saat Rafael memintanya untuk memejamkan mata, debaran di dadanya semakin terasa. Jantungnya berpacu tiga kali lipat dibanding biasanya. Kira-kira apa yang akan dilakukan Rafael?

Di dalam film, saat seorang pria meminta kekasihnya untuk memejamkan mata, artinya pria itu sedang menyiapkan kejutan indah. Atau ... si lelaki akan menciumnya? Hei, kalau Rafael berani menciumnya, Queen bersumpah akan merontokkan gigi pria itu.

"Buka matamu."

Queen membuka mata, dan ia terpana saat itu juga. Tangan kokoh Rafael terulur di depan wajah Queen, memperlihatkan seuntai kalung yang begitu indah. Puluhan berlian berkilau di setiap untaiannya, disempurnakan dengan liontin yang menggantung di bagian ujung. Queen belum pernah melihat perhiasan seindah ini.

"Apa maksudnya?" lirih Queen tidak mengerti.

"Aku tahu ini terlalu cepat jika aku memintamu untuk menjadi kekasihku. Karena itu, aku ingin mengawali sebuah pertemanan denganmu. Be my close friend, please!"

"Lalu kalung ini?"

"Sebagai lambang persahabatan kita."

"Maaf, Tuan. Bukan hanya karena saya lebih miskin daripada Anda, lalu Anda bisa dengan mudah menyogok saya dengan berlian."

"Aku tidak menyogokmu."

"Anda pikir sebuah persahabatan bisa dibeli dengan harta?"

"Aku hanya−"

"Saya tidak tertarik berteman dengan Anda, jadi tolong jauhi saya sekarang."

Rafael meletakkan untaian kalung di meja. Queen berani memotong kalimatnya? Shit! Gadis ini benar-benar sulit ditaklukkan. Bahkan ia juga tidak terpengaruh oleh perhiasan bernilai puluhan juta rupiah?

"Jangan harap aku akan menyerah begitu saja." Rafael beranjak dari kursi, melangkah hingga sampai di samping tempat duduk Queen. Kedua tangan menyilang di depan dada, menatap Queen secara intens.

Jika sehari yang lalu Rafael berpikir Queen bukan gadis yang menarik, maka kali ini ia terpaksa harus mengubah ucapannya. Dengan sedikit sentuhan make up di wajah polosnya, kecantikan Queen meningkat dua kali lipat.

Terlebih dengan dress warna peach yang Rafael berikan. Sempurna! Dress selutut itu terlihat longgar di bagian bawah, sementara bagian atas memiliki style kerutan sebatas dada hingga perut.

Oke, style itu cukup untuk memperlihatkan lekuk tubuh Queen, terutama di bagian dada yang nampak padat dan berisi. Lantas, kulit yang terlihat putih mulus, ah ... lupakan itu, Rafael! Ingat, kau tidak tertarik pada Queen! Kau memiliki Selly!

"Padahal kalung itu akan terlihat cocok dengan lehermu yang mulus." Rafael menghela napas panjang. Sebelah tangan pria itu menyentuh leher Queen, membayangkan seandainya ia bisa memberikan gigitan kecil di sana.

"Saya ... harus pergi," lirih Queen. "Saya berjanji pada Mama agar tidak pulang terlambat."

Rafael memperhatikan bibir Queen bergerak seiring ucapannya yang terdengar sedikit gemetar. Ah, kelincinya mulai menggigil ketakutan. Dan kenapa itu justru semakin membuat Queen terlihat begitu menggemaskan? Bibirnya yang dipoles dengan warna natural, terlihat begitu mengundang.

Wajah polos yang memancing gairah Rafael. Crazy!

***


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status