Queen menatap benda pipih di tangannya. Setelah semalam ia melakukan tes kehamilan di apartemen Nara, pagi ini ia mengulanginya di rumah. Tidak ingin mempercayai hasil tes semalam.
Ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Hasilnya tetap sama, dua garis merah tercetak jelas di sana. Ia hamil. Tanpa ikatan pernikahan. Dan ia tidak tahu ke mana harus meminta pertanggungjawaban. Satu-satunya lelaki yang harus menjadi ayah dari sang bayi sudah memilih untuk lepas tangan.
Tubuh Queen luruh ke lantai, menggenggam test pack erat-erat. Rasa penasarannya terhadap lelaki dengan sejuta pesona, membuahkan hasil. Queen tidak hanya mendapatkan jawaban bagaimana rasanya berada di dalam dekapan lengan kokoh Rafael, tetapi ia juga mendapatkan hadiah kecil yang kini bersemayam di rahimnya.
Seharusnya ia mendengarkan peringatan Joshua jika Rafael pria berbahaya. Dan seharusnya pula ia tidak melanggar prinsip yang diajarkan Maura. Kesenangan sesaat yang ia rasakan bersama Rafael hanya
Suasana ruangan kerja Alexander begitu hening. Alexander duduk di kursi kebesarannya, sementara Rafael dan Joshua duduk bersisian di depan ayahnya. Lelaki berperawakan tinggi tegap itu, masih menampakkan garis-garis ketampanan meski sudah berusia setengah baya. Di sana terlihat jelas dari mana Rafael mewarisi hidung mancung dengan pahatan dan detail sempurna di setiap inchi wajahnya.Tegas dan berwibawa adalah ciri khas Alexander. Kedua putranya—dari ibu yang berbeda—telah didikte menjadi anak yang patuh. Senakal-nakalnya Rafael, Alexander selalu bisa mengendalikannya. Itulah mengapa sampai saat ini, Rafael masih bersedia tinggal serumah dengan keluarganya meski jelas-jelas Rafael tidak menyukai mereka.Sebenarnya, ada satu hal yang membuat Rafael memilih bertahan. Rumah itu satu-satunya tempat yang menjadi kenangan manis bersama sang ibu. Karena itu, Rafael tidak sudi jika Elma mengambil alih rumah itu dan menjadi satu-satunya penguasa. Jadi, jangan heran jika hampir di
Rafael mengunci pintu kamar Queen, lantas melangkah perlahan menuju ranjang. Ia tidak ingin membangunkan gadis yang sedang terlelap. Sepertinya Queen lupa mematikan lampu utama, sehingga kamar bernuansa pink itu terlihat terang.Tatapan Rafael tertuju pada boneka kelinci dan music box di atas meja kecil tepat di samping ranjang. Rafael tersenyum pahit. Bahkan setelah Rafael melukainya, Queen tetap menyimpan barang pemberian Rafael? Apa Queen sangat mencintai Rafael? Atau memang gadis itu berhati lembut sehingga tetap mempertahankan benda pemberian Rafael, tidak peduli meski ia sudah terluka.Rafael melangkah semakin dekat ke arah ranjang. Dengan hati-hati, ia duduk di bagian sisi ranjang yang kosong. Ditatapnya tubuh lemah Queen. Gadis itu berbaring telentang, mengenakan celana jeans selutut serta kaos longgar berwarna putih. Tatapan Rafael beralih pada wajah sayu di hadapannya.Rafael membungkuk, menatap wajah Queen dari jarak yang sangat dekat. Wajah ber
Maura meletakkan sepiring sandwich dan segelas susu putih di atas meja. Sementara itu, Queen menatapnya lesu, duduk bersandar di kepala ranjang dengan kedua tangan menyilang di depan dada."Sejak semalam kau tidak makan. Makanlah, bayimu butuh nutrisi.""Rafael sudah pulang, Ma?" tanya Queen lirih."Ya, Rafael pulang setelah sarapan bersama Mama. Dia kelaparan, sampai-sampai menghabiskan banyak sandwich. Katanya, masakan Mama enak." Maura tersenyum tipis."Mama senang karena dia akan menjadi menantu Mama?""Sayang, kenapa kau bertanya begitu? Mama menghargai niat baik Rafael untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.""Tapi Rafael sudah memiliki tunangan, Ma.""Tunangan, kan? Bukan istri?""Rafael mencintai tunangannya.""Dan nanti dia pasti akan mencintai istri dan anaknya.""Aku tidak yakin, Ma. Mungkin lebih baik batalkan rencana pernikahan itu sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk." Queen menunduk.
"Queen hamil." Rafael membuka pembicaraan di ponsel."Brengsek!" umpat Aldric dari seberang sana. "Sudah aku duga akan berakhir sedramatis ini." "Apa bedanya denganmu? Lupa apa yang baru saja kau perbuat? Setidaknya aku mau bertanggung jawab, lain halnya denganmu. Melarikan diri ke New York seperti pecundang.""Wait! Apa aku tidak salah dengar? Maksudnya kau akan menikahi Queen?""Ya. Kau tahu? Pertama kali aku menyentuh perut Queen, aku merasa bangga menjadi seorang ayah."Aldric tertawa. "Sulit dipercaya, lelaki brengsek sepertimu, hatinya tersentuh hanya karena seorang bayi?""Meragukanku? Itulah keajaiban. Naluriku sebagai seorang ayah melunturkan kebrengsekanku.""Lalu mau kau kemanakan Selly?""Tidak ada pilihan lain, aku akan meninggalkannya. Aku lebih mencintai anakku.""Selly tidak mungkin semudah itu menerima keputusanmu. Dasar brengsek! Dia pasti terluka!""A
Sekali lagi, Queen mencuci wajah di wastafel, kemudian mengelapnya dengan handuk kecil. Berdiri tegak menatap bayangan di dalam cermin besar, tubuhnya yang hanya mengenakan bra dan underwear, nampak jelas di sana. Terlihat lebih berisi ketimbang beberapa bulan lalu.Perlahan, ia menyentuh bagian perut. Dalam hitungan bulan, perutnya akan membesar. Bayinya tumbuh sehat di sana. Kali ini, Queen tidak perlu mencemaskan apa pun. Rafael tidak menolak kehadiran anaknya lagi. Bahagia? Sangat. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, jika jebakan itu akan membawa Queen dalam sebuah ending yang dikemas apik.Menjadi bagian dari keluarga Alexander dan tinggal di rumah megah. Lihatlah bagaimana mereka mendesain kamar mandi, begitu luas dengan furniture kualitas impor. Memanjakan penghuni kamar, bahkan Queen tidak keberatan untuk berlama-lama di dalam kamar mandi, meski hanya untuk mengganti pakaian dan membersihkan wajah.Beberapa saat lalu, Qu
Argh! Ingin rasanya Rafael berteriak kencang. Selly hamil, bersamaan dengan Queen yang juga mengandung anaknya."Bukankah selama ini kau memakai kontrasepsi?" Rafael menatap Selly ragu, berharap wanita itu hanya berbohong."Aku melepas kontrasepsi tanpa sepengetahuanmu." Selly meletakkan test pack di atas meja.Rafael mengacak rambut frustrasi. "Tapi kenapa, Sel? Seharusnya kau tidak melepasnya!""Kenapa, Raf?" Nada suara Selly meninggi. "Kita bahkan sudah merencanakan pernikahan satu tahun yang lalu. Kita memiliki harapan yang sama. Memiliki keluarga bahagia bersama anak-anak kita.""Tapi bukan seperti ini caranya! Ini salah, Sel.""Kekasihmu hamil dan kau menganggap ini salah? Lalu pengkhianatanmu kau anggap benar?""Ini bukan milikmu, kan?" Rafael menunjuk test pack di atas meja. "Kau hanya ingin aku membatalkan pernikahanku dengan Queen.""Kau ingin membuktikannya? Kita ke dokter sekarang! Dan kau akan melihat sen
Rafael berdiri di bawah shower, membiarkan tubuh dan pakaiannya basah kuyup. Berkali-kali ia meninjukan kepalan tangan ke dinding, tidak peduli meski buku-buku jarinya mulai terluka.Ia membenci keputusan yang sudah ia buat. Membatalkan pernikahan dengan Queen, mencampakkan bayi yang belakangan ini menjadi kesayangannya.Demi Tuhan, ia tidak punya pilihan lain ketika ternyata takdir mengatakan bahwa ia memiliki bayi di perut wanita lain. Selly, kekasih yang dicintai. Lalu, Rafael harus apa? Ia tidak mungkin menikahi Queen dan Selly di waktu bersamaan. Rafael tidak bisa membawa dua wanita ke dalam pernikahannya."Arrggh!" Sekali lagi kepalan tangannya menghantam dinding. Ia merasa terjebak dalam permainannya sendiri. Kalau saja ia tidak mengkhianati Selly, semua tidak akan berakhir seperti ini. Sialnya, tanpa sadar ia mulai menikmati pengkhianatannya.Menjadikan Queen sebagai obyek fantasi liar, dan pada akhirnya Rafael terlalu menikmati permainan pan
Tanpa sepengetahuan Maura, keesokan harinya Queen mendatangi apartemen Selly. Sedikit ragu, ia menekan bel. Tak lama kemudian, Selly membuka pintu. Terkejut dan tidak menyangka jika pagi itu akan kedatangan tamu."Tamu tak diundang." Selly tersenyum sinis. "Rafael milikku, dan dia tidak mungkin kembali padamu."Usai Selly mengucapkan kalimatnya, Queen mengangkat tangan dan menampar Selly sekuat tenaga. "Aku tidak akan mengemis cinta pada Rafael. Aku hanya ingin mengatakan, kau ... wanita jahat yang mencuci otak Rafael hingga dia tega membatalkan pernikahan kami. Kau pantas mendapatkan ini."Sekali lagi, Queen melayangkan tangan hingga membuat Selly terjajar ke belakang. Tidak mau kalah, Selly bergerak maju dan menjambak rambut Queen. "Berkacalah! Siapa di antara kita yang tidak punya hati! Aku yang terlebih dulu memiliki Rafael, lalu tiba-tiba kau datang dan tanpa tahu malu menjadi orang ketiga. Apa namanya jika seorang wanita mau tidur dengan lelaki asing? Perempu