Setelah seharian diajak Leo bosnya, Munah diijinkan tidak kembali ke restoran. Perempuan itupun memutuskan untuk berjalan-jalan di Mall daripada sendiri di tempat kos nya karena Fara hari ini pulang malam.
Gadis itu sedang pergi kencan dengan daddy nya. Hampir setahun Munah berteman dengan Fira dan dia merasa cocok dengan perempuan itu. Fira adalah perempuan cuek, berfikiran bebas, tak pernah menghakimi orang, dan juga sangat pengertian, hal itulah yang membuat Munah dekat dengannya, mempercayainya hingga menjadikan perempuan itu satu satunya orang yang tau tentang cerita pelariannya.
Munah menyusuri Mall. Dia tidak berniat membeli apapun selain sekedar berjalan jalan untuk menghabiskan waktu. Dia belum gajian, resto tempatnya kerja sekarang baru opening, meski dia memiliki sedikit simpanan dari menyisihkan sebagian gajinya dari tempat kerjanya yang dulu-dulu, tapi dia harus sangat berhemat. Beruntung Fira lah yang membayar biaya sewa kosan mereka dan sering membelikannya makanan sehingga Munah bisa sedikit tertolong dalam meminimalkan pengeluarannya.
Munah terhenti di sebuah counter perhiasan. Ia lihat jemari tangannya, sebuah cincin pernikahannya masih melingkari jari manisnya, Bibinya yang memasangkan cincin itu di jemarinya sesaat setelah akad selesai, dan memberi Munah buku akta nikah untuk dia tanda tangani. Bibinya kemudian membawa akta nikah tersebut keluar, dan saat itulah seseorang datang menemuinya dan mengatakan sesuatu yang kemudian mendorongnya untuk pergi dan lari dari pernikahannya.
Munah berfikir hari-harinya akan sangat buruk jika dia tidak pergi. Dan waktu sudah lama berlalu hingga dia hampir melupakan cincin itu masih setia menghiasi jemarinya.
Haruskah Munah menjual satu-satunya perhiasannya itu? Munah sempat terpaku untuk beberapa saat, sampai seorang pramuniaga menyapanya.
"selamat siang, mba? silahkan barangkali mau melihat-lihat dulu, kami punya ribuan koleksi perhiasan dengan beraneka macam modelnya.." pramuniaga cantik itu tersenyum ramah.. Munah membalas senyumnya. Setelah menimbang beberapa saat ia bertanya pada perempuan cantik di depannya.
"lihat-lihat dulu ga papa,mba?" tanya Munah dengan sopan. Sang Pramuniaga mengangguk.
"Silahkan mba.. ga papa kalo lihat-lihat dulu.." Munah berjalan memasuki counter dengan gamang, aura kemewahan begitu terasa. Dia menyembunyikan kekagumannya melihat cantiknya aneka perhiasan di depannya dari balik kaca etalase counter.
"Mau menambah koleksi, mba? Mungkin mau yang setipe dengan cincin yang mba pakai.." perempuan cantik di balik counter itu terus tersenyum ke arahnya. Munah heran, tidakkah dia cape melakukan hal itu? sedangkan dirinya bukan penganut perempuan yang ramah, dia sadar dirinya sedikit jutek makanya dia ga suka bekerja dibalik kasir yang harus pasang senyum di hadapan pelanggan yang berinteraksi dengannya, dia selama di resto lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam dapur, kalaupun harus keluar melayani tamu, itu hanya dilakukannya ketika keadaan begitu ramai.
Perempuan di depan Munah mengeluarkan aneka cincin yang mirip dengan kepunyaannya.. dan semua perhiasan itu nampak sangat berkilau.
"Yang itu berapa harganya, mba?" tunjuk Munah pada sebuah cincin sederhana namun elegan, dan mirip dengan yang kini di kenakan di jari manisnya.
"300juta mba.." jawab Pramuniaga di depan Munah. Munah hampir tersedak air liurnya.
Mahal banget, pikirnya."Kalo saya jual cincin ini, kira-kira dihargai berapa?" Munah melepas cincinnya dan menyerahkannya pada perempuan di depannya, dan perempuan itu tampak mengamati cincin Munah dengan seksama.
"Ini limited edition mba, di pesan khusus. 300 juta an harganya.." Maemunah melongo, buru-buru diambilnya cincinnya itu dari tangan pramuniaga di depannya. Dia tersenyum sungkan.
"Maaf mba, lain kali saya kesini lagi. Maaf ya," ujar Maemunah kemudian berlalu dari tempat itu.
Kalau tau harga cincinnya sangat mahal, seharusnya dari dulu ia menjualnya sehingga tidak susah payah bekerja untuk memenuhi hidupnya selama bersembunyi. Tapi tidak, dia tak akan menjualnya, dia akan mengembalikannya dan meminta surat sah perceraiannya sehingga dia bisa bebas menjalin hubungan dengan siapapun dan bertemu lelaki baru yang akan di cintainya serta mencintainya dengan tulus. Yah.. suatu saat nanti Maemunah harus melakukan hal itu, dia hanya perlu mengumpulkan lebih banyak keberaniannya untuk datang dan menghadapi keluarga mertuanya juga keluarga pamannya.
"Braak..." tiba-tiba Munah menyenggol seseorang hingga barang bawaannya terjatuh. Buru-buru ia berjongkok dan memunguti barang-barang yang berserakan di lantai, begitu mendongak, didapatinya sosok paruh baya yang menatapnya dalam.
"Maaf ... maaf, saya gak sengaja." ucap Munah spontan.
"Lain kali hati-hati kalau sedang jalan, jangan meleng matanya." ucap sosok itu dengan datar. Munah hanya bisa menunduk.
"Ya bu ... tadi saya buru-buru." ucap Munah lagi. Perempuan di depannya menyerahkan barang bawaan yang tadi dikumpulkan Munah, sebush tas plastik berisi macam-macam belanjaan yang sepertinya baru dibeli di supermarket.
"Bisa tolong bawakan ini? Pinggang ibu sedikit sakit karna tertabrak kamu, maklumlah faktor umur." Munah buru-buru menerima tas belanja tersebut dan mengekori perempuan paruh baya yang mulai berjalan di depannya.
"Ibu belanja sendirian?" tanya Munah ingin tahu.
"Ya, anak-anak ibu terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing jadi, ibu hanya bisa sendiri."
"Siapa namamu?" tanya Ela, perempuan paruh baya itu. Munah memandang Ela lama sekedar menelisik, apakah ia harus jujur pada perempuan yang baru dilihatnya itu. Tapi kelihatannya perempuan itu orang baik-baik. Penampilannya sederhana namun elegan, khas orang kaya.
"Namaku Siti Maemunah. Panggil aja Munah, Mumun, atau bisa juga Siti." Munah tersenyum sembari menggaruk tengkuknya.
Ela tersenyum. "Boleh minta nomer kamu? sepertinya kamu anak yang baik." Munah tampak berfikir dengan permintaan perempuan di depannya.
"Nih ... ini kartu nama ibu." Ela menyodorkan kertas kecil berbentuk persegi pada Munah. Dan Munah menerimanya hati-hati.
"ELA DAMAYANTI" Munah merapal nama yang tertera di kartu tersebut. Dibawahnya terdapat alamat rumah dan nomer Hp. Melihat alamatnya, perempuan di depannya adalah orang kaya. Munahpun tersenyum.
"Bagaimana? ibu bisa minta nomer ponsel kamu?" tanya Ela kembali. Akhirnya Munah mengangguk. Ia mengambil ponselnya dan nampak mengetik sesuatu sampai kemudian terdengar nada lagu berbunyi di dalam tas Ela, perempuan paruh baya itu mengambilnya.
"Itu nomerku yang barusan manggil ibu." ucap Munah. Ela mengangguk senang. Mereka sudah sampai di depan Mall dan Ela mengambil belanjaannya ditangan Munah.
"Makasih ya ... sudah bawakan." ucap Ela tulus. Munah mengangguk. Ela pun menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan perempuan cantik di depannya.
"Hati-hati ya bu ...." Munah menyambut uluran tangan Ela, menjabatnya erat. Saat itulah Ela melihat sebuah cincin elegan melingkar di jari perempuan di depannya. Perempuan itu pun tersenyum.
"Sampai jumpa lagi, Mun." ucap Ela tulus lalu ia terlihat menelpon dan beberapa saat kemudian sebuah mobil mewah mendekat. Ela tampak memasuki mobil tersebut, jendela kacanya ia turunkan dan ia melambai pada Munah yang masih berdiri di tempatnya. Perempuan itu berdecak, ia ingin memiliki seorang ibu yang tak pernah dimilikinya.
Alga pulang ke apartemen dengan pikiran kalut. Ia masih memikirkan pertemuannya dengan Munah walaupun hanya sekilas. Bagaimana caranya agar ia bisa menemukan di mana istrinya itu tinggal? sedang Jakarta begitu luas.Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu terpejam karena merasakan penat yang luar biasa. Tiba-tiba tubuhnya serasa ada yang memijat lembut dan ia merasa begitu rileks karenanya. Mungkinkah ia sedang bermimpi?"Enak, Al?" ucap seseorang membuat Alga terlonjak kaget. Lelaki itu segera menoleh ke belakang dan seorang perempuan paruh baya terlihat tengah memijit bahu dan punggungnya seraya tersenyum manis. Perempuan itu kemudian mengedipkan mata kepadanya."Ibu?!" seru lelaki itu tak percaya. "Ibu datang kenapa tak hubungi aku?" tanya Alga."Ibu mau kasih kejutan buat kamu," jawab Ela masih dengan memijit tubuh puteranya."Pijitan Ibu enak, tahu aja kalau aku sedang capek.""Makanya cari istri ... biar ada yang mijitin kamu k
Hari ini Munah libur untuk pertama kalinya sejak Resto tempatnya bekerja buka, dan perempuan itu berencana untuk bertemu seorang Ibu yang bernama Ela, dia adalah perempuan paruh baya yang dijumpainya di sebuah Mall. Ada benda milik perempuan itu yang tertinggal saat ia menabraknya dulu. Dan meski Munah telah menghubunginya, namun baru hari ini Munah akan memberikannya karna baru bisa meluangkan waktu untuk bertemu.Bersiap-siap untuk pergi, Munah baru menyadari kamar kost nya terasa sangat sepi. Fira tidak pulang entah sudah berapa hari, dan perempuan itu tak memberinya kabar. Mungkinkah dia bersama dengan 'Dady' nya? tapi hal itu sangat diluar kebiasaan karena temannya itu punya prinsip-prinsip yang selalu dijaganya, dan dia tak pernah sekalipun bermalam hanya berduaan dengan lelaki yang menjadi sugar dady nya itu.Mengabaikan keadaan Fira yang masih belum jelas, Munah akhirnya pergi. Ela memintanya bertemu di food court Mall saat kemarin mereka berkenalan sehin
Ibu dari mana?" Alga menatap kedatangan Ela yang nampak tersenyum bahagia, raut Ibunya itu berseri-seri dan sejak ia membuka pintu apartemen, Ibunya terdengar bersenandung lirih. Kening Alga berkerut. Tetapi Ibunya hanya melewatinya begitu saja dan langsung menghilang ke dalam kamar."Ibu ...," teriak Alga."Bu ...." Kali ini Alga memelankan suaranya. Lelaki itu berulang kali mengetuk kamar pelan. Setelah tiga kali ketukan, pintu akhirnya terbuka, dan Ibunya tampak sudah berganti baju santai."Ibu habis jalan-jalan. Di sini sendirian tuh sepi, makanya tadi keluar ketemuan sama kenalan Ibu." Ela keluar dari kamar dibawah tatapan heran puteranya."Siapa? memang Ibu punya kenalan?" Tanya Alga heran. Ela hanya mengangkat bahu."Kenalan ibu itu perempuan cantik, masih muda, pinter masak lagi, dia juga orang baik." Alga memutar bola mata malas, meyakini Ibu nya hanya berbohong untuk memprovokasinya. Sejak kapan Ibunya berteman dengan perempuan mud
Munah mengedarkan pandangan. Ia berada di tempat yang tak ia ketahui. Bangunan kuno dengan cat putih yang kusam menjadi pemandangan di sekelilingnya saat matanya yang tertutup kain hitam di lepaskan oleh orang-orang yang membawanya."Ini di mana? kenapa aku di bawa kesini?!" tanya Munah cemas. Dan seringaian dari dua lelaki besar yang membawanya yang menjadi jawaban atas pertanyaannya. Munah diam. Ia tak lagi ingin mengatakan apapun karena yakin takan mendapatkan jawaban yang memuaskan.Dua lelaki yang membawa Munah, menyeret tubuh perempuan itu dan mendorongnya agar duduk di sebuah sofa lusuh berwarna toska pudar. Dengan tangan yang masih terikat, perempuan itu terus berdoa agar tak terjadi hal-hal buruk yang menimpanya. Kemudian seorang lelaki gendut dengan kepala hampir tanpa rambut yang Munah kenali sebagai 'Dady' nya Fira muncul dari balik pintu tengah. Matanya menyorot tajam, seakan menelanjangi dan menebarkan aroma ketakutan pada dirinya."Di mana Fira
Munah berada di ruangan Leo, Bos nya di Resto. Hari ini ia berangkat pagi-pagi sekali karena ingin bicara hal yang penting dengan lelaki muda itu. Dia berniat meminjam uang, ya ... setelah semalaman memikirkan masalah yang ditimbulkan Fira, Munah tak memiliki cara lain untuk bisa mendapatkan uang, ia akhirnya akan meminjam uang pada Bos nya itu, berapapun nantinya yang bisa ia dapatkan, ia akan kumpulkan sambil mencari uang di tempat lain.Leo masuk ke kantornya setelah tadi keluar untuk menerima telepon. Lelaki itu duduk di kursinya dan memandang Munah lekat."Ada apa?" tanya lelaki itu dengan kening berkerut. Dipandangi seperti itu, Munah menjadi gugup. Ia garuk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal."Sebenarnya aku kemari untuk meminjam uang, Mas," ucap Munah lirih. Wajahnya tertunduk menahan malu."Berapa?" tanya Leo. Muna
Alga keluar dari Resto Leo setelah berkeliling mengamati keadaan Resto calon partnernya tersebut. Harapannya untuk menggali informasi tentang Maemunah sejak dari rumah, sirna berganti kekesalan yang memuncak saat Leo mengatakan Munah adalah milik lelaki itu. Terlebih saat ia melihat istrinya hanya berduaan dalam satu ruangan saat ia pertama kali masuk ke kantor Leo. Perasaannya gusar,Sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka berdua? apakah mereka berpacaran? mungkinkah Munah meninggalkannya dulu karena ingin menjalin kasih dengan lelaki itu? tapi itu tak mungkin. Leo bilang menyukai Munah saat pertama kali melihatnya melamar kerja di tempatnya dan itu berarti belum lama mengingat Restonya adalah Resto baru.Alga menghela nafas kasar, pikirannya begitu kalut.Hingga sampai di kantornya lelaki itu memerintahkan sekretarisnya Lina melarang siapapun yang akan menemuinya. Ia ingin menyendiri.Alga membuka berkas-berkas di atas meja kerjanya. Ia mencoba
Munah baru pulang saat maghrib menjelang. Dia membuka pintu kamar kostnya dengan perasaan lelah yang luar biasa. Begitu masuk, dihempaskannya tubuhnya di atas kasur tipis yang setia menemani hari-harinya di kost ini selama beberapa bulan terakhir.Mata perempuan itu terpejam, hari ini dia pergi dengan lelaki bernama Heru setelah pulang dari Resto karena kebetulan jadwalnya shift pagi, Heru adalah sosok yang cukup tampan tetapi dungu. Yah, dia berhasil mengerjainya dengan membuatnya mabuk dan menghilang setelah mendapat uang hasil pembayaran karena menemani lelaki itu di tempat karoeke, sehingga ia tak perlu lagi melayani lelaki itu melebihi batas yang mati-matian dijaganya.Munah memang mulai mencari pekerjaan sampingan agar bisa mendapatkan banyak uang untuk mencicil pada Toni, dan membuka jasa kencan online adalah sesuatu yang muncul begitu saja di otaknya saat ia merasa buntu untuk berpikir, hanya sebatas kencan, tak lebih. Pekerjaan itu
Alga tengah melamun saat Hani bicara panjang lebar tentang banyak hal. Mereka sedang makan malam romantis berdua. Meskipun enggan, Hani berhasil memaksa Alga untuk menemaninya, dan sepanjang waktu yang dilakukan lelaki itu hanya melamun atau memainkan ponselnya. "Aku merasa sangat diabaikan," ucap Hani jujur melihat tingkah kekasihnya. Alga yang saat itu tengah bermain game terdongak reflek dan memperlihatkan wajah tak mengerti. "Aku memperpanjang waktu liburanku demi bisa selalu bersamamu, tapi apa yang kudapat, kamu sepertinya tak senang saat bersamaku." Mata Hani menatap tajam mencari kebenaran. Alga mengerutkan keningnya. Mau tak mau lelaki itu meletakkan ponselnya ke saku bajunya. "Ada apa?" Alga bertanya datar. "Aku yang harus bertanya ada apa? ada apa denganmu? ada apa dengan hubungan kita? aku merasa sepertinya aku yang selalu mengambil inisiatif di sini," gerutu Hani. "Sudah satu tahun seperti ini terus ...," ucap