Share

BERTEMU IBU MERTUA

Hari ini Munah libur untuk pertama kalinya sejak Resto tempatnya bekerja buka, dan perempuan itu berencana untuk bertemu seorang Ibu yang bernama Ela, dia adalah perempuan paruh baya yang dijumpainya di sebuah Mall. Ada benda milik perempuan itu yang tertinggal saat ia menabraknya dulu. Dan meski Munah telah menghubunginya, namun baru hari ini Munah akan memberikannya karna baru bisa meluangkan waktu untuk bertemu.

Bersiap-siap untuk pergi, Munah baru menyadari kamar kost nya terasa sangat sepi. Fira tidak pulang entah sudah berapa hari, dan perempuan itu tak memberinya kabar. Mungkinkah dia  bersama dengan 'Dady' nya? tapi hal itu sangat diluar kebiasaan karena temannya itu punya prinsip-prinsip yang selalu dijaganya, dan dia tak pernah sekalipun bermalam hanya berduaan dengan lelaki yang menjadi sugar dady nya itu.

Mengabaikan keadaan Fira yang masih belum jelas, Munah akhirnya pergi. Ela memintanya bertemu di food court Mall saat kemarin mereka berkenalan sehingga ia akan menuju kesana. 

Hari ini Munah memakai setelan rok sederhana berwarna abu-abu dengan rambut yang ia cepol asal namun cukup rapi, dan ia tak memakai riasan apapun karena ia memang tak suka berdandan dan lebih suka tampik apa adanya. Setelah menghabiskan waktu cukup lama berjibaku dengan kemacetan jalanan ibukota, perempuan itu akhirnya tiba di tempat yang telah disepakati bersama Ela.

Seorang perempuan paruh baya cantik melambai  ke arah Munah saat ia tengah bingung mengedarkan pandangan ke seluruh tempat foodcourt. Tersenyum manis, Munah mendatangi perempuan itu dan buru-buru mengecup punggung tangannya. Ela nampak terkejut dengan sikap Munah tapi perempuan itu segera menyembunyikannya dengan raut biasa saja.

"Pa kabar, bu?" tanya Munah dengan ramah. Ela memandangnya dengan tatapan menilai, menantunya itu sangat cantik walaupun tidak memakai riasan apapun. Wajahnya putih, hidungnya mancung, dan matanya yang berwarna hijau berbinar ceria. Ela menyambut kehadiran Munah dengan senyum manis. 

"Alhamdulillah, nak. Ibu baik-baik saja. Duduklah, maaf, ibu sudah memesan makanan terlebih dulu tanpa nungguin kamu, semoga kamu suka dengan menu pilihan Ibu, dan ibu yang traktir ya, jangan merasa sungkan, oke?"  Munah mengangguk dan menarik kursi untuk duduk di depan Ela.

"Sudah, jangan bengong. Kita makan dulu ya ...," ucap Ella, dan lagi-lagi Munah hanya mengangguk. Ela makan dengan anggun, sangat khas dengan style orang kaya, saat makan. Munah hanya bisa membatin dalam diam dan sesekali memandang sosok di depannya dengan sungkan. Selain anggun, Ela juga terlihat seperti orang yang baik, ramah, sama sekali tak ada kesan sombong yang melekat di dirinya.

"Kamu kerja di mana?" tanya Ela, membuat Munah terkesiap. 

"Di Resto, Bu. Aku bagian di dapur  jadi Koki, tapi kadang juga bisa jadi pramusaji melayani pengunjung kalau pas rame."

"Wah, benarkah? berarti kamu pinter masak ya? jarang sekali perempuan sekarang yang bisa memasak, tapi kamu lain, sudah cantik, pinter masak juga," puji Ela. "Berarti sekarang libur? ga berangkat?" ucap perempuan itu lagi.

Munah mengangguk, wajahnya merona mendengar pujian dari perempuan di depannya. "Aku masih belajar dan terus belajar masak kok, Bu. Aku belum seperti koki terkenal yang sudah mahir, Bu. Dan ya, hari ini aku libur. Makanya baru bisa ketemu Ibu sekarang untuk mengwmbalikan barang Ibu yang tertinggal, kemarin-kemarin belum sempat," jawab Munah sambil tersenyum.

"Ya, ga pa-pa. Santai saja, Ibu malah ga sadar telah kehilangan gelang seperti yang kamu sebutkan, taunya setelah kamu telepon, baru sadar, gelang Ibu sudah ga ada."

"Ya, Bu, bentar tak ambil dulu barangnya." Munah meletakkan sendoknya dan membuka tasnya, lalu mengambil gelang berkilau dari dalam tasnya, ia pun menyodorkan benda itu pada Ela.

"Sebenarnya, benda ini tak terlalu berharga." Ela menimang-nimang gelang di tangannya, ia memandang Munah cukup lama sebelum akhirnya menyerahkan gelang itu kembali pada Munah.

"Ini buat kamu saja." Munah melongo. Tapi Ela memakaikan gelang itu di tangan kirinya. "Tapi Bu.. ini- ini 

"Waktu di telpon sebenarnya Ibu mau bilang gelang itu buat kamu saja, tapi karna kesepian di tempat anak Ibu yang sibuk bekerja, jadi Ibu minta ketemu sama kamu biar bisa ngobrol menghabiskan waktu."

"Tapi .... Tapi ini pasti sangat mahal ... aku gak bisa menerimanya." Ela menggeleng. 

"Ibu senang ketemu sama kamu. Ibu kira saat datang ke Jakarta, Ibu akan bosan dan sendirian tanpa teman, tapi begitu ketemu kamu, Ibu sangat senang. Terima saja ...."

Munah memandangi  gelang yang sudah melingkari tangannya, bentuknya cantik sekali. 

"Terima kasih," ucapnya tulus. Ela mengangguk seraya tersenyum manis.

"Berarti ibu bukan dari Jakarta? tapi di kartu nama  yang kemarin, tertera alamat Ibu di pondok indah."

"Sebenarnya Ibu tinggal di Semarang, di Pondok Indah, rumah lama, sekarang sedang ditempati saudara. Ibu kesini jenguk anak sulung ibu yang terlalu sibuk tak pernah berkunjung ke Semarang. Ibu benar-benar kesepian."

"Ibu gak punya menantu?" tanya Munah tiba-tiba. Ela hampir tersedak  makanannya, dan perempuan itu buru-buru mengambil air minum.

"Ibu ga papa?" Munah bangkit dari duduknya dan beralih ke kursi di samping Ela, lalu ia mengelus bagian punggung perempuan di sampingnya dengan pelan. Ela terpana dengan perlakuan Munah.

"Ibu ga papa," ucapnya  menghentikan gerakan tangan Munah dan perempuan itu beralih menggenggamnya lembut. 

"Kamu mau jadi menantu Ibu?" tanya Ela toba-tiba. Munah tergagap, ia kaget di todong pertanyaan seperti itu. 

"Maaf, Ibu bercanda kan?" Ela menggeleng. Ia menatap Munah lembut.

"Ibu ga bercanda, Ibu serius. Ibu sedang mencari menantu. Dan kamu sepertinya perempuan yang baik, pinter memasak juga penyayang. Ibu serius."

"Maaf, Bu ... aku sebenarnya sudah menikah, memang sedang ada sedikit masalah sehingga kami tak tinggal bersama. Tapi, aku belum menyelesaikan masalahku dan suami. Maafkan aku ... lagi pula, kita baru saling kenal ... aku tak sebaik yang Ibu pikir."

"Kamu perempuan baik, nak. Aku yakin akan hal itu. Ya sudah ga papa, habis ini temani ibu belanja ya ..." Munah mengangguk dan mereka melanjutkan makan dalam diam. Setelah selesai, merekapun jalan-jalan berdua untuk berbelanja, Munah hanya menemani Ela saja karna ia sama sekali tak berniat membeli apapun karena kondisi keuangannya yang pas-pasan.

Dalam sekejap Munah dan Ela menjadi sangat akrab. Mereka bahkan begitu nyaman mengobrol hal-hal yang ringan bersama, hingga Ela merasa tak akan melepaskan Munah untuk berpisah dari Alga jika suatu saat mereka bertemu dan menyelesaikan urusan pernikahan mereka. 

"Ini buat kamu." Ela menyodorkan dua bungkusan baju yang tadi dibelinya pada Munah. Munah kaget, tadi saat di counter pakaian, Munah memang disuruh untuk mencoba dua baju yang sangat bagus. Munah pikir Ela akan membelikan baju itu untuk anaknya dan Munah hanya sebagai contoh karena ia pikir postur tubuh ansk Ela sama dengannya. Rupanya Munah salah sangka. Baju itu benar-benar untuknya.

"Ga ada penolakan. Kamu harus menerimanya," tegas Ela. Akhirnya Munah pun menerimanya dengan sungkan.

"Terimakasih, Bu," ucap Munah tulus. Ela tersenyum  dan mengangguk.

"Ibu pulang dulu ya ...." pamit Ela kemudian saat mereka sudah sampai di luar Mall.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status