Share

Mytha Mengutarakan Keinginan

Cahaya jingga senja menembus dinding kaca kantor, sebagian karyawan telah berlalu tuk berkumpul dengan keluarganya. Beda halnya dengan Mytha yang masih enggan beranjak dari tempat duduk, meja kerja pun menjadi tempat sandaran kepala yang seakan penuh dengan masalah. Lamunannya terbuyarkan oleh sapaan seorang sahabatnya.

"Hei, ayo pulang," ajak Uci, selain teman sefakultasnya dulu, juga merupakan teman satu teamnya di kantor.

"Duluan aja, bentar lagi gue juga pulang," jawab Mytha dengan malasnya.

"Kenapa lo? Lagi ada masalah?" tanya Uci dengan mata menyelidik, melihat tingkah tak biasa Mytha hari ini.

"Sedikit," jawab Mytha singkat sembari menyatukan jari kelingking dengan jempolnya.

"Ada masalaha apa, Myth? Mungkin gue bisa bantu," tawar Uci, lumayan lama dirinya mematung menunggu jawaban Mytha.

Akhirnya pun Mytha menceritakan dari awal dia mengenal cinta. Sempat berpacaran beberapa kali, namun kandas ditengah jalan dengan alasan yang tak masuk akal, takut sama ayahnya yang galak. Pacarnya sekarang pun sampai saat ini  belum berani berkunjung ke rumah, hingga masalah perjodohannya dengan anak teman ayahnya.

Uci mendengarkan dengan saksama, cerita yang dituturkan sahabatnya itu. Dirinya menyarankan agar Bayu, pacar Mytha harus gentle menemui Pak Yuda. Mytha pun sedikit mempertimbangkan saran dari teman karibnya itu, dengan menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Dah sepi loh, gue duluan yah? Dah...." Uci mengusaikan percakapan dan berlalu pergi meninggalkan ruangan sembari melambaikan tangan pada Mytha.

"Apa yang harus gue katakan ke Bayu?" lirih Mytha yang kini mulai merapikan beberapa berkas di atas meja kerjanya, kemudian meraih tasnya dan beranjak pulang.

***

Ting....

Pintu lift pun terbuka, Mytha masuk tanpa menunggu aba-aba dan hampir bersamaan dengan seorang pemuda yang nampaknya baru dilihatnya di kantor. Mytha tak mau ambil pusing dengan sosok pemuda itu, pemuda yang kini berada disampingnya. Baginya pikirannya sudah berat memikirkan perjodohan dirinya.

"Hei, gue mau turun ke lantai bawah!" seru Mytha berebut memijit papan tombol dalam lift. Tangan mereka beradu, hingga saking gemasnya kuku Mytha mencakar wajah sang pemuda tersebut.

"Aawww...." Devan yang tak lain pemuda itu spontan berteriak, karena cakaran Mytha mengenai wajahnya.

"Rasain lo," ejek Mytha membuat Devan geram.

Seketika Devan langsung mengunci Mytha, tubuh kecil Mytha tak kuasa melawan Devan. Salah satu tangan kuat itu memegang tengkuk leher Mytha dan mulai menc*umnya sembari memejamkan mata, menikmati bibir ranum Mytha. Melumatnya dengan dalam hingga melepaskan cengkramannya tatkala nafasnya tengah habis.

"Itu ganjaran atas dua kesalahan yang lo perbuat!" ucap Devan sesaat setelah melepaskan ciumannya dengan Mytha.

Plaakkk....

Sebuah tamparan pun mendarat di pipi Devan, Mytha begitu geram dengan sosok pemuda yang baru saja mengambil ciuman pertamanya.

Devan mengelus pipi merahnya sembari tersenyum sinis memandang bahu Mytha, membiarkan Mytha menguasai papan tombol lift. Pintu lift pun terbuka, Mytha tanpa menoleh berlalu keluar dari kotak lift yang membawanya turun dari lantai tiga.

"Itu ganjaran atas dua kesalahan yang kau perbuat!" ucapan Devan seakan menggema ditelinga Mytha.

"Siapa cowo brengs*k tadi? Kenapa dia bilang begitu?" Mytha menyengrit bingung serambi mengusap-usapkan tangan di bibirnya, seakan ingin menghapus ciuman Devan.

Saat berjalan menuju tempat parkir Mytha menyatukan alisnya, mencoba mengingat pemuda yang berada dalam litf tadi.

"Siapa dia? Kayaknya gue pernah lihat, tapi dimana? Ah, masa bodoh. Gue lagi pusing bagaimana menjelaskan masalah perjodohan itu dengan Bayu," Jerit Mytha dalam hati , enggan sekedar mengingat akan sosok Devan.

Ketika menuju tempat parkir, saking kesalnya, Mytha menendang bagian belakang mobil yang terparkir di depan gedung kantor tersebut. "Aawww...." teriak Mytha kesakitan, mengangkat satu kakinya yang tadi ia gunakan untuk menendang.

Alaram mobil berbunyi dan Mytha langsung berlalu dengan kaki sedikit terpincang, takut ketahuan si pemilik mobil mewah berwarna putih elegant tersebut.

Dari lantai atas bertembok kaca yang cukup lebar dan kuat, Devan berdiri memperhatikan tingkah laku Mytha yang menurutnya lucu dan unik, hingga dapat mengembangkan senyumannya yang jarang ia tampakkan.

๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚

Walau Mytha tak ingin pulang, tetapi langkahnya tetap membawanya untuk pulang, disamping badannya juga merasa letih tuk sekedar ingin beristirahat.

"Assalamu'alaikum," salam Mytha tatkala membuka pintu rumahnya. Terlihat sosok ayah yang dihormatinya sedang duduk sambil menyeruput secangkir kopi diapitan ketiga jarinya.

"Wa'alaikumsalam," jawaban yang terlontar dari Pak Yuda setelah meletakkan cangkir kopinya, menempel dengan piring kecil sebagai penyangga di atas meja.

"Myth, sini sebentar. Ayah mau bicara," lanjut Pak Yuda memanggil putri kesayangannya.

Mytha pun mendekat, kemudian mencium punggung tangan ayahnya. Pak Yuda sedikit menarik ujung bibirnya akan hal itu. Anak yang patuh walau sedang kesal, masih tetap menghormati orang tua pikirnya.

Pak Yuda menepuk pelan samping sova pangjang yang ia duduki, seakan menyuruh Mytha duduk disebelahnya. Mytha pun menuruti tuk duduk disampingnya.

Kedua pasang mata itu pun beradu pandang, tak lama sepasang manik Pak Yuda mengalah layu sembari berkata, "Mytha... Ayah tak ingin memaksamu lebih jauh akan perjodohan yang kita bicarakan kemarin sore."

Sambil menghela nafas panjang kini manik mata Pak Yuda tertuju pada sebuah lampu hias yang menggantung persis di tengah ruang keluarga. "Ayah akan memberimu waktu, pikirkanlah," lanjut Pak Yuda sembari beranjak dari duduknya, meninggalkan Mytha yang sedang tertunduk terpaku.

Seorang wanita paruh baya mendengar percakapan mereka disalah satu sudut ruangan tersebut, kemudian mendekat menghampiri. Bu Tari mulai duduk bersebelahan dengan Mytha, menggapai tangan anaknya dan membawanya dalam pangkuan. Tangan halus Mytha dielusnya dan mulai berkata, "Kenapa kamu diam saja, Sayang?"

Kepala Mytha yang seakan terasa berat oleh beban pikirannya direbahkan di bahu Bu Tari, disambut oleh tangan Bu Tari yang kini berpindah membelai lembut rambut hitam anaknya.

"Mytha takut, Bu," kata Mytha lirih pada Bu Tari.

"Loh kenapa mesti takut, Sayang? Ayah memang tegas. Namun, bukan berarti otoriter, tidak mau mendengarkan penjelasan Mytha. Jika Mytha mau mengutarakan maksud apa yang diinginkan Mytha, pasti ayah bisa mengerti," jelas Bu Tari pada anak gadisnya.

"Baik, Bu," jawab Mytha singkat, sebuah ciuman hangat pun mendarat di kening Mytha setelah Bu Tari mendengarkan jawaban Mytha yang membuatnya sedikit lega.

Memang Pak Yuda kurang begitu akrab dengan Mytha lantaran beliau sering bertugas di luar kota, hingga berbulan-bulan lamanya dan jarang bertemu sapa dengan anak semata wayangnya.

"Dah, sana mandi. Nanti malam utarakan keinginanmu pada Ayah," ucap Bu Tari sekali lagi menegaskan agar anaknya berani mengutarakan pendapatnya pada Pak Yuda.

Mytha pun beranjak dari duduknya dan berlalu ke kamar setelah mencium pipi Bu Tari dan memeluknya. "Makasih, Bu." Kini bibir mungil Mytha mulai sedikit tersenyum. Bu Tari pun ikut tersenyum akan hal itu, pandangan kedua maniknya mengikuti langkah Mytha berlalu dari hadapannya.

๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚

Menjelang malam, Mytha memberanikan diri menghampiri ayahnya yang tengah duduk bersantai seraya membaca koran yang sedari pagi belum selesai beliau baca. Lembaran demi lembaran koran pun dibaliknya hingga berita yang sedang terjadi saat ini pun telah ia baca.

"Yah, Mytha boleh minta waktu sebentar?" ucap Mytha formal karena memang kurang akrab dengan ayahnya.

"Duduklah," jawab Pak Yuda singkat sembari melipat koran yang tengah ia baca dan meletakkan disamping secangkir kopi yang terletak di atas meja disamping kursi duduknya.

"Ayah, Mytha ingin membicarakan soal perjodohan itu."

"Kamu keberatan dengan keputusan Ayah?" ucap Pak Yuda sedikit kaku.

"Bukan begitu, Yah," sela Mytha. "Mytha sudah mempunyai kekasih," lanjut Mytha sembari tertunduk, takut akan murka ayahnya.

"Ayah mengerti, Ayah juga mengira akan hal itu," terang Pak Yuda. "Ayah tidak memaksa, namun kau lihat? Ayah sudah mulai menua, ingin melihat kamu bahagia berumah tangga. Meng-estafetkan tanggung jawab Ayah pada suamimu kelak," sambung Pak Yuda menjelaskan.

"Ayah jangan berbicara begitu, seakan Ayah ingin pergi jauh meninggalkan Mytha," ucap Mytha sedikit sedih. "Mytha sayang ayah," lanjut ucap Mytha kemudian memeluk ayahnya.

"Kamu bicarakan dulu dengan kekasihmu dan kenalkan dia pada Ayah," kata Pak Yuda datar sembari mengusap bahu Mytha yang masih memeluknya dari samping.

"Baik Yah, besok Mytha akan menemui Bayu dan mulai membicarakan tentang masalah ini," ucap Mytha senang dan bersemangat.

To be continue,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status