Saat Bayu mulai masuk kamar hotel yang telah dipesannya, Devan pun mengikutinya. Bodohnya Bayu tak mengunci dahulu pintu kamarnya, karena kepayahan memapah Mytha ke tempat tidur.
"Bayu, kenapa kamu pengecut tidak berani bertemui ayahku?" oceh Mytha diluar sadarnya. "Kau, tau! Ayahku menjodohkanku dengan pemuda yang tak kukenal," lanjut oceh Mytha.
Bayu tak mendengarkan ocehan Mytha, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memiliki Mytha seutuhnya namun dengan cara yang salah.
Dalam pikiran Bayu, jikalau dia merenggut kesucian Mytha dan Mytha hamil maka dia tak perlu lagi meminta Mytha kepada bapaknya yang galak itu. Dengan sendirinya Mytha dan ayahnya lah yang bertekuk lutut meminta dirinya menjadi suami Mytha.
"Aku tuh suka kamu sejak SMA, tau! Mengapa kau tak mengerti akan hal itu!" ucap Bayu memandang tubuh Mytha dan mulai menggerayanginya.
Saat Bayu akan memulai aksinya, Devan pun dengan sigap menarik Bayu dan menghadiahkan beberapa pukulan tepat di wajahnya. Karena memang watak Bayu pengecut, dia langsung melarikan diri tanpa membalas pukulan Devan. "Ternyata gue bisa berantem juga," puji Devan pada dirinya.
Melihat hem Mytha terbuka oleh ulah Bayu, Devan hendak mengancingnya kembali. Namun, Mytha menarik tubuh Devan lekat denganya. Mytha terpengaruh oleh obat perangsan berserta obat fly yang diberikan Bayu, Mytha pun mulai bersikap liar terhadap Devan.
"Sini Sayang, jangan malu-malu." Mytha mulai merangkul bahu Devan. Mengalungkan tangannya di leher Devan.
"Jangan gitu, aku cowo normal. Takut ada setan lewat bisa berabe," ucap Devan sambil menenangkan, mengguncangkan tubuh Mytha. "Sadar woy, kalo gini terus. Gue juga gak tahaaann," lanjut Devan.
Kini Devan mulai ketempelan setan dan tanpa babibu Devan langsung meny*sor bibir ranum Mytha. Merekapun bertindak lebih jauh dari itu dan mulailah adegan terlarang, saling berc*nta diantara mereka.
Merekapun tertidur karena letihnya berc*nta, terlelap di satu ranjang tanpa satu benang pun di tubuh mereka.
Saat pagi menyapa, Mytha terperanjat dan berteriak histeris. Menyadari badannya polos tanpa memakai busana bahkan pakaian dalam. Ditambah melihat seorang pemuda disampingnya dengan badan yang polos pula.
"Aahhh!" teriak Mytha melihat dirinya satu ranjang dengan Devan tanpa busana.
"Berisik!" ucap Devan masih setengah lelep dalam tidurnya.
"Lo apakan gue?" tanya Mytha sembari mengambil selimut tuk menutupi tubuhnya dan mulai menggoncang-goncangkan Devan agar terbangun.
"Hei, apa yang terjadi semalam!" kesal Mytha lalu menjitak Devan.
"Aawww... Sakit tau!" teriak Devan mulai membuka matanya dan tersadar.
"Tadi malam lo yang minta gitu-gituan sama gue. Kamu yang maksa dan menarikku," lanjut Devan bercerita.
"Gak mungkin!" bantah Mytha.
"He, liat. Ulah liar lo tadi malam." Devan menunjukkan beberapa cupang yang diperbuat Mytha pada tubuhnya.
"Neh, ini juga. Ne ada." menunjukan beberapa cap merah yang menempel pada leher dan dadanya.
Mytha memang menyadari bahwa dirinya telah diperangkap oleh Bayu, namun tak mengerti mengapa semalam malahan bersama Devan. Mytha pun menyadari bahwa cap merah itu tak mungkin Devan yang membuatnya sendiri.
"Gak mungkin, sepertinya itu... Itu lipstik, lo jangan coba berbohong." Mytha mendekat dan mencoba menghapus cupang merah itu namun kaki Mytha kesangkut selimut yang membelit tubuhnya dan alhasil Mytha terjatuh diatas tubuh Devan.
"Mau lagi apa? Apa belum puas semalem?" ledek Devan sambil tersenyum genit.
"Ih, ogah," ucap Mytha langsung beranjak, memunguti pakaiannya dan berlalu menuju kamar mandi.
"Tenang saja, gue akan bertanggung jawab," seru Devan tatkala Mytha berada dalam kamar mandi.
"Bertanggung jawab?" lirih Mytha mendengar perkataan Devan dan mulai menitikkan air mata, menangisi keb*dohannya mengapa menerima ajakan Bayu hingga berakhir seperti ini, serta berbohong pada orang tuanya pula.
"Bu, ayah maafkan Mytha tak patuh terhadap kalian berdua," lanjut Mytha sembari menangis.
"Hey jutek. Jangan lama-lama di kamar mandi, banyak setannya," seru Devan seakan menyuruh Mytha keluar dari balik pintu kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi dibukanya, tanpa pamit Mytha langsung berlalu dari hadapan Devan. Devan hanya memandang Mytha yang tengah berlalu keluar kamar.
Disalah satu sudut koridor hotel Mytha berhenti sejenak, menghapus air mata yang membasahi pipinya dan mulai pura-pura berwajah datar untuk menyembunyikan wajah sendunya.
"Bagaimana bisa gue tidur dengan cowo yang gue aja kaga kenal! B*gonya aku!" Mytha mengutuki dirinya.
"Sekarang apa yang harus gue perbuat? Aahhh...." Mytha mengumpat pada dirinya seraya menghentakkan kakinya ke lantai melepaskan emosinya. Kini kakinya mulai melangkah ke luar hotel dengan wajah yang tertunduk, seakan ingin menyembunyikan wajahnya yang kini sedang dirundung masalah besar.
To be continue,
Dalam perjalan pulang mengendarai motor maticnya, Mytha pusing memikirkan alasan apa yang akan dikemukakan nanti kepada orang tuanya jika tiba di rumah. Untungnya sebelum menemui Bayu, Mytha sempat bertukar pesan dengan Uci. Memohon seandainya orang tuanya menelepon atau sekedar menanyakan dirinya, Mytha meminta Uci berdusta bahwa dirinya sedang dengannya. Walau Uci tadinya menolak dan menasehati Mytha agar tidak menemui Bayu, namun Mytha tak menghiraukannya. Kini sesal yang ia dapat. Sesal Mytha begitu dalam, tidak patuh terhadap ayahnya, berdusta pada ibunya, serta tak menghiraukan nasihat Uci pada dirinya. Namun semua itu sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Tinggal bagaimana Mytha menjadikan bubur itu menjadi bubur ayam special. Jarum jam pendek di pergelangan tangan kiri menunjukkan angka 10, Mytha belum juga menemukan alasan apa nanti yang akan dia kemukakan saat ibunya bertanya. Hari ini pun tak mungkin dia berangkat kerja. "Ya ampun, gini banget seh
Saat berlangsung rapat dewan direksi, Mytha tersentak melihat Devan, diperkenalkan menggantikan Pak Dedy sebagai presiden direktur. Entah Mytha harus senang, bangga atau sedih pasalnya ia dinodai oleh presdir baru itu, namun tentu saja tanpa keinginan dirinya. Devan yang sedari tadi mengetahui Mytha mengamati dirinya pun membalas senyuman, dan membuat Mytha salah tingkah antara kesal dan malu. Hampir satu jam rapat dewan direksi berlangsung, setelah usai Mytha gugup membereskan berkas yang ada di hadapannya, karena konsentrasi Mytha tertuju pada Devan. Kegugupan Mytha mengakibatkan berkas diatas mejanya jatuh kekolong meja, Devan hanya tersenyum melihat tingkah Mytha. "Gue akan bertanggung jawab atas malam itu," bisik Devan lirih saat berpapasan, ketika Mytha akan berlalu keluar ruangan rapat. Mata Mytha membulat sempurna, akan tetapi dirinya tak berkata, memendam kesal di dada dan segera berlalu sebelum kekesalan itu tumpah. Setibanya di meja
Jantung Mytha berdetak kencang menunggu hasil yang akan ditunjukkan alat itu. Cukup lama Mytha memperhatikan garis merah dalam test pack, setelah menunggu hampir seperempat jam, Mytha melihat hasil yang ditunjukkan oleh alat yang ia beli tadi. Mytha membuang nafas panjang, sedikit lega akan hasil yang ditunjukkan test-pack itu, yakni hanya tertera satu garis merah, menandakan si pengguna dalam keadaan tidak mengandung. Ujung bibirnya spontan ditarik keatas, tersenyum karena kekhawatirannya sudah terlewati. Namun tak berselang lama senyum Mytha kembali dikulumnya, terfikir apakah ada yang menerrima dirinya, dirinya yang sudah tak perawan lagi. Air matanya seketika menetes membasahi pipi, menyesai dan meratapi nasibnya. Segayung air disiramnya dari atas kepala Mytha, berharap semua masalahnya turut terbawa aliran air, benda cair itu akan menuju lubang kecil di kamar mandi, dan entah kemana tujuan akhir air itu berlabuh. Cukup lama Mytha berkutat di kama
"Myth, rese lo yah. Kemarin gue telepon malah langsung dimatiin," ucap Uci sembari menjitak pelan kepala Mytha, tatkala berjumpa di parkiran kantor, saat akan mulai masuk kantor."Aawww... sakit tau!" Mytha sembari mengelus kepalanya yang kena jitakan Uci. "Lagian lo nyerocos aja kaya nenek-nenek bawel," lanjut Mytha sembari menjulurkan lidah pada Uci. Wajah yang sumringah tatkala meledek Uci langsung berubah 180° menjadi muram, saat menyadari Devan memperhatikan dirinya.Devan yang kebetulan datang sesudahnya, dan berada ditempat parkir yang sama, memperhatikan tingkah Mytha dan sahabatnya sembari tersenyum. Namun saat akan menghampiri Mytha diurungkannya ketika melihat ekspresi wajah Mytha yang menghindar darinya."Yuh, ah Ci," Mytha menggandeng Uci dan berjalan dengan langkah yang cukup cepat saat berpapasan melewati Devan."Pagi Pak," sapa Uci ketika melewati Devan walaupun sambil melangkah karena digandeng Mytha. Sedangkan Mytha terus melaju tanpa
Karena terburu-burunya Mytha, ia menabrak Rio yang sedang merapikan jas kantornya tatkala baru keluar dari toilet. Rasa mualnya yang tak tertahankan, hingga ia memuntahkan sebagian isi dalam lambungnya pada jas yang dikenakkan Rio."Maaf,” sesal Mytha. serambi membersihkan jas Rio yang terkena muntahannya."Ngak papa Nona," jawab Rio sopan. "Biar saya bersihkan sendiri," lanjut Rio untuk menghentikan Mytha membersihkan jas-nya, yang hanya menambah kotor jas kantornya.Rio pun beranjak menuju wastafel yang berada diluar toilet, dan mulai melepas jasnya dan mengalirkan air kran tuk membersihkan sisa muntahan tersebut.Mytha yang tak enak hati mengikuti Rio dan memperhatikannya, namun tak lama rasa mual dari dalam perutnya pun kambuh lagi. Kedua manik Mytha terbentuk bulat sempurna, terbelelak sembari menutup mulutnya dengan salah satu telapak tangannya, lalu dengan langkah cepat beranjak menuju dalam toilet.Mytha memuntahkan sisa makanan dalam lamb
Sebuah mobil Ayla masuk ke halaman rumah Mytha dan mulai terparkir disana."Assalamu'alaikum," ucapan salam Rio setelah mengetuk pintu rumah Mytha."Wa'alaikumsalam," jawab Pak Yuda yang sedang membaca koran di ruang tengah mendengar salam dari Rio. Pak Yuda pun membuka pintu, mempersilahkan Rio masuk dan duduk di sova ruang tamunya.Roi pun menceritakan bahwa dirinya teman sekantor Mytha yang kemarin mengantarnya pulang. Karena teringat motor Mytha masih di kantor, ia pun berinisiatif menjemput Mytha."O, gt. Tunggu sebentar yah. Tak panggilkan Mytha," tutut Pak Yuda memanggil anak gadisnya tuk segera berangkat.Pak Yuda dengan wajah sumringah memberitahu Mytha bahwa ada teman sekantornya. Mytha yang sedang menikmati sarapannya pun berlalu menuju ruang tamu."Siapa Yah?" tanya Bu Tari penasaran, apa lagi dengan wajah Pak Yuda yang sumringah."Itu temen Mytha. yang kemarin nganter anak kita pulang, pas pulang sakit itu," jawab Pak Yuda. "Bar
Rio pergi dengan wajah sedikit kesal, pasalnya ingin menghabiskan waktu istirahat dengan Mytha sambil PDKT padanya. Mumpung Devan ada perlu dengan keluarganya entah membahas masalah apa hingga ia tak diijinkan turut serta, walaupun dia asisten pribadinya.Saat Rio hendak menuju lift, ia bertemu Devan dengan wajah yang kusam seperti dirinya. Mereka pun saling menumpahkan isi hati didalam lift."Sudah selesai urusan dengan keluarga Tuan?" tanya Rio, seakan tahu Devan sedang tak baik hati."Urusan apa? Gue disuruh jemput orang dari bandara," jawab Devan kesal, ia mengira ada hal penting apa hingga sang papah meminta dirinya untuk pulang ke rumah dulu sebelum menyuruhnya menjemput seseorang di bandara."Btw dah makan belum?""Belum Tuan.""Kamu ini masih aja rikuh ama gue? Gue juga tadinya orang biasa kaya lo, cuman Mamah gue aja yang bernasib baik nikah ma pemilik perusahaan ini," cerita Devan agar Rio tak sungkan dengan dirinya, karena Rio kadang ma
Mytha dengan seksama memandang Devan yang kini tengah emosi. Bukannya takut akan meledaknya marah Devan, Mytha malah senyum-senyum teringat pertemuan dirinya dengan Devan. "Apa benar dia pria yang bantu memapahku ke toilet saat acara wisuda dahulu?" tutur batin Mytha mengingat akan kenangan saat pertemuannya dengan Devan tempo wisuda lalu.Lama Mytha memandang hingga Devan yang tengah emosi pun canggung akan tatapan Mytha terhadapnya. "Apa lo liat-liat," ucap Devan menutupi rasa canggungnya."Gak papa." Mytha membetulkan duduknya menghadap depan dan memalingkan wajahnya yang sedari tadi memandang kagum wajah Devan."Eh, maap sebelumnya loh. jangan marah ya," ucap Mytha sebelum mengungkapkan seauatu yang mungkin kurang sopan."Iya, apa?" Devan dengan juteknya."Dulu, gue liat lo kucel dan berambut panjang pokoknya nggak banget dah. Sekarang beda hampir 135°, makanya gue gak kenal lo. Lagian seka