Hanya senyum datar dan kekehan garing yang sedari tadi dilontarkan oleh Yasa, sepanjang ia menanggapi ocehan Lex serta Elo. Setelah diberi waktu untuk berpikir selama 24 jam oleh Sinar, dan juga demi Gara, akhirnya Yasa menandatangani surat perjanjian yang telah disodorkan kepadanya.
Ada tiga buah salinan asli yang harus ditandatangani. Yang nantinya, surat tersebut akan pegang oleh Yasa, Sinar dan juga Lex, orang kepercayaan Pras. Entah kenapa Yasa tiba-tiba yakin, kalau keseluruhan ini, adalah rencana pria yang masih saat ini masih mendekam di penjara.
Setelah semua selesai, Sinar menyunggingkan senyum kecilnya. Memandang puas pada berkas yang sudah berada di tangan. Untung saja, kan, ia menceritakan semuanya kepada Pras, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang jika dipikirkan lagi, secara keseluruhan semua terlihat hanya menguntungkan pihak Sinar.
Dengan adanya perjanjian tersebut, Pras bisa menilai, sejauh mana kesungguhan Yasa terhadap pernikahannya de
Unch, masih belum rela sebenarnya menamatkan kisah ini...kwkwk Jangan lupa mampir ke 'My Arrogant Lawyer' yaa dan ditunggun voment bintang limanya. Thankiz much much
Kedua orang yang dulunya pernah saling menyayangi dan berbagi segalanya itu, kini masih terdiam. Bintang memilih untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tengah. Memutuskan untuk memberi kedua anaknya itu kebebasan, untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam kepala. Dan, ia hanya mengawasi jikalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun tetap berharap semua akan baik-baik saja.Bintang sudah percaya penuh dengan keduanya. Mereka sudah tahu batasan mereka. Dan untuk Astro, Bintang tahu pasti, kalau pada dasarnya, pria itu sangat baik. Aster hanya salah dalam mendoktrin otaknya sedari kecil, hingga rasa benci itu tumbuh tanpa mengetahui semua alasan yang ada di baliknya.“Kata papa, Kak Astro mau jual rumah?” Akhirnya, Aya jugalah yang membuka topik pembicaraan. Tidak nyaman dengan perasaan canggung, yang kali ini mendera keduanya.Aya tidak mau mengungkit tentang kepindahan Astro ke Surabaya. Karena yang telah direncanakan kakak sepupunya itu, sud
Yasa terhenyak dan bangkit seketika. Terduduk sebentar lalu berlari ke kamar mandi. Terlihat sang istri yang tengah berlutut, menunduk seraya membuang semua isi perutnya ke dalam kloset duduk. Yasa yakin sekali kalau hari masih subuh, meskipun ia belum melihat jarum jam sama sekali.Bergegas menghampir Aya dan membantu untuk menyingkap rambut lalu memijat tengkuk sang istri. “Ke dokter ajalah, Mi. Udah dua hari begini terus.”Aya hanya bisa mengangguk pasrah kali ini. Menurut pada saran sang suami. Padahal dari kemarin, Aya sudah berencana akan mengunjungi Pras, tapi karena tubuhnya tiba-tiba drop, maka Aya membatalkannya.“Coba diinget-inget lagi, dua hari yang lalu habis makan apaan bisa sampai begini.”Tubuh Aya menegak, menyudahi kegiatan yang membuat tubuhnya lemas selama dua hari ini. Lalu bersandar pada sisi dinding kamar mandi untuk menetralkan napasnya. Seraya mengusap bibir dengan punggung tangan. Merasa tidak sanggup, un
Yasa meraup separuh wajahnya, menatap bocah lima tahun yang kini tengah merengek untuk ikut pergi dengannya, ke dokter kandungan. “Papi sama mami gak lama, mainlah sama Aga. Nanti, Papi beliin burger.” “NO BURGER.” Aya yang baru muncul dari dalam dan mendengar percakapan suaminya dan putra sulungnya itu sontak memasang wajah galak. Berhenti diantara kedua lelakinya itu lalu melipat tangan di atas perut yang sudah membuncit. Kehamilan ketiganya saat ini memasuki usia 5 bulan, dan hari ini, adalah jadwal untuk memeriksakan kandungannya. Mereka juga tidak sabar dan sangat penasaran untuk mengetahui jenis kelaminnya. Karena anak kedua mereka lagi-lagi berjenis kelamin laki-laki, dan diberi nama Telaga Dananjaya. Maka, keduanya berharap kalau yang ketiga ini, akan berjenis kelamin perempuan. “Why not?” protes Gara ikut melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mungil yang mengerucut kecil. Mengikuti sikap sang mami yang ditunjukkan kepadanya.
— And I love the kisses, you wake me up every day —Cahaya Bhanuresmi.Gadis itu terjaga, menarik kedua sudut bibirnya ke atas tanpa membuka kelopak mata. Semakin menarik erat lengan besar seorang pria, yang tengah memeluknya dengan posesif dari belakang.Namun, seketika gadis itu tersadar, membolakan maniknya dengan lebar. Lalu memutar tubuh dengan cepat menghadap pria itu."Kak! Bangun! Kamu harus balik sekarang!” sang gadis menepuk pipi pria itu, sedikit keras agar terbangun. “Kak!"Pria yang masih berbalut jas lengkap tanpa dasi itu hanya menggumam. Menarik tubuh sang gadis lebih dekat lagi kepadanya. Dan … satu kecupan singkat, tepat mendarat di atas bibir gadis itu sebagai pembuka hari.“Morning Cahaya.” Sapanya masih dengan satu kelopak mata yang terbuka malas. Ditambah sebuah senyum tipis, yang selalu mampu membuat hati gadis manapun akan betah berlama-lama memandangnya."Kak Astro! Ada
-You will always be the girl that fills my heart, my soul, my everything-Astrophile Kaivan.Tubuh keduanya terkulai lemas. Terengah, saling berebut pasokan udara untuk masuk ke dalam paru. Saling memeluk, dan tersenyum puas menikmati sisa-sisa pelepasan dalam kerinduan yang mendera.“I love you.” Ujar sang pria memecah kebisuan.“I love you too.”“I love you more.”“I love you most.”“I love you infinity.”“Ya, ya. I know that you love me to the moon and back, to infinity and beyond, forever and ever.” Decak gadis itu sambil menyerukkan wajah pada leher sang pria. “Dasar pak pengacara, gak pernah mau ngalah!”Keduanya terkekeh bersamaan. Lantas dering ponsel menyela kekehan keduanya.“Hapemu!”Seru mereka bersamaan saat mendengar dering nada I’m Yours yang ditembangkan oleh Jason Mraz. Detik selanjutnya mere
- I will always be here for you. B’cos I feel good, when you feel good –Angkasa Bhanurasmi.Aya memejamkan kelopak mata. Menggulirkan maniknya dengan jengah. Menengadahkan kepalanya sejenak sambil membuang napas dengan keras. Alunan lagu yang diputar oleh Asa di ruang tengah, sudah mengganggu konsentrasinya saat menulis sebuah berita.Ia pun beranjak dari meja yang biasa digunakannya untuk bekerja, di kamar apartemennya.Samar-samar terndengar suara merdu Asa, saat langkah kaki Aya semakin mendekat ke arah pintu.Asa mengarahkan telunjuknya tepat ke arah Aya sambil terus bersenandung, saat gadis itu membuka pintu kamar.“Yeah, you're looking so rude, looking at me. Baby, that rude girl thing, work, work it on me. Cerquita donde pueda oírte y hacer que te quedes.”Lalu, dengan kedua tangan terangkat, dan pinggul yang bergoyang ala salsa. Asa menghampiri Aya dan menarik tangan saudara perempuannya itu agar
“Aku mau nikah, mam.”Ucapan Astro di tengah-tengah makan malam itu, membuat Aster tidak jadi menyuapkan nasi goreng seafood kesukaan sang anak, kemulutnya sendiri. Aster khusus membuatkan makanan favorit Astro, ketika pria itu menelepon akan pulang dan makan malam di rumah.“Mama gak pernah dengar kamu punya pacar, tahu-tahu ngomong mau nikah?” Aster menarik kursinya mendekat pada Astro. “Siapa?”“Temen kantor dulu, tapi sekarang udah gak sekantor.” Jawab Astro santai sambil menyantap makan malamnya dengan lahap.“Iya siapa? dan udah berapa lama pacarannya?” sebagai seorang ibu, jelas saja Aster sangat penasaran dengan calon menantunya nanti.“Namanya Zetta,”“Kok gak asing? mama kayak pernah dengar di manaaa gitu.” Sahut Aster sembari mengingat-ingat, namun tidak kunjung mendapat petunjuk.“Anaknya tante Melati.” Astro tekekeh pelan sendi
Setelah deadline pekerjannya selesai. Aya memutuskan pergi ke kafe pojok yang letakknya memang di pojok ruko sesuai dengan namanya. Ia hendak mengisi perutnya sebelum kembali pulang ke apartemen. Ruko itu kini sudah banyak berubah, setelah mengalami pergantian pemilik hampir beberapa kali. Setidaknya itu yang ia dengar dari para seniornya.Aya setengah berlari, ketika melihat pintu harmonika ruko tersebut tertutup separuh. Padahal jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh, karena biasanya kafe tersebut baru tutup sekitar jam sebelas malam.“Lin, kok ditutup separuh?” tanya Aya pada Linda, salah satu pelayan yang sudah di kenalnya. Aya tidak hanya mengenal Linda sebenarnya, tapi ia sudah mengenal seluruh penghuni yang ada di kafe tersebut. Ya, Aya memang seramah dan sehumble itu dengan siapapun, sama seperti Bintang.“Ini juga mau di buka, mbak. lagi pada briefing di atas. Tapi baru selesai.” Jelasnya lalu menyuruh satu lagi pelayan yang bernam