Share

4. Memeriksa Informasi

Wu Mei Xiang belum puas dengan respons pria tampan itu. Dia tahu pria ini mungkin saja sengaja tidak memberitahukan kebenaran padanya. Dia harus mencari tahu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, kau memang Cheng Li. Itu sudah pasti."

Senyum Wu Mei Xiang mengembang di kedua sudut bibirnya. Dia terlihat sangat puas dan senang.

Akhirnya Cheng Li berkata, ”Benar-benar anak nakal," ucap lelaki yang dipanggil Cheng Li itu dengan sedikit mengangkat kedua sudut bibirnya.

"Kau terlihat lebih tampan dari sebelumnya," goda Wu Mei Xiang memulai permainanya. Dia sudah sering melihat pria ini walau selalu mengabaikannya dan menganggapnya sebagai teman imajiner. Namun, sekarang dia berdiri di hadapannya---terlihat sangat nyata dan bahkan lebih indah dari kenyataan yang diharapkan.

Wu Mei Xiang harus jujur kalau pria iblis ini sangat tampan.

"Iyakah? Kurasa aku bisa lebih tampan lagi," balas Cheng Li semakin mendekat pada Wu Mei Xiang. Dia sedikit menunduk dan menatap wajah gadis itu dari jarak dekat. Hanya tersisa dua sentimeter jarak keduanya.

Hidung Cheng Li yang mancung hampir beradu dengan milik Wu Mei Xiang yang tidak kalah bagus dan mancungnya.

"Jangan terlalu dekat, bagaimana kalau kau malah jatuh cinta padaku? Kau tahu, kan, aku ini banyak penggemar. Membayangkan iblis juga mencintai aku, kurasa itu agak mengerikan, Tuan Iblis yang tampan," ucap Wu Mei Xiang mengedipkan matanya sebelah kanan dan terus menatap lelaki berbaju merah itu tanpa rasa takut.

Sejujurnya dia memang sudah gugup karena terlalu dekat. Selama ini Wu Mei Xiang tidak pernah begitu dekat atau menjalin hubungan romantis dengan pria mana pun. Dia sangat menjaga jarak.

"Kau memang selalu begini," ucap Cheng Li dengan nada tenang.

"Wah! Tak kusangka kau sudah memperhatikan aku sejak lama. Coba katakan padaku, kau kan yang menyebabkan aku terjebak di sini?" tanya Wu Mei Xiang menebak-nebak dan mencoba membuat analisa tidak logis menjadi logis.

Semasa hidupnya, Wu Mei Xiang sangat tidak percaya yang namanya alam ruh, iblis dan sejenisnya. Dia mencintai logika dan hidup karena logika.

Bagaimana mungkin bermain nuklir dengan mengandai saja? Kan, tidak mungkin. Apalagi membuat perhitungan dengan kira-kira. Bayangkan berapa banyak korban berjatuhan akibat ketidakpastian itu.

"Percaya diri sekali!" protes Xiong Fan dengan suara sangat pelan.

Setelah ditegur berkali-kali dia tampak lebih menjaga sikapnya meski jauh di lubuk hatinya ingin memusnahkan yang bernama Wu Mei Xiang, karena dia sangat menyebalkan dan mulutnya terlalu lentur.

"Biar saja kau mengatakan apa saja. Buktinya, tuanmu ini memang tampak begitu tertarik padaku. Sampai-sampai pada detik kematianku, dia malah menculikku ke sini."

Wu Mei Xiang tersenyum bangga penuh kemenangan. Dia tidak peduli, apakah ucapannya benar atau tidak, itu urusan belakangan. Menyinggung orang sangat penting untuk mendapatkan informasi berguna.

“Sampai di mana tadi? Dua pelayanmu itu sangat cerewet dan selalu saja menganggu aku. Lihatlah aku sampai lupa tadi kita sedang membahas apa,” protes Wu Mei Xiang dengan wajah cemberut. Dia bahkan menggembungkan pipinya dan mengembuskan napas kasar sebagai bentuk protes dan tidak suka.

“Kau!” protes Xiong Fan dan Xiong Hai tidak suka. Mereka berdua terkejut dikatakan sebagai pelayan. Lalu Wu Mei Xiang ini sangat pandai berbicara sampai keduanya kewalahan membela diri.

Ketika Xiong Fan masih akan protes lagi, tiba-tiba ucapannya dicegah dan dipotong oleh rajanya sendiri.

"Kurangi bicara kalian!" perintah Cheng Li dengan nada dingin. Dia terlihat keren saat ini di mata gadis yang menjadi sanderanya.

Cheng Li tersenyum pada gadis itu, lalu menatap dua pria bermargai Xiao di sana dengan sangat tajam. Cheng Li seperti seseorang yang memiliki kepribadian ganda yang sudah bisa dia kendalikan. Hanya sepersekian detik saja dia sudah berubah menjadi orang lain.

“Kau bisa bebas, ini tidak baik walau tidak mengurangi kecantikanmu,” kata Cheng Li sambil melepaskan rantai di kedua kaki dan tangan Wu Mei Xiang, lalu melanjutkan, "dan kalian berdua tolong urus dia, malam ini acara harus berjalan dengan lancar. Aku tidak mau mendengarkan bantahan."

“Hah? Acara apa?” tanya gadis itu entah pada siapa saja yang mau menjawab dirinya.

Setelah berucap Cheng Li pergi meninggalkan ruangan itu dan Wu Mei Xiang   berniat menghentikan langkahnya.

"Tunggu!" teriak Wu Mei Xiang dengan nada khawatir. Gadis itu mengangkat tangannya seolah hendak menahan atau menarik baju Cheng Li agar dia tidak pergi meninggalkannya.

"Ada apa?" tanya Cheng Li sedikit memutar badannya menatap Wu Mei Xiang.

Wajahnya kembali terlihat manis dan seperti seseorang yang sangat penyayang.

"Ke mana kau pergi dan bagaimana dengan aku? Maksudku ke mana dan bagaimana aku bisa pergi dari sini?" tanya Wu Mei Xiang tiba-tiba bagai anak kucing yang kehilangan ibunya, tersesat di antara pepohonan tinggi di tengah rimba.

"Kau akan tahu, tak perlu khawatir, Sayangku," ucap Cheng Li    mengedipkan matanya seperti yang tadi Wu Mei Xiang lakukan lalu menghilang tanpa bekas. Pria itu sudah menghilang tanpa jejak. Hanya sepersekian detik semuanya sudah lenyap.

Wu Mei Xiang menyesal sudah menggoda lebih dulu dan sekarang dia dalam masalah. Raja iblis itu tampak lebih ahli menggoda dibandingkan dirinya. Lihatlah, sekarang gadis lugu itu merasa jantungnya agak sakit.

“Kau kenapa?” tanya Xiong Hai.

“Kurasa aku sakit jantung mendadak. Rasanya seperti tertekan, bisa saja aku akan mati lagi. Mati dua kali tidak apa-apa,” kata Wu Mei Xiang asal bicara saja. Namun, soal sakit di dada itu dia tidak berdusta.

“Omong kosong apa yang kau bicarakan? Iblis tidak sakit jantung dan bahkan tidak memilik jantung yang berdetak. Kalaupun ada, itu hanya hiasan saja,” kata Xiong Fan agak kesal. Dia sudah mulai jengah berbicara dengan iblis baru ini.

“Apa aku benar-benar sudah menjadi iblis?” gumam Wu Mei Xiang seperti menyesal atau bersedih.

“Apa yang kau harapkan? Menjadi malaikat? Apa hidupmu begitu baik sampai kau berhak diangkat jadi malaikat? Sebagai apa kau sebelumnya? Penyelamat dunia atau apa? Apa dewa berutang padamu?” dengan nada sinis Xiong Fan terus mengejek gadis itu. Setelah kepergian Cheng Li, pria itu kembali berani mengejek Wu Mei Xiang sesukanya.

“Kau tidak mengerti, kau memang bodoh. Baiklah, aku tidak akan berdebat dengan orang bodoh,” ujar Wu Mei Xiang dengan nada sombong.

“Kau bisa sombong saat ini, tapi belum tentu nanti. Mari kita lihat bagaimana nasibmu malam ini, apakah kau masih akan hidup atau bagaimana. Setelah ini berlalu dan kau masih baik-baik saja kau bisa sombong dan angkuh padaku. Bahkan, jika kau masih bertahan, kau bisa menyebut aku bawahan atau apa saja. Terserah kau!”

Xiong Fan terlalu kesal sampai dai kurang bisa menahan dirinya. Dia sudah berkali-kali menghadapi iblis dan yang paling menyebalkan ada di hadapannya saat ini.

“Baiklah, setuju,” kata gadis itu tanpa berpikir. Lagipula kalau dia menang dia akan untung dan kalau kalah, mana bisa dia rugi? Dia tidak memilik apa-apa dan tidak melepaskan apa pun. Kalau hanya mati, bukankah dia sudah mati sekali? Lalu kenapa tidak siap dengan kematian untuk kedua kalinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status