Enjoy!
-----
Seluruh orang berpakaian serba hitam memenuhi area sebuah pemakaman keluarga milik Arvezio di sudut kota Madison. Isak tangis menjadi pengiring suara seorang pemuka agama yang tengah memimpin doa di depan sebuah batu nisan besar bertuliskan ‘Dario Arvezio’.
Tak jauh dari area pemakanan, beberapa orang berjaga ketat dengan megang senapan. Pandangan mereka begitu awas, demi menjaga kehikmatan prosesi pemakaman underboss Prospero tersebut dari segala macam gangguan.
Sementara itu, mata Gavriel mengamati satu persatu orang yang hadir di sana. Mencari wajah-wajah pengkhianat yang mungkin saja tampak dari kematian saudara sepupunya.
Matanya kemudian bertabrakan beberapa saat pada anggota keluarga Crossleight yang turut hadir. Mereka mengangguk dan dibalas hal serupa oleh Gavriel, menghargai kedatangan mereka. Bersama dengan itu, tangan Gavriel tak lelah mengusap punggung wanita yang sedang mendekapnya erat dengan isak tangis yang terus menderai.
“Kau tak sendirian Gwens. Kau memiliki kita semua. Siapa pun pembunuhnya, ia akan mendapatkan bayaran yang setimpal,” bisik Gavriel tegas pada sang adik sepupu, adik kandung Dario.
“Bunuh dia, mereka, siapa pun itu! Aku tak peduli!” teriak Gwens, terisak dengan pelukannya yang semakin mengerat.
“Kau memegang perkataanku.” Gavriel mengecup sisi rambut brunette Gwens dengan begitu dalam, bersama tangannya yang meremas mantel hitam sang adik sepupu itu oleh amarah yang sejak tadi ia tahan.
Selepas pemakaman itu, Gavriel memasuki ruangan khusus bergaya klasik yang telah biasa mereka gunakan untuk rapat Prospero, tempat para sepupunya telah menunggu. Sementara para wanita dan orang tua berada di lantai bawah bersama kerabat yang lain.
“Pier, temani Gwens di bawah,” kata Gavriel pada adik tirinya.
Daniel yang turut berada di ruangan itu bersama satu pria lainnya seketika menolehkan pandangan ke arah Pierro yang tengah berdiri di dekat perapian. Dua pria dewasa itu kemudian memberi anggukan, menyetujui perkataan Gavriel, selaku bos Prospero. Pierro, pria berumur dua puluhan tahun itu lalu berdecak kesal dan melangkah menuju pintu.
“Kau akan bergabung bersama kami setelah pelantikanmu, Brother,” kata Daniel seraya menepuk pundak Pierro ketika pria berambut blonde itu melewatinya.
Pierro hanya menjawab serupa gumaman tak jelas, sebelum akhirnya keluar dari ruangan dengan menyisahkan dentuman ringan dari pintu yang tertutup. Gavriel menatap pintu cokelat tua itu dan mendesah kasar.
“Ia belum siap untuk pelantikan.”
Gavriel membuka botol kaca berisi whiskey dari stroller bar, lalu menuangkannya pada gelas rendah di meja kerja. Jas hitamnya tersampir di armrest kursi, sedang kemeja putih telah tersingsing mencapai siku dengan bagian rompi hitam yang masih melekat di sana.
“Ia memiliki tekad yang kuat, Gav. Sedikit mendisiplinkannya akan membuat ia menjadi seorang pria,” kata Daniel, sebelum menjatuhkan diri pada single sofa di dekat tirai.
“Ya,” jawab Gavriel setelah meneguk kasar whiskey-nya.
Jika itu yang Daniel yakini, Gavriel tak akan mendebat karena itulah tugas Daniel selama ini sebagai consigliere atau penasihat dalam hirarki mafia Italia seperti Prospero. Selain Daniel juga menjabat sebagai pengacara pribadi keluarga Arvezio.
Orang-orang di luar yang tak mengenal Arvezio akan meletakkan keheranan mereka, mengingat Daniel adalah satu-satunya pria berdarah Asia Timur di tengah keluarga Italia-Amerika ini. Namun, itu tak mengherankan karena Daniel semasa kecil memang diangkat oleh kakek Gavriel.
Daniel telah lama menjadi bagian anggota keluarga yang tak terpisahkan dan menjadi salah satu orang kepercayaan Arvezio. Tak terkecuali Gavriel, karena ialah yang mengangkat Daniel untuk menjadi consigliere-nya semenjak ia menggantikan sang kakek yang turun dari jabatan bos Prospero karena sakit.
Gavriel meletakkan gelas kosongnya, lalu membawa kedua telapak tangannya untuk bertumpu pada meja. Sedang mata sapphire itu menatap tajam saudara sepupunya yang sedang duduk tertunduk di kursi dekat perapian di seberang Daniel.
“Jangan biarkan kesedihan melemahkanmu, Marco! Para wanita di bawah sana boleh tetap menangis, tetapi tidak dengan kita,” kata Gavriel tegas, meski ia memiliki usia yang lebih muda dibanding saudara sepupunya itu.
Marco, pria berwajah tegas nan garang dengan bingkai bulu kasar di sekitar rahangnya itu seketika menegakkan padangan pada Gavriel. Ia menghapus air mata di pipinya dengan punggung tangan, lalu mengangguk.
Ia tak pernah tersinggung dengan kedewasaan Gavriel yang memang melampaui dirinya. Hal itu pula yang membuat ia berada di posisi underboss Prospero, meski secara usia, ia seharusnya menjadi bos. Namun, Marco menyadari bahwa ini bukan perkara tahta. Berada di posisi bos seperti Gavriel, sama halnya dengan bersiap memikul nyawa seluruh anggota keluarga. Gavriel juga pernah berada di posisi sama sepertinya, tetapi kelayakan di lapangan yang membuat Gavriel akhirnya menjadi orang yang pantas menggantikan posisi kakek mereka.
“Polisi kita di Las Vegas menemukan bukti-bukti ini.”
Marco beranjak dari kursi dan menyerahkan ponselnya pada Gavriel. Menunjukkan bukti lain dari foto-foto kematian Dario. Sumber dari para polisi itu adalah mereka yang berasosiasi dengan Prospero selama ini. Mereka tersebar di mana-mana, khususnya Amerika.
Gavriel mengamati foto-foto itu dengan tangan terkepal, lalu menyalurkannya pada Daniel. Ia menggeram kasar seraya berbalik badan, mengambil rokok dari laci dan menyalakannya dengan segera.
“Dario tak mungkin terlibat pada pengedaran narkoba, Gav. Ia sangat tahu aturan kita,” kata Daniel setelah melihat isi foto-foto tersebut.
“Bagaimana jika ternyata iya?” rahang Gavriel mengeras pada Daniel.
“Aku pernah mendengar pembicaraannya mengenai Miami. Aku sudah memperingatkannya untuk tak menyentuh bisnis itu,” timpal Marco sembari memegang kepalanya yang berdenyut.
Ia terus dihujani rasa bersalah. Andai ia tak lelah memperingatkan sepupunya tersebut, mungkin ini semua tak akan terjadi.
“Bodoh!” umpat Gavriel dengan menggebrak meja.
Ia menggeleng kasar. Dari sekian banyak bisnis kotor yang Prospero jalankan, hanya ada satu bisnis yang menjadi aturan larangan keras mereka, narkoba. Mengapa sangat sulit bagi sepupunya untuk mematuhi itu?
Meski semua pun tahu bahwa uang yang didapat akan sangat besar, tetapi menyentuh bisnis itu sama saja dengan mereka menyiapkan kuburannya sendiri. Risiko yang terlalu besar dan jerat hukum yang berat. Tak ada celah untuk pembelaan dari orang-orang yang berbisnis narkoba. Berbeda dengan perjudian, prostitusi dan bisnis kotor lainnya.
“Panggil seluruh caporegime di bawah Dario dan urus mereka untuk mendapatkan fakta,” perintah Gavriel pada Marco. Pria itu pun segera mengangguk dan keluar ruangan.
Dalam hirarki mafia Italia-Amerika seperti Prospero, caporegime adalah istilah kepangkatan yang setara dengan kapten. Mereka berada di bawah perintah underboss dalam mencari dan menjalankan bisnis di lapangan. Seperti selayaknya kapten, caporegime membawahi para prajurit yang biasa disebut made guy. Mereka adalah penghasil uang, serta sebagai tangan dalam tindakan-tindakan keji atas nama kehormatan dan kesetiaan pada Prospero.
Sepeninggal Marco, ruangan itu seketika hening dengan kecamuk pikiran dari Gavriel maupun Daniel. Gavriel menyesap rokoknya dan mengembuskan perlahan dengan kepala mendongak pada langit-langit.
“Bagaimana dengan Liora? Apakah kau ingin aku mengirim gertakan ancaman padanya besok?” tanya Daniel, memecah keterdiaman mereka. Ia tahu pertemuan Gavriel dan Liora di restoran beberapa hari lalu tak mengubah keputusan Liora.
Gavriel menegakkan pandangan pada Daniel seraya kembali menyesap rokoknya. Ingatan Gavriel seketika tertarik kembali pada pertemuannya dengan wanita cantik berambut golden blonde tersebut.
Bagi Gavriel, membeli orpiment milik Quinton Resource Corp hanya sekadar perkenalan bisnis, sebelum mereka hendak mengenggam perusahaan tersebut. Tidak, Gavriel tidak menginginkan perusahaan itu benar-benar jatuh di tangan Prospero, karena ia tahu itu hanya akan menimbulkan kegaduhan dari keluarga Quinton.
Gavriel berencana membuat Quinton Resource Corp bergerak tanpa sadar atas arahan dari Prospero, seperti sebuah boneka. Perusahaan yang dipimpin Liora itu menjadi begitu penting di mata Gavriel, karena ia tahu Quinton Resource Corp memiliki cengkeraman pada begitu banyak pertambangan di dunia, beserta tanah jarang yang tentunya sangat berharga. Semua itu dapat menjadi alat tawar yang potensial bagi Prospero di dunia ekonomi-politik untuk mendapatkan kekuasaan di mana pun.
Mendengar perkataan Daniel tadi, ia tak terkejut sama sekali dengan penawaran itu, karena itulah yang biasa mereka lakukan ketika langkah negosiasi telah gagal. Namun, ingatan tentang interaksi antara Liora dan bayi perempuan itu membuat pikiran Gavriel terusik.
Gavriel kemudian menggeleng. “Aku ingin kau memberikanku informasi lengkap tentang anak Liora. Aku akan melakukan cara yang lain kali ini.”
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Makasi untuk antusiasnya di bab 4 :* Ti amo!Enjoy!-----Langkah kaki berbalut sepatu scarpin hitam milik Liora seketika terhenti ketika ia baru saja tiba di ruang tengah penthouse-nya. Vierra yang berada di gendongan sang ibu segera memekik menggemaskan, mengetahui kedatangan pria dewasa yang sedang berdiri di tengah ruangan tersebut.Pria dewasa dengan gurat keriput di wajahnya itu pun mengembangkan senyum pada Vierra. Dengan pakaian jas biru gelapnya, ia berjalan menghampiri Liora.Mata Liora melirik pada sebuah amplop di tangan pria itu. Lalu ia berdecak.“Kapan Dydy sampai kemari?” tanya Liora sekadar basa-basi pada sang ayah.Hubungan keduanya yang tak begitu bagus membuat Liora tak tertarik dengan kunjungan ayahnya kemari. Meski ia tahu sang ayah datang jauh-jauh dari Manhattan.“Sekretarismu berkata kau bertemu dengan Gavriel Arvezio beberapa hari la
Enjoy!-----Denver, Colorado-USALiora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.Pemandangan itu s
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.