Share

BAB I

Bagaimana bisa aku melupakan cinta pertamaku disaat hatiku masih mengenangnya.

—Mark Lee

-o-

Jam di dinding ruangan VIP yang di tempati oleh Mark, menunjukan pukul 10.15 pagi. Biasanya pada pukul 10.30, Dokter Kim datang untuk memeriksa keadaan Mark.

Saat ini, Mark sedang membuka gallery di ponselnya. Ia menatap sebuah foto sejak beberapa menit yang lalu. Matanya tidak lepas dari objek tersebut. Caranya menatap seakan ia sedang menyampaikan rindu pada Karina Jung.

Aku merindukanmu...

Hingga sebuah suara menginterupsi Mark.

"Annyeonghaseyo Mark-ssi." Dokter bernama lengkap Kim Dahyun datang untuk memeriksa keadaan Mark.

Mark pun mengalihkan pandangannya dari foto tersebut ke arah Dahyun. "Ne, annyeonghaseyo dok," sahutnya, lalu kembali menatap foto tersebut.

"Bagaimana keadaan Anda? Semalam Anda bisa tidur nyenyak?" tanya Dahyun, sembari memeriksa detak nadi Mark dengan menekan pergelangan tangan laki-laki itu menggunakan jarinya.

"Hm. Saya cukup tidur semalam," ucap Mark masih dengan raut wajah dan nada bicara yang datar.

Dahyun kembali memeriksa Daniel. "Bagaimana dengan makan Anda? Anda makan dengan nikmat? Atau keluhan?"

"Hm." Mark tidak mengalihkan pandangannya dari foto tersebut.

"Saya rasa... tidak akan lama lagi Anda sudah boleh pulang Mark-ssi." Dahyun sedang menahan kesalnya. Memang banyak sekali tingkah dari para pasien yang ia temu, hanya saja Mark yang paling cuek menurutnya.

Lihat saja, Mark tidak merespon ucapan Dahyun dan itu membuatnya semakin terlihat angkuh di mata Dokter muda itu.

Bagaimana bisa ada orang seperti dia? Sangat dingin seperti kulkas. Batin Dahyun.

"Baiklah, saya akan memberikan cairan vitamin ke dalam infusan Anda," ucap Dahyun dan mengambil suntikan berisi cairan vitamin yang akan di masukkan melalui infusan.

Setelah selesai, Dahyun berniat untuk pamit tapi Mark memanggil namanya.

"Kim Dahyun-ssi. Maksud saya, dokter Kim."

"Ne?" sahut Dahyun sembari menyerengitkan dahinya.

"Saya bisa minta tolong pada Anda?" Mark menatap Dahyun dengan datar.

"Katakan."

"Apa boleh saya keluar ruangan ini? Misal ke taman rumah sakit? Sungguh, saya sangat bosan di sini."

Menggeleng dua kali, Dahyun berkata, "Mark-ssi, mohon maaf. Kalau Anda ingin berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, harus ada dokter atau suster yang menemani."

"Ya sudah, kalau begitu bisakah Anda menemani saya nanti?" Mark langsung to the point.

"Aaah. Baiklah, saya akan ke sini setelah selesai mengecek pasien lain. Bagaimana?" sahut Dahyun sembari tersenyum ragu.

"Baiklah. Kamsahamnida." Mark kembali menatap foto yang ada di gallery ponselnya.

Beruntung kau itu pasien. Jika tidak... Dahyun menghela napasnya.

"Geurae. Kalau begitu, saya permisi." Dahyun menunggu jawaban dari Mark tapi nihil.

Kau harus sabar menghadapi pasien semacam dia. Batin Dahyun sembari mengatur napasnya karena mulai emosi dengan Mark.

Dahyun pergi dari hadapan Mark dan melangkahkan kakinya menuju ruangan khusus dokter dengan perasaan kesal dan mengerucutkan bibirnya.

"Aigoo Dahyun-a. Ada apa dengan raut wajahmu?" tanya seorang laki-laki dengan jas putih, sama dengan Dahyun.

"Jangan mengangguku Lee Know sunbae!" seru Dahyun pada sunbaenya di devisi ahli bedah.

"Wae? Apa pasienmu itu membuatmu kesal lagi?" tanya laki-laki bermarga sama dengan Mark.

Dahyun menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Dia sangat angkuh oppa. Aku kesal padanya. Sikapnya menjengkelkan."

"Ya! Jangan mengeluh seperti itu. Ini di depan umum. Ayo ke ruanganku saja." Lino melangkahkan kakinya lebih dulu.

Sesampainya di ruangan Lino. "Ada apa denganmu?" tanyanya langsung.

Dahyun menggerutu tidak jelas.

"Ya! Jangan menggerutu tidak jelas. Jawab pertanyaanku."

"Aku kesal dengan pasien yang kau rekomendasikan padaku. Pasien VIP itu," sahut Dahyun.

"Aigoo Dahyun-a. Kau lupa? Kau ingin segera pulang ke Korea 'kan? Turuti saja apa yang aku katakan. Mengerti?"

"Ne. ne sunbaenim." Dahyun sengaja mengatakan sunbaenim jika ia sedang kesal dengan Lino.

Bersidekap dada, Lino menaikkan sebelah alis matanya. "Jangan memasang ekspresi marah padaku. Atau kau tidak akan aku rekomendasikan untuk ikut ke Korea."

"Oppaaa! Jangan mengancamku. Aku ingin kembali ke Korea. Aku rindu orangtuaku," ucap Dahyun lirih di akhir kalimat.

"Aku tidak bermaksud, mianhae." Lino merasa tak enak telah mengungkit hal yang membuat Dahyun sensitif.

Melambaikan kedua tangan ke udara, Dahyun menggelengkan kepala dua kali. "Tidak—tidak, tidak masalah. Aku tidak akan mengeluh terus. Fighting!" serunya.

"Good girl! Kau masih ada pasien setelah ini?" tanya Lino.

"Hmm, masih ada. Setelah itu, aku akan menemani pasien yang membuatku kesal untuk berjalan-jalan di sekitar taman Rumah Sakit ini."

"Baiklah. Aku juga masih ada pasien. Kajja." Lino berdiri dan melangkahkan kakinya keluar ruangan diikuti Dahyun.

-o-

Dahyun masuk ke dalam ruangan tempat para dokter beristirahat. Ia meregangkan tubuhnya dan menguap. Dari wajahnya ia terlihat sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Semalam ia tidak tidur karena harus melaksanakan operasi yang memakan waktu lama. Pagi, ia harus mengurus pasien VIP dan VVIP atas rekomendasi dari Lino.

Dahyun dan Lino adalah dua diantara banyaknya dokter berbakat dari Korea yang dikirim ke rumah sakit Kanada. Mereka, sudah --kurang lebih satu tahun-- bekerja di sana. Dan dalam waktu dekat, Lino akan di panggil kembali untuk bekerja di Rumah Sakit Korea dan itu membuat Dahyun berusaha keras agar bisa ikut dengan Lino.

"Aigoo. Aku sangat lelah." Dahyun berjalan seperti zombie menuju ranjang.

Dahyun mendaratkan tubuhnya di atas ranjang ukuran single yang ada di ruangan peristirahatan para dokter. Ia melakukan peregangan lagi dan mulai memejamkan matanya. Tapi, tiba-tiba ia teringat sesuatu dan membuat matanya terbuka kembali.

"Omo! Aku lupa! Aku akan membawa pasien menyebalkan itu untuk berjalan-jalan ke taman." Dahyun melihat jam di pergelangan tangannya. "Oke, baru jam delapan malam. Mungkin dia belum tidur. Aku akan periksa ke kamarnya."

Dahyun berdiri dan membenarkan rambutnya yang sudah berantakan akibat tiduran. Setelah rapih, ia melangkahkan kakinya menuju lantai VIP untuk memeriksa apakah Mark masih mau berjalan-jalan ke taman atau tidak.

Tak butuh waktu lama Dahyun tiba di ruang Calendula. Ia mengetuk pintu tiga kali, lalu membukanya dan menghampiri ranjang di mana ada Mark.

"Aah dia sudah tertidur," gumam Dahyun berbisik.

Dahyun pun merapikan letak selimutnya. "Baiklah, aku akan pergi. Mungkin besok pagi aku akan menemanimu berjalan-jalan di taman rumah sakit ini," ucanya pada Mark yang terpejam matanya.

Saat Dahyun berbalik dan ingin melangkahkan kakinya. Sebuah tangan memegang pergelangan wanita itu dengan erat.

"Tunggu! Saya belum tertidur. Saya ingin berjalan-jalan sekarang." Ternyata Mark hanya memejamkan matanya dan belum tertidur.

"Ne?" Dahyun melihat tangannya yang di pegang oleh Mark, "aah, baiklah." Ia menarik tangannya dari genggaman lelaki itu.

Di taman Rumah Sakit.

Mark dan Dahyun berada di kursi taman Rumah Sakit. Kursi roda Mark tepat berada di samping kirinya. Mereka berdua sedang memandangi langit yang terlihat cerah, karena banyak bintang yang bertebaran di sana --langit--.

"Anda percaya dengan perkataan 'cinta pertama tidak akan pernah berhasil'?" tanya Mark membuka pembicaraan.

Dahyun sempat terkejut karena Mark yang tiba-tiba berbicara dan juga karena pertanyaan yang lelaki itu lontarkan.

"Hm, saya rasa itu benar."

Mark menoleh ke arah Dahyun. "Anda percaya?"

Dahyun sempat melihat ke arah Mark, tapi selanjutnya ia menatap lurus ke depan. "Saya tidak bilang percaya. Menurut saya apa yang Anda ucapkan itu ada benarnya sedikit. 'cinta pertama tidak akan pernah berhasil'."

Wanita itu menghela napasnya. Dan menatap langit penuh bintang. "Tapi, pengalaman jatuh cinta pertama tidak hanya kekal di ingatan, tapi turut membentuk siapa diri kita dan siapa orang berikutnya yang akan membuat kita jatuh cinta."

Mark mengalihkan pandangannya dari Dahyun dan menatap langit lalu memejamkan matanya sembari berkata, "Sepertinya, saya harus merelakan cinta pertama saya. Meskipun itu akan sulit."

"Merelakan bukan berarti melupakan. Anda akan tetap memiliki ingatan di hati Anda tentang cinta pertama Anda, walaupun Anda sudah menemukan cinta sejati Anda kelak."

Sontak, ucapan Dahyun membuat Mark membuka matanyadan menoleh ke arah wanita itu kembali, lalu menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status