Share

BAB II

Dia, mulai mengisi hari-hariku. Tapi, hatiku masih tetap tertuju ke Seoul, tempat di mana cinta pertamaku tinggal.

—Mark Lee

-o-

Dahyun melangkahkan kakinya menuju lantai VIP sembari mendorong kursi roda yang di duduki oleh Mark. Sepanjang lobi rumah sakit, Mark melamun --memikirkan perkataan Dahyun--.

Perkataan dia ada benarnya juga, 'merelakan bukan berarti melupakan. Anda akan tetap memiliki ingatan di hati Anda tentang cinta pertama Anda, walaupun Anda sudah menemukan cinta sejati Anda kelak'. Batin Mark.

Mark masih melamun hingga suara Dahyun menginterupsinya. "Mark-ssi. Kita sudah sampai di ruangan." Ia berpindah tempat yang tadinya di belakang Mark, menjadi di hadapannya.

"Ye? Aah kamsahamnida Dahyun-ssi."

Dahyun membantu Mark untuk berdiri dari kursi rodanya untuk berpindah ke bangsal. Wanita itu memapah Mark dengan perlahan. Padahal yang terkena peluru adalah dadanya. Tapi sebagian saraf di kaki juga berpengaruh saat operasi pengangkatan timah panas tersebut. Jadi, Mark sulit untuk berjalan dengan benar.

"Saya akan meletakkan kursi roda tepat di samping ranjang Anda." Dahyun mendekatkan kursi roda tepat di samping ranjang Mark.

Dahyun pun membantu Mark untuk berbaring karena luka di bagian dada belum mengering pasca operasi. Lalu, sekalian Dahyun memeriksa keadaan pasiennya itu.

"Kamsahamnida. Maaf jika merepotkan Anda." Mark mengatakan itu sambil melihat kea rah Dahyun, tidak seperti tadi yang terkesan cuek.

What? He can said 'thank you'? Daebakk! Batin Dahyun.

"Anieyeo Mark-ssi. Selamat beristirahat. Saya permisi," sahut Dahyun setelah memastikan keadaan Mark.

"Dahyun-ssi. Maafkan atas kelancangan saya tadi saat di taman." Sontak ucapan Mark membuat Dahyun bersemu merah, antara menahan malu atau amarah.

Jelas saja, karena saat di taman beberapa menit yang lalu Mark hampir saja menciumnya. Tidak, lebih tepatnya ingin mengambil daun yang jatuh di atas kepala Dahyun. Tapi, wajah Mark hanya berjarak beberapa sentimeter dengan Dahyun. Jika orang lain melihat, mereka akan mengira jika keduanya hendak berciuman.

"A-aniyo. Saya permisi." Dahyun melangkahkan kakinya dengan langkah yang besar, berharap agar cepat menjauh dari Mark karena malu atas kejadian itu.

"Kenapa pipinya memerah? Dia sangat lucu," gumam Mark sembari tersenyum karena melihat pipi Dahyun muncul semburat merah.

Aku akan mencoba merelakanmu, Karina. Aku berharap kau bahagia dengan Jeno... Batin Mark.

Dahyun meninggalkan ruangan Mark dengan perasaan yang ia sendiri pun tidak dapat menebaknya. Ia menyenderkan tubuhnya di depan pintu.

Kenapa? Ada apa denganku? Batin Dahyun sembari memegang dadanya yang berdegup tidak beraturan.

Tiba-tiba suara seorang laki-laki mengagetkannya. "Dahyun-a. Apa yang kau lakukan?"

"Omo! Lino sunbae! Kau mengagetkanku!" pekik Dahyun.

"Mian. Kau sedang apa? Hm?" tanya Lino, sosok yang selama ini menjadi panutan bagi Dahyun, yang sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri.

"Aku baru saja selesai memeriksa pasienku. Kau dari mana?"

"Aku dari ruangan VVIP 104 memeriksa pasien, sama sepertimu," sahut Lino.

Dahyun dan Lino melangkahkan kakinya menuju lift. "Aah. Kau masih ada shift malam 'kan?" tanya wanita itu.

Lino menganggukkan kepalanya. "Kau tidak apa 'kan pulang sendiri? Maaf, aku tidak bisa mengantarmu," sahutnya.

"Geurae. Aku sudah terbiasa pulang sendiri." Dahyun tersenyum.

"Hati-hati ya. Hubungi aku kalau kau sudah sampai."

"Ne..."

Lino mengacak surai panjang milik Dahyun. Mereka berdua berpisah saat pintu lift telah terbuka. Dahyun bersiap-siap akan pulang karena waktu shiftnya sudah habis.

-o-

Di kamar VIP 02, ruang Calendula yang ditempati Mark Lee. Sang penghuni belum juga memejamkan matanya. Pikirannya masih tertuju pada cinta pertamanya yang berada di Seoul.

Drrt drrtt.

Ponsel milik Mark bergetar dan menampilkan chat Line dari Ningning pada layar utama.

LINE

Ningning

|Mark

|Aku akan kembali ke Seoul besok

Kau sendiri?

Aku ingin ikut :(

Ningning

|Kau saja belum sembuh

|Sudahlah, pulihkan saja dulu lukamu itu

|Aku akan kembali ke sini lusa

|Jangan rindu padaku ne? :v

Baiklah

Hubungi aku jika kau sudah sampai

Aku rindu Karina

Tidak akan! :p

Ningning

|Sudah Mark!

|Aku tidak tahan melihatmu terjebak dalam friendzone

|Kau harus pilih kebahagiaanmu sendiri

|Dia sudah bahagia dengan kekasihnya

Arasseo Ningning

Aku akan mencobanya

Tapi, kurasa akan sulit :(

N

ingning

|Kau pasti bisa Mark

|Fighting!!

Gomawo Ning

read

"Aish! Hanya di read." Mark menghela napasnya. "Baiklah, aku akan mencoba untuk mengikhlaskannya, sesulit apa pun Fighting Mark Lee!" gumamnya menyemangati dirinya sendiri.

Tiba-tiba Mark mengingat kejadian di taman tadi saat bersama Dahyun.

---

"Dahyun-ssi. Maaf..."

Mark tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada Dahyun, hingga jarak di antara mereka hanya beberapa sentimeter.

Dan parahnya Dahyun berpikir jika Mark akan menciumnya. Hingga membuatnya muncul semburat merah pada pipi.

Apa yang akan dia lakukan? Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku. Apa yang harus kulakukan? Batin Dahyun.

Dahyun memutuskan untuk menutup matanya, karena wajah Mark semakin dekat. Wanita itu tidak tahu mengapa tubuh dan pikirannya tidak sejalan. Pikirannya menyuruhnya untuk menjauh tapi tubuhnya justru sebaliknya, tubunya diam saja saat Mark mendekatkan wajahnya.

"Kenapa Anda menutup mata?" tanya Mark dan sontak membuat Dahyun membuka matanya. Tepat di hadapan matanya, Mark sedang memegang sebuah daun berwarna kecoklatan --sisa musim gugur--.

"Lalu apa yang sedang Anda lakukan barusan?" tanya Dahyun bingung.

"Saya? Saya mengambil daun yang ada di kepalamu. Memang ada apa?" Perkataan Mark membuat Dahyun malu.

"Aah. Ya sudah ayo kembali ke kamar Anda Mark-ssi. Hari sudah semakin larut, tidak baik untuk kesehatan Anda."

Dahyun mengalihkan keadaan, ia membantu Mark untuk duduk di kursi rodanya. Mereka melangkahkan kakinya menuju lantai VIP, ruang Calendula.

Aigoo! Bagaimana bisa aku punya pikiran semacam itu, rutuk Dahyun dalam hati.

---

Dia sangat lucu. Apa dia mengira aku akan menciumnya? Batin Mark sembari terkekeh pelan.

Mark tidak sadar jika ia sedang tersenyum sembari memikirkan ekspresi wajah Dahyun saat menahan malu. Hingga beberapa menit kemudian, Mark mulai memejamkan matanya.

Sedangkan di sisi lain.

Dahyun sampai di unit apartemen yang ia sewa selama menjalani hidup di Kanada. Tepat di hadapan bangunan tersebut, adalah tempat tinggal Lino. Mereka tidak terpisahkan, kecuali saat shift mereka di rumah sakit berbeda.

"Ya Tuhan, aku sangat lelah hari ini." Dahyun langsung merebahkan dirinya di kasur king size miliknya.

"Aah aku belum mengabari Lino Oppa." Dahyun mengambil ponsel di dalam tasnya dan mengirim chat Line untuk Lino.

LINE

|Oppa

|Aku sudah tiba di apartemen beberapa menit lalu

read

Drrt drrt

Aigoo! Dia langsung meneleponku. Batin Dahyun.

"Yoboseyo Dahyun-a."

"Hm yoboseyo. Ada apa?"

"Ani. Aku hanya memastikan kau sudah sampai di apartemenmu. Ya sudah istirahatlah, besok jadwalmu lembur 'kan?"

"Ne. Aku akan mandi sebentar, setelah itu aku akan tidur."

"Baiklah. Jaljayo Dahyun-a."

"Ne~ Lino Oppa."

Tutt tuut

"Aigoo! Aku ingin langsung tidur saja rasanya," ucap Dahyun sembari meregangkan tubuhnya.

Lalu Dahyun beranjak dari tidurnya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

-o-

Pada hakikatnya sesuatu yang pertama memang selalu berkesan dan terkenang, apapun keadaan dan hasilnya saat itu, selanjutnya, baik suka maupun duka, berhasil ataupun gagal, tetap akan selalu teringat. Itulah cinta pertama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status