Share

BAB VI

Inikah rasanya sakit hati akibat patah hati? Jika rasa sakit ini mampu membuatnya bahagia, ikhlas adalah jawabannya. Kurasa itu lebih baik.

-Mark Lee

-o-

Di ruangan bercat putih, suasana terlihat sangat canggung di antara ke-empat orang yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Mark, apa kabar hatimu?

Kenapa dia menceritakan semuanya di sini.

Aku bisa apa? Dia lebih menyukainya daripada aku.

Apa yang mereka lakukan?

Kurang lebih seperti itu isi pikiran dari mereka masing-masing. Banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyakan tapi keadaan tidak mendukung untuk itu.

"Kapan kau kembali dari Seoul?" tanya Mark pada Ningning, memecahkan keheningan yang ada.

"Dua hari lalu. Maaf aku baru mengunjungimu hari ini," sahut Ningning.

Mereka terdiam lagi, hingga Lino berinisiatif untuk mengajak bicara Dahyun yang diam sedaritadi.

"Dokter Kim. Kau tidak pulang? Jam kerjamu sudah selesai bukan?" tanya Lino.

Dahyun mengerjapkan matanya, ia duduk tepat di samping Lino. "Eung? Aah, iya aku akan pulang sunbae." Ia berdiri, lalu mengambil jas dokternya.

"Aku akan ke ruanganku untuk mengambil tas dan beberapa barangku," lanjut Dahyun.

"Ya sudah, kajja." Lino ikut berdiri.

Mark hanya memperhatikan gerak-gerik Dahyun yang terlihat seperti sedang salah tingkah dan itu sangat menggemaskan menurut Mark.

Ningning yang melihat Mark tersenyum, pun menyerengitkan dahinya. Mereka terlihat dekat dengan Mark. Siapa mereka? Batin Ningning.

"Mark, kami permisi dulu. Nanti sore aku kembali ke sini untuk mengecek keadaanmu," ucap Lino.

Mark masih memperhatikan Dahyun, hingga ia tidak sadar jika Lino berbicara padanya.

"Mark!" Ningning menepuk pundak Mark dan membuatnya terkejut.

"Wae?" tanya Mark sembari mengusap pundaknya.

Ningning mengisyaratkan dengan matanya untuk melihat Lino. Mark pun menoleh ke arah pria itu.

"Ada apa?" tanya Mark bingung.

Lino menghela napas. "Aku pamit," ucapnya.

"Dengan Dahyun? Kalian saling kenal?" tanya Mark.

"Hm, dia dokter di rumah sakit ini sama sepertiku," sahut Lino sedikit sarkas.

"Ani, bukan itu maksudku. Di luar pekerjaan kalian sebagai dokter," ucap Mark.

"Dia sunbae saat aku masih menjadi resident," sahut Dahyun tiba-tiba. Padahal semalam sudah kuberitahu kan hmm.

Lino baru saja ingin menjawab, namun ia urungkan. Padahal aku ingin bilang jika kau sudah di jodohkan olehku. Kurasa, kau benar-benar menyukai Mark. Batinnya sembari menatap Dahyun dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Aah jadi kalian sudah mengenal cukup lama? Bagus, setidaknya aku memiliki kalian di negara ini," sahut Mark tersenyum.

"Baiklah, kami permisi," ucap Lino.

Lino dan Dahyun menundukkan kepalanya sebentar lalu melangkahkan kakinya keluar ruangan Mark.

Tiba-tiba Dahyun menghentikan langkahnya setelah cukup jauh dari ruangan Mark. Otomatis Lino ikut berhenti.

"Ada apa, Hyun-a?" tanya Lino sembari menyerengitkan dahinya.

Memindai wajah Lino. "Kau tidak bermaksud memberitahu Mark 'kan oppa? Kalau kita telah dijodohkan?" tanyanya lalu menatap lekat kedua mata Lino.

Tentu saja hal itu membuat Lino diam mematung, karena wajah Dahyun sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan Lino sampai menelan salivanya untuk menutupi kegugupannya sekarang.

"A-ani. Untuk apa? Aku tahu, kau menyukai Mark, benar 'kan?" sahut Lino menggoda Dahyun di akhir kalimat.

Aigoo, kenapa jantungku berdegup sangat cepat. Ini tidak bisa di biarkan! Aku takut akan semakin besar rasa sukaku padanya. Batin Lino.

Mengangguk malu-malu, namun detik berikutnya Dahyun malah berjingkrak riang. "Kau memang oppaku! Bantu aku ya oppa?" ucapnya sembari merangkul lengan Lino. Beruntung lobi sedang sepi.

"Hm," sahut Lino melanjutkan langkahnya dan otomatis Dahyun mengikutinya karena tangannya diapit oleh lengannya.

"Oppa! Hm apa? Iya atau tidak?" tanya Dahyun sembari mengikuti langkah Lino.

Beruntung koridor di lantai VIP sepi, hanya staff rumah sakit dan dokter dengan jabatan tinggi yang bisa memasuki wilayah itu. Termasuk Lino, ia adalah kepala divisi ahli bedah. Diusianya yang masih sangat muda, ia sudah di percaya atas rekomendasi dari president rumah sakit di Seoul.

-o-

Di ruang Calendula.

"Kau mengenal kedua dokter itu, Mark?" tanya Ningning sambil meletakkan tasnya di atas meja.

Mark mengangguk. "Hm, aku mengenal Lino sejak sekolah menengah atas. Dia partner dance saat itu," sahutnya.

"Kalau dokter wanita itu?" tanya Ningning penasaran.

"Hm, dia dokter yang merawatku dan teman mengobrol saat kau tidak ada," sahut Mark sembari memberikan lirikan pada Ningning yang terkesan menyindir.

"Ya! Aku 'kan ke Seoul karena permintaan eomma untuk mengurus berkas di perusahaan mendiang appa," sahut Ningning.

Mengangguk lemah. "Aku tahu, seharusnya itu menjadi urusanku. Mianhae sudah merepotkanmu Ningning-a," ucapnya.

"Aniyo. Kau 'kan kakakku, walaupun aku hanya saudara angkatmu tapi aku sangat menyayangimu Mark," ucap Ningning menundukkan kepalanya.

Bahkan aku menyukaimu lebih dari seorang saudara, hingga aku menyerah dengan perasaanku saat mengetahui kalau kau sangat mencintai sahabatmu sendiri. Batin Ningning.

Ningning memang pernah mencintai Mark, sebelum ia mengetahui jika Mark jatuh cinta pada Karina. Apalagi setelah mengetahui fakta bahwa Mark rela mengorbankan nyawanya demi wanita itu. Bagaimana bisa Ningning masuk ke dalam hati Mark yang sudah terkunci kuat itu.

"Arraseo, arraseo. Aku juga menyayangimu, adik kecilku," sahut Mark sembari mengacak rambut Ningning.

"Aish! Rambutku jadi berantakan! Aku sudah besar tahu, bukan anak kecil lagi yang diam saja saat kau mengacak rambutku dulu," sahut Ningning dan mengerucutkan bibirnya.

Mark tertawa terbahak-bahak saat melihat Ningning menggerutu. "Aigoo. Maafkan oppa ne?" ucap Mark.

"Oppa? Aku tidak mau memanggilmu seperti itu," sahut Ningning merajuk.

"Aish! Aku ini oppamu tahu! Walaupun kita hanya berbeda satu tahun, kau tetap adikku," ucap Mark.

"Tidak mau!" seru Ningning dan menjulurkan lidahnya pada Mark, lalu berlari menjauh dari lelaki itu.

"Ya! Ningning! Kemari kau!" Mark gemas dengan tingkah Ningning yang masih terlihat seperti adik kecil bagi Mark.

Terjadilah saling kejar diruangan yang cukup besar. Walaupun Mark masih harus sangat berhati-hati dengan lukanya pasca operasi. Tetap tidak mengurungkan niatnya untuk menjahili Ningning.

Mark dan Ningning sedang duduk di sofa sembari meluruskan kakinya karena kelelahan berlarian. Rambut Ningning terlihat sangat berantakan akibat kejahilan Mark. Jangan lupakan raut wajah Ningning yang masih tertekuk dan raut wajah Mark yang terlihat sumringah karena berhasil menjahili adik angkatnya itu.

"Aku haus Mark!" seru Ningning.

"Minum Ning," sahut Mark santai.

Ningning melirik Mark dengan sinis lalu berdecih. "Ambilkan maksudku," ucapnya lalu berdiri untuk mengambil air mineral di kulkas yang tersedia di ruangan Mark.

"Ck, kau yang seharusnya mengambilkan air mineral untuk oppamu ini," ucap Mark.

"Ini, tidak perlu kau ingatkan, aku tahu." Ningning memberikan air mineral kemasan pada Mark dan duduk kembali di sofa.

"Mark, kau akan datang ke acara tunangan dia? Minggu besok," tanya Ningning setelah meneguk air mineralnya hingga habis.

"Naneun mollayo! Aku ingin datang tapi aku tidak siap," sahut Mark.

"Menurutku, kau tidak perlu datang. Pulihkan dulu hatimu, lalu kembali ke Seoul untuk mengurus perusahaan," ucap Ningning sembari menatap Mark yang menyamping.

"Hm, akan aku pikirkan lagi. Ah apa kau bertemu dengannya saat ke Seoul?"

Ningning mengangguk. "Ye, aku bertemu dengannya sedang bersama Jeno. Dia terus-menerus menanyakanmu, bahkan sampai menangis."

Mark menoleh ke arah Ningning. "Jinjjayo? Kenapa dia menangis?" tanyanya sedikit panik.

Astaga Mark! Mendengar dia menangis kau langsung panik? Kau mengkhawatirkan dia? Kau sungguh sangat mencintainya. Batin Ningning.

"Jawab aku!" seru Mark.

"Dia menangis karena kau tidak pamit padanya saat itu. Kau juga tidak memberinya kabar. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Jeno juga," sahut Ningning.

"Lalu kau jawab apa?" tanya Mark penasaran.

"Aku jawab bahwa aku tidak tahu keadaanmu bagaimana dan kau di mana. Jika dia tahu, aku sering mengunjungimu ke Kanada. Bisa aku pastikan, dia akan menyusulmu ke sini dan kau akan semakin terluka lebih lama lagi karena perasaanmu itu," sahut Ningning.

Mark menundukkan kepalanya. "Kau benar. Aku sangat merindukannya. Rasanya di sini sangat sakit saat kau merindukan seseorang yang seharusnya tidak kau rindukan seperti rindu pada orang yang kau cintai," ucapnya sembari memegang dadanya.

Aku mengerti Mark, aku merasakan apa yang kau rasakan. Aku pun sama seperti dirimu, aku mencintai seseorang yang tidak seharusnya aku cintai layaknya seorang pria. Batin Ningning.

Ningning menggenggam tangan Mark, mencoba menyalurkan kekuatan agar Mark mampu menghadapinya. Mark sedang berusaha untuk merelakan cinta pertamanya.

Tiba-tiba Ningning teringat akan sesuatu. "Mark, move on itu akan mudah saat ada cinta baru yang datang 'kan? Bagaimana kalau kau dekati saja dokter Kim. Sepertinya dia single. Dokter 'kan selalu sibuk, pasti sulit untuk menjalin suatu hubungan."

Takk!

Mark memukul kepala Ningning pelan.

"Aish! Kenapa memukul kepalaku? Perkataanku benar 'kan?"

"Tidak semudah itu Ningning-a! Perasaanku bukan sesuatu yang bisa berpindah hati dengan cepat. Aku tipe namja setia, jadi akan lama untuk move on," sahut Mark.

Ningning berdecih. "Kau sangat percaya diri Tuan Lee," ejeknya.

-o-

Jangan menatapku dengan mata sedih, karena aku bisa melihat seluruh hatimu yang sakit. Itu membuatku juga merasakannya.

-Ningning.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status