Share

BAB VII

Apakah sekarang saatnya, diriku harus merelekannya? Merelakan dia bahagia dengan orang lain. Kurasa, itu sulit tapi akan kucoba.

—Mark Lee.

-o-

Esok adalah hari di mana Karina dan Jeno bertunangan. Mark juga sudah pulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu. Saat ini, ia sedang di Apartment miliknya seorang diri.

"Apa yang harus kulakukan?" gumam Mark sembari melanjutkan meneguk segelas whiskey yang ada di tangannya.

Mark sedang berusaha menghilangkan kegelisahan hatinya. Ia butuh sesuatu agar bisa melupakan seseorang yang selalu memenuhi pikirannya, walaupun sejenak dan alkohol adalah solusi menurutnya. Padahal, dokter sudah menyarankan untuk tidak mengkonsumsi minuman tersebut selama masa pemulihan. Tetapi, Mark membutuhkannya saat ini.

"Rasanya sangat sakit... sangat sesak... ingin melepaskan rasa sakit ini tapi bagaimana caranya? Aku tidak tahu," ucap Mark meracau sembari meletakkan satu tangannya di dada dan mencengkram bajunya, seakan menyalurkan rasa sakitnya. Ia menangis dalam diam.

Mungkin beberapa laki-laki lain pun akan melakukan hal yang sama, yaitu menangis saat harus melepaskan cinta pertamanya. Walaupun Mark tidak menangis terisak atau pun histeris, tapi siapapun yang melihatnya akan bisa merasakan betapa sakit hatinya dan rapuhnya seorang Mark Lee.

Tiba-tiba suara pintu Apartment terbuka, menampilkan dua wanita yang terlihat sangat panik sekaligus khawatir. Mereka adalah Ningning dan Dahyun.

Ningning menghubungi Dahyun untuk membantunya menenangkan Mark. Karena Ningning tahu jika Mark sedang tidak baik dalam fisik maupun hatinya. Ningning takut, Mark berbuat yang tidak diinginkan.

"Mark! Kau di mana?" teriak Ningning mencari keberadaan Mark, diikuti oleh Dahyun di belakangnya yang mengedarkan pandangan di setiap sudut ruangan untuk mencari Mark.

Ningning menghampiri Dahyun. "Dahyun-ssi, tolong kau cari Mark di balkon kamar atas dan sekitarnya. Aku akan mencarinya di sekitar sini," pintanya.

Dahyun mengangguk dan melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Ia sampai di depan pintu kamar utama, lalu mengetuknya tiga kali. Karena tidak ada jawaban, Dahyun memberanikan diri membuka pintu kamarnya dengan sangat hati-hati.

Apakah ini kamar Mark? Kurasa iya. Batin Dahyun.

Dahyun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar setelah pintu terbuka cukup lebar. Tapi ia tidak menemukan siapapun di kamar itu. Lalu, ia melanjutkan langkahnya lebih dalam dan menghampiri connecting door yang memisahkan kamar dengan balkon. Ia melihat sekitar dan membuka pintu tersebut.

Di mana Mark jika ini memang kamarnya... Batin Dahyun sembari mengedarkan pandangannya di daerah balkon.

Aaah itu dia...

Dahyun menemukan sosok Mark sedang duduk di salah satu kursi yang ada di balkon dengan pandangan kosong menatap gedung-gedung di depannya. Dahyun ingin berteriak memanggil Ningning karena sudah menemukan keberadaan Mark, tapi ia urungkan. Karena, Dahyun melihat Mark seperti tidak ingin ada yang mengganggunya. Akhirnya Dahyun memutuskan untuk menghampiri Mark diam-diam dan duduk di kursi tepat sebelahnya.

Apa yang sedang dia pikirkan sampai tidak menyadari keberadaanku. Batin Dahyun.

Dahyun melihat meja di sebelah Mark dan menemukan beberapa botol whiskey yang sudah kosong setengahnya.

"Ya! Mark Lee! Sudah kubilang jangan minum minuman berakohol! Kau masih dalam pemulihan! Aigoo!" teriak Dahyun refleks karena kaget ternyata Mark sedang minum-minuman alkohol yang sudah ia larang sebelumnya.

Mark menoleh ke arah Dahyun dengan tatapan yang membuat Dahyun mematung sesaat.

Kenapa tatapannya seperti itu, apa yang kau rasakan sesakit itu Mark? Batin Dahyun menatap Mark sendu.

"Dahyun-a," ucap Mark lirih. Ia masih dalam kesadarannya walapun tidak dalam kesadaran penuh.

"Waeyo Mark?" Dahyun berdiri dan menghampiri Mark. "Kau kenapa? Mau bercerita denganku?" Mark tidak menjawab. "Baiklah, aku tidak akan memaksa," lanjut Dahyun.

Mark meraih tangan Dahyun untuk lebih mendekat. Dahyun pun menurut dan berdiri tepat di hadapan Mark yang masih terduduk. Mark merengkuh pinggang Dahyun dan memeluknya --menenggelamkan kepalanya.

Dahyun sempat terkejut, tapi ia cukup memahami tindakan Mark. Tanpa sadar ia mengusap rambut hitam pekat milik Mark dan berkata, "gwenchana Mark, semua akan baik-baik saja. Menangislah jika kau tidak kuat. Cerita dan berbagilah denganku kalau kau ingin. Aku di sini siap menjadi pendengar yang baik untukmu."

Mark tidak menjawab pertanyaan Dahyun, ia hanya menggelengkan kepalanya pelan dan memeluk pinggang Dahyun lebih erat. Ia merasakan kenyamanan saat ini. Dan Dahyun hanya melihat Mark dengan tatapan iba, namun ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh Mark.

Aku tidak tahu seberapa banyak rasa sakitmu Mark, tapi aku bisa merasakan betapa kau sangat mencintainya. Kurasa akan butuh waktu lama untukku masuk ke dalam hatimu, tapi aku akan tetap menunggu. Batin Dahyun.

Tanpa Mark dan Dahyun sadari, Ningning melihat mereka berdua dari ambang connecting door. Ningning merasa, apa yang ia lakukan saat ini adalah yang terbaik untuk Mark. Karena Ningning yakin, jika Mark bisa bertemu dengan cinta yang baru, ia akan melepaskan cinta pertamanya. Ningning memang sengaja menghubungi Dahyun dan mengajaknya ke Apartment Mark.

Aku berharap kau cepat menemukan cinta yang baru dan membuka hatimu Mark, dengan hadirnya Dahyun di dekatmu. Batin Ningning.

Ningning memutar tubuhnya dan melangkahkan kakinya keluar kamar Mark dengan langkah penuh harapan agar mereka menjadi dekat, sekaligus memberikan kenyamanan untuk keduanya.

Waktu sudah menunjukkan larut malam, Mark masih setia memeluk pinggang Dahyun tanpa niat melepaskannya. Tapi, Dahyun sudah merasa kelelahan karena terus berdiri. Akhirnya ia mencoba berbicara dengan Mark.

"Mark. Kurasa, aku lelah berdiri terus. Bolehkah aku duduk di sampingmu saja?" tanya Dahyun.

Mark meregangkan pelukannya perlahan dengan tangan masih di pinggang Dahyun. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat wanita itu, lalu berkata, "Kau lelah?"

"Sangat. Bisa kau lepas pelukanmu itu?" ucap Dahyun sembari melirik tangan Mark yang masih ada di pinggangya.

"Biarkan seperti ini beberapa menit lagi, hm?" ucap Mark terdengar seperti meminta izin pada Dahyun.

Dahyun menghela napasnya kasar, lalu ia mengangguk tanda ia setuju dengan permintaan Mark.

"Lima menit, tidak lebih," sahut Dahyun.

Mark langsung memeluk Dahyun lagi dengan cepat dan mengeratkan pelukannya.

Aku sangat nyaman seperti ini...

Setelah lima menit, Mark melepaskan pelukannya pada Dahyun dan menuntun tangan Dahyun agar duduk tepat di sebelahnya.

"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau minum whiskey? Sebelumnya sudah ku beritahu 'kan. Kau tidak boleh mengkonsumsi minuman berakohol," ucap Dahyun sembari mengerucutkan bibirnya dan terus mengoceh.

Mark meneguk sisa terakhir whikey yang ada di gelas dan hanya menatap Dahyun tanpa mendengarkan perkataannya. Mark menatap matanya mengisyaratkan kerinduan yang amat sangat dalam. Mungkin karena pengaruh alkohol, Mark mulai melihat Dahyun seperti Karina. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Dahyun.

"Aku mencintaimu," ucap Mark, sontak membuat Dahyun diam menghentikan ocehannya.

Mark menatap tepat di manik cokelat milik Dahyun dan semakin mendekatkan wajahnya. Dahyun terkunci oleh tatapan Mark. Dahyun ingin menghindar tapi tubuh dan pikirannya tidak sejalan.

Akhirnya Dahyun memejamkan matanya, dan tiba-tiba merasakan bibir Mark menempel pada bibirnya. Tubuh Dahyun menegang dan pikirannya sudah tidak bisa berpikir dengan baik. Apalagi setelah Mark menciumnya dengan sangat lembut, terkesan ciuman tersebut penuh cinta.

Namun, Dahyun tahu, yang ada di pikiran Mark saat ini bukan dirinya tapi wanita lain. Dan pikiran itu membuat Dahyun menitikkan air matanya. Begitu juga dengan Mark, ia tahu jika wanita di hadapannya yang ia kira cinta pertamanya, tidak akan bisa menjadi miliknya. Mereka berciuman dengan diiringi air mata seakan menyalurkan rasa sakit yang mereka rasakan.

Beberapa menit kemudian, Dahyun melepaskan tautan pada bibir Mark lebih dulu. Ia sudah tidak sanggup untuk melanjutkannya. Mark menatap manik cokelat milik Dahyun dengan tatapan penuh penyesalan karena menyadari wanita di hadapannya adalah Dahyun bukan Karina.

"Mianhae," ucap Mark sembari mengusap air mata yang tersisa di ujung mata Dahyun.

"Bisakah mulai saat ini kau hanya memikirkanku saja? Bolehkah aku egois untuk yang satu ini?" tanya Dahyun dengan kepala menunduk.

Mark menangkup dagu Dahyun dan mengarahkannya agar melihat matanya. "Maafkan aku. Tapi aku akan mencobanya, tolong bantu aku," sahutnya.

Mark dan Dahyun memang semakin dekat setelah pertemuan pertama mereka di rumah sakit. Mark sangat mengetahui jika Dahyun menyukai dirinya hanya dari cara wanita itu menatapnya. Tapi Mark masih belum bisa terbuka mengenai Karina dan itu membuat Dahyun harus lebih bersabar menghadapi Mark.

"Aku akan membantumu, Mark," ucap Dahyun pada akhirnya.

Mark menarik Dahyun ke dalam pelukannya dan mereka berpelukan di temani angin malam yang berhembus cukup kencang.

-o-

Saat aroma tubuhmu menghampiriku dan mengatakan kepadaku bahwa ia mencintaiku. Aku menjadi kepingan-kepingan seolah aku adalah sinar mentari.

—Kim Dahyun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status