Share

Sekertaris Pribadi.

Om Hendra mengangguk. Sementara Almaira masih tertegun mendengarnya. 

"Ada apa Almaira? Apakah kamu tidak menyukainya jika Om meminta Alam untuk menjadikan kamu sebagai sekertaris pribadi Alam?" tanya Om Hendra pada Almaira. 

Almaira yang tadinya masih melongo pun gelagapan. "Tidak Om Hendra. Sepertinya aku tidak cocok untuk menjadi sekertaris pribadi Alam, Om," tolak Almaira secara halus. 

"Kenapa kamu tidak mau Almaira? Banyak orang yang ingin mendapatkan jabatan seperti itu. Kenapa kamu menolaknya Almaira?" tanya Om Hendra pada Almaira. 

Almaira terdiam sejenak dan berfikir. Namun Alam yang menjawab pertanyaan dari Om Hendra.

"Jelas saja Almaira tidak mau Pa. Almaira tidak ingin terikat dengan jabatan itu. Apalagi melayaniku sebagai sekertaris pribadi. Almaira lebih suka bebas dan tak terikat," sahut Alam yang seakan-akan mengerti jalan pikiran Almaira. 

"Nggak kok Om! Itu semua bohong!" elak Almaira cepat.

"Terus apalagi yang kamu ragukan Almaira?" tanya Om Hendra. 

Almaira sedikit terdiam sambil berfikir. "Jika aku menjadi sekertaris pribadi Alam, pasti Alam akan menyuruhku untuk mencatat semua jadwal Alam bersama dengan Yunita. Apalagi selama ini Alam suka menyuruhku untuk mengantarkan barang ke tempat Yunita, dan Alam juga menyuruhku untuk mengatur semua jadwalnya yang berhubungan dengan Yunita. Jika aku menolak jabatan ini, aku akan tetap menjadi pelayan di cafe milik Alam selamanya. Sedangkan aku membutuhkan biaya untuk membantu ibu, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan juga sekolah adikku. Walaupun sebenarnya gaji menjadi pelayan cafe juga lumayan dan bisa membantu ibu. Tapi untuk menjadi sekertaris adalah impianku sejak dulu." batin Almaira. "Ah! masa bodoh dengan Yunita! yang penting aku bisa naik jabatan dan juga gajiku pasti naik pula," tambahnya menepis nya mengenai Yunita. 

"Bagaimana Almaira? apakah kamu masih berfikir?" tanya Om Hendra lagi pada Almaira.

Almaira menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. 

"Iya deh Om, Almaira terima tawaran itu."

"Nah, gitu dong Almaira ... Jadi Om tidak perlu sudah payah cari orang untuk mengawasi Alam. Sekarang om lega, sebab sudah ada kamu yang bakalan membantu Alam untuk mengatur waktunya yang tidak tidak berarturan. Karena setiap kali Om menyuruhnya datang ke cafe atau nyuruh Alam bertemu dengan Klien Om. Pasti dia jawabannya lupa. Om sampai bingung harus bagaimana lagi?"

"Iya Om," jawab Almaira sambil tersenyum.

 "Baiklah ... ayo sekarang kalian berdua ikut denganku untuk melihat proses pembangunan cafe yang baru," ajak Om Hendra.

Almaira dan Alam mengikuti Om Hendra dari belakang.

"Hendra, Papa ingin kamu yang memilih konsep cafe kita ini Alam. Karena nanti kamu juga yang akan memegang kendali cafe kita ini," kata Om Hendra berbicara pada Alam.

"Baik, Pa," Alam berjalan disamping papanya.

Om Hendra kemudian mengajak Alam dan Almaira untuk melihat-lihat area pembangunan cafe.  

"Oh iy, Pa! Kenapa Papa menginginkan aku kembali memegang cabang cafe ini lagi, Pa? Bukankah ada Bayu yang juga harus Papa berikan tanggung jawab juga untuk memegang cafe ini, Pa?" tanya Alam mengenai adik tirinya itu. 

"Papa masih belum bisa memberikan kepercayaan itu pada Bayu. Bayu masih terlalu muda dan dia lebih suka bersenang-senang dengan teman-temannya. Apalagi ia harus memegang tanggung jawab sebesar ini?" 

"Itu karena Papa dan Mama Ratih terlalu memanjakan Bayu. Sehingga Bayu belum bisa hidup mandiri. Apalagi Mama Ratih selalu memberikan apa yang Bayu inginkan. Dan Aku bukannya menolak semua itu, Pa. Tapi aku tidak ingin mama Ratih beranggapan kalau Papa hanya lebih menyayangiku. Aku juga tidak ingin Mama Ratih beranggapan kalau harta warisan Papa akan sepenuhnya jatuh ke tanganku, Pa," ujar Alam.

Om Hendra kemudian menepuk punggung Alam. 

"Kamu jangan khawatir Alam. Papa sudah menuliskan sebuah wasiat pada pengacara Papa. Di dalam surat wasiat tersebut bukan hanya kamu dan Bayu saja yang mendapatkan warisan dari Papa. Untuk itu Papa juga telah mencantumkan salah satu nama yang belum kamu ketahui Alam. Dan nantinya kamu pasti akan mengetahuinya. Sebenarnya cafe ini berdiri bukan dari ide papa sendiri. Dan masih ada campur tangan orang lain," jelas Om Hendra pada Alam.

"Apa maksudnya, Pa?" tanya Alam yang masih belum mengerti dengan apa yang Om Hendra katakan.

"Untuk saat ini kamu jangan bertanya dulu Alam. Sebab Papa tidak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan kita. Dan papa tidak ingin kalau hal ini diketahui oleh Mama Ratih. Papa tidak ingin memancing emosi mama tiri kamu."

"Papa terlalu takut dengan Mama Ratih. Oleh karena itu Papa bisa dikendalikan oleh wanita itu," sergah Alam.

"Terserah apa katamu, Alam. Jika kamu berada diposisi Papa, kamu pasti akan mengerti keadaan Papa yang sebenarnya."

"Papa selalu bilang seperti itu!" bentak Alam pada papanya.

"Papa selama ini tidak mau menjelaskan semuanya padaku. Sudahlah, Pa! Sepertinya aku harus segera kembali ke cafe. Untuk mengenai konsepnya, nanti saja aku pilihkan untuk Papa, setelah pembangunan cafe ini selesai. Aku permisi dulu Pa," kata Alam yang kemudian langsung menarik tangan Almaira yang sedari terdiam disampingnya lalu pergi begitu saja.

Alam selalu kesal dengan sikap papanya. Karena papanya selalu menyembunyikan semuanya dari Alam. Papanya tidak oenahberterus terang pada Alam.

Sementara Almaira hanya terdiam dan mengikutinya Alam yang telah menarik tangannya.

Alam mengajak Almaira untuk masuk kedalam mobil. 

Sementara Om Hendra masih berada ditempat itu. Dalam pikiran Om Hendra, ia ingin menceritakan segalanya pada Alam. Tapi Om Hendra masih belum bisa menceritakan semuanya itu mengenai kejadian yang sesungguhnya. Bahkan sampai sekarang Alam masih sedikit membenci ayahnya setelah perceraian papanya dengan mama kandungnya.

               ***

"Alam ... seharusnya kamu tidak berbicara seperti itu pada Om Hendra. Apa kamu tidak kasihan dengan Om Hendra? Kenapa kamu tidak mencoba mencari tahu dimana letak kesalahan yang sebenarnya, Alam? Agar kamu tidak terus-menerus menyalahkan papa kamu. Kasihan Om Hendra, Alam. Dia begitu menyayangmu, tapi kamu tidak bisa mengerti perasaan papa kamu, Alam." 

"Chiiit ...!!"

Alam langsung menghentikan laju mobilnya dan mengerim secara mendadak.

Alam menatap gadis yang duduk disampingnya dengan sangat dekat sekali. Alam terlihat begitu sangat marah sehingga membuat Almaira langsung terdiam dan tidak bisa melanjutkan pembicaraannya. 

Almaira hanya bisa membenarkan kacamatanya yang sedikit belotot ke hidungnya.

"Aku tidak ingin mendengar pembelanmu terhadap papaku, Almaira! Kamu tidak tahu sebenarnya papaku itu seperti apa? Kamu hanya tahu mengenai kebaikan papaku saja. Karena papa sering kali membantumu dan juga keluargamu. Kamu belum tahu siapa papaku, Almaira? Jika kamu mengetahui sifat asli papaku, kamu pasti akan membencinya! Kumohon padamu, jangan pernah menyuruhku untuk mencaritahu kebenaran yang sebenarnya pada diri papa. Karena aku sangat membenci papa dan juga istri serta anaknya itu! Mereka berdua ingin selalu mengendalikan papa. Dan juga diriku, Almaira!" kata Alam kesal.

Almaira hanya bisa terdiam, karena ia tidak pernah melihat Alam semarah ini. Bahkan tatapan mata Alam kali ini lebih menakutkan, daripada binatang buas yang satiap saat siap memangsa dirinya.

Walaupun sudah lama Almaira bersahabat dengan Alam, setiap kali Alam marah bukan hanya dirinya yang akan dapat amarah dari alam. Bahkan semua karyawan di cafe akan mendapatkan amarah darinya. 

"Maafkan aku Alam. Aku tidak akan mencampuri urusanmu dan juga keluargamu lagi. Tapi kumohon menjauhlah dari hadapanku, sebelum aku larut dalam tatapan buasmu itu. Aku tidak ingin kamu menerkamku, seperti layaknya aku mangsa bebuyutanmu, yang akan kamu mangsa hidup-hidup," kata Almaira yang mendorong sedikit tubuh Alam supaya bisa menjauh dari hadapannya. 

"Maafkan aku," ucap Alam pada Almaira singkat.

Alam tahu bahwa Almaira memang ketakutan.

Pada akhirnya Almaira bisa bernafas dengan lega. Saat Alam sudah bisa mengontrol emosinya.

Almaira merasakan gejolak yang aneh di dadanya yang tidak bisa ia kendalikan. Rasa takut dan juga rasa was-was memenuhi perasaan. 

"Aku juga minta maaf padamu. Tapi, kumohon jangan kamu tatap aku seperti itu lagi." 

"Memangnya kenapa?" tanya Alam sambil perlahan menyunggingkan senyuman di bibirnya.

Almaira masih terdiam dan mencoba mengatur detak jantungnya. 

"Kamu sangat mengerikan bagiku!" jawab Almaira sinis dan mencoba mengalihkan perasaannya.

"Tapi kamu suka, 'kan?" goda Alam.

"Hentikan ucapanmu itu! Aku tidak pernah suka padamu sedikit pun," elak Almaira dengan nada langsung meninggi. 

Almaira mencoba untuk menutupi perasaannya.

"Untunglah kalau kamu tidak menyukaiku, jika kamu menyukaiku, kemungkinan besar kamu akan kalah saingan dengan Yunita. Yunita itu lebih cantik dari pada kamu," ejek Alam.

"Terserah apa yang kamu bilang padaku! Tapi yang pasti aku tidak menyukaimu, dan aku tidak ingin tahu mengenai hubungan konyolmu dengan wanita itu. Lebih baik kamu cepat nyalakan mobil kamu! Kita berangkat ke cafe. Karena aku malas harus berdebat denganmu setiap hari. Apalagi harus mendengarkan ocehanmu mengenai wanita menyebalkan itu," kata Almaira dengan nada kesal.

"Baiklah nona sekertaris," kata Alam.

Alam langsung menancap gas mobilnya. Alam mengendari mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Karena Alam sendiri tidak ingin mendengar ocehan konyol dari Almaira yang sama dengan mama tirinya. 

Mobil Alam mulai menembus jalanan yang padat dan merayap.

Bersambung ....

          

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status