Share

Like Diamond

Happy reading....

Seorang gadis memakai seragam putih abu-abu, menangis tersedu-sedu di pinggir jalan yang tak jauh dari sebuah kafe, kaki kecilnya berlari menyamai langkah pria di depannya yang memakai seragam seperti dirinya.

"Sayang, dengarkan aku, ku mohon." pinta si gadis di sela-sela tangisnya, berusaha menggapai tangan pria itu.

"Lepaskan, kita sudah selesai." balas si pria menepis tangannya kasar, tanpa menoleh sama sekali padanya.

"Tapi aku hamil, dan ini anak kita!" seru si gadis dengan kencang, tanpa memperdulikan tatapan jijik dari semua mata yang melihat ke arahnya.

"Gugurkan saja, aku belum siap jadi ayah." si pria berujar enteng, sesaat setelah menghentikan langkahnya.

"Tapi bayi ini tidak berdosa, dia buah cinta kita sayang." si gadis memelas, menolak keputusan pria itu.

"Bayi itu hanya kesalahan, aku tidak ingin masa depanku hancur." terang si pria santai, tanpa memikirkan perasaan si gadis sama sekali.

"Apa katamu? Masa depan hancur? Lalu bagaimana denganku?" tanya si gadis menatap tak percaya pria yang dicintainya, air mata semakin deras mengalir di pipinya.

"Gugurkan saja bayi itu, aku tidak menginginkannya." celutuk si pria tanpa dosa.

PLAKK......

Suara tampan keras menyapa pendengaran seisi kafe, wajah si menoleh kesamping.

"APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN!" teriak si pria, merasa harga dirinya hilang di hadapan semua orang.

"KAU SUDAH MENGHANCURKAN HIDUPKU." teriak si gadis tak kalah nyaring, rasa malu lenyap seketika.

"BRENGSEK, MATI SAJA KAU. DASAR JALANG" amarah, malu semuanya memenuhi benak si pria, tanpa rasa kasihan dia mendorong tubuh gadis itu hingga terjerembab di aspal hitam.

"Ck, drama kehidupan yang sesungguhnya." gumam seorang wanita, menatap remeh sepasang kekasih itu.

Dia adalah Kesya, sedari tadi gadis itu sudah berada di kafe langganannya, niat awal ingin mengembalikan moodnya, pertikaian sepasang kekasih itu membuat moodnya semakin berantakan. Dengan heels hitam berukuran 15cm, dia melangkah menapaki marmer hitam yang menjadi dasar lantai kafe, beranjak dari tempat duduknya.

"Oi." panggil seorang gadis yang tak lain adalah Kesya pada si gadis yang masih menangisi kepergian kekasihnya. Rasa kemanusiaan membuat dirinya iba mendekati gadis rapuh itu.

Si gadis menghentikan tangisnya, dengan perlahan dia membawa matanya menelusuri pemilik suara dari ujung kaki sampai ujung kepala, kebingungan terlihat jelas di wajahnya yang masih basah air mata.

"Berdiri." perintah Kesya, mengulurkan tangannya.

Si gadis menyambut uluran tangan itu ragu.

"Terimakasih." balas si gadis saat berhasil berdiri di hadapannya.

"Bayar." pinta Kesya.

Kerutan kembali di wajah si gadis. "Apa maksudmu."

"Tidak ada yang gratis di dunia ini, itu maksudku."

"Aku tidak punya uang."

"Aku tidak butuh uang mu."

"Lalu apa yang kau inginkan." tanya si gadis menahan kekesalannya.

Hening.

"Besarkan bayi itu, dia bukan hasil dari kesalahan tetapi hasil dari cinta, itu yang ku inginkan." ujar Kesya tiba-tiba setelah berhasil dari diamnya.

Gadis itu terperangah, bola matanya kembali berkaca-kaca, dia menutup mulutnya dengan telapak tangan, rasa haru menyelimuti dirinya.

"Apa aku tidak menjijikkan bagimu." tanya si gadis, menatap heran lawan bicaranya.

Kesya tersenyum miring.

"Bahkan pelacur sekalipun, tidak layak dipandang seperti kotoran."

"Kenapa? Kami ini sudah tidak punya harga diri, sampah bahkan jauh lebih baik dari kami." lirih si gadis, merasa dirinya tak jauh beda dari seorang pelacur.

"Kau tidak sampah tapi berlian, jangan rendahkan dirimu." balas Kesya menatap lawan bicaranya.

Tawa menyayat hati terdengar dari si gadis.

"Kau bercanda nona, bagaimana mungkin seorang sampah sepertiku bisa jadi berlian." lirih si gadis

"Lihat ke sana." perintah Kesya mengarahkan telunjuknya tepat pada dua tong sampah yang tak jauh dari mereka.

Si gadis mengikuti arah telunjuk gadis itu, mendapati tong sampah yang bertuliskan organik dan non organik, pertanyaan mengisi benaknya.

Apa dia wanita gila? batin si gadis.

"Kau bisa memilih di antara dua tong sampah itu. Jika kau memilih tong pertama berisi sampah organik, maka kau akan menjadi nyawa bagi makhluk lain, jika kau memilih tong kedua berisi sampah non organik maka kau akan menjadi sesuatu yang berharga." jelas Kesya, menjawab kebingungan si gadis.

"Apa sebenarnya maksudmu?" tanya si gadis, menyuarakan kebingungan yang masih bersarang di hatinya

"Maksud ku adalah sampah juga bernilai, walau kotor, busuk, dan menjijikkan tapi dibutuhkan oleh makhluk lain. Sama halnya dengan mu, kau juga bisa memberikan kehidupan bagi orang lain." Kesya menambahkan.

deg!

Benar, aku juga ingin memberikan kehidupan untuk bayi ku. si gadis membatin.

"Tapi... kekasih ku tidak menginginkan bayi ini." ujar si gadis lirih, sembari mengelus perutnya yang masih rata.

Kesya menyembunyikan rasa iba di wajah datarnya.

"Ada banyak anak di dunia ini yang hidup tanpa ayah, tetapi tidak banyak anak di dunia ini yang hidup tanpa ibu." ucap Kesya lantang, mengusir rasa gelisah di wajah gadis itu.

"Kenapa kau menolong ku?" tanya si gadis.

"Karena aku manusia." balas Kesya cepat.

"Aku juga manusia, mereka juga manusia, kita semua adalah manusia." ujar si gadis bertubi- tubi merasa tidak puas dengan jawaban lawan bicaranya.

Jawaban apa itu. batin si gadis

"Benar, kita semua memang manusia, dan aku hanya ingin menjadi manusia yang berbeda dari manusia lain. Aku tidak ingin orang lain merasakan sakitnya tangan tak bersambut seperti yang pernah ku rasakan." jelas Kesya, tersenyum tulus.

Cukup aku yang merasakan sakitnya. Kesya membatin

"Kau luar biasa."

Kesya menatap datar.

"Ibuku yang luar biasa."

Mendengar kata ibu wajah si gadis kembali meredup.

"Ada apa?" tanya Kesya, mengamati perubahan wajah kawan bicaranya

"Apa aku layak melahirkan bayi suci dari tubuh ku yang kotor ini? Apa aku layak disebut ibu nantinya?" ujar si gadis lirih, sungai kecil kembali berjatuhan di pipinya.

Kesya melepas nafas pelan.

"Sebelum kau berbuat kenapa kau tidak berpikir sejauh ini?" kesal Kesya, geram dengan pertanyaan gadis itu. Dia sudah capek membuat perumpamaan, bukannya mengerti malah kembali ke topik semula.

Dasar gadis bodoh. batin Kesya

"Aku mencintainya." balas si gadis singkat.

"Cinta tidak sebodoh itu, jangan menghina cinta." tukas Kesya.

"Aku tidak tahu jika akhirnya akan begini." ucap si gadis, merutuki kebodohannya.

Kesya menggeleng kepala kecil, rasa iba yang tadi hilang seketika, kejengkelan mulai memenuhi benaknya.

"Oi, kau ingin balas dendam?" ujar Kesya tiba-tiba yang membuat gadis itu mendongak ke arahnya.

"Bagaimana caranya?" tanya si gadis antusias.

"Pergi jauh, tinggalkan pria itu." ujar Kesya dingin.

Si gadis menatap ragu, mendengar pendapat dari wanita cantik di hadapannya.

"Apa itu akan berhasil?" cicit si gadis.

"Percaya padaku, seseorang akan menyadari arti kehadiran saat dia sudah kehilangan. Pergi dan hiduplah bahagia, biarkan rasa penyesalan menghukum dirinya. Tidak ada hukuman yang lebih menyakitkan selain itu." ujar Kesya tersenyum miring.

Hening.

"Kau benar, kau benar sekali." balas si gadis setelah terdiam beberapa saat lalu, binar bahagia mulai menyelimuti wajah pucatnya.

Aku akan hidup bahagia tanpa mu sialan, aku dan anakku. batin si gadis.

Kesya mengangkat sudut bibirnya mendapat balasan setuju dari gadis di hadapannya.

Dia membuka tas Chanelnya mengambil beberapa lembar uang dari dalam.

"Ini untukmu, pergi dan gapai kebahagiaanmu." Kesya mengambil sebelah tangan gadis itu, dan meletakkan uang di atas telapak tangannya.

Tanpa menunggu lama lagi, dia mulai beranjak dari tempatnya.

Si gadis terkesiap melihat begitu banyak lembaran uang di tangannya, dia mengerjapkan matanya berulang kali, hatinya menghitung jumlah lipatan uang itu. Tiba-tiba kegiatannya terganggu, dia mengalihkan tatapannya dari telapak tangan ketika sebuah suara yang sedari tadi menemaninya kembali terdengar.

"Ah, satu lagi...

semoga kita tidak bertemu kembali." celetuk Kesya tanpa menoleh gadis itu.

Dia kembali melanjutkan langkahnya sebelum mendengar suara teriakan dari balik punggungnya.

"Nona!" panggil si gadis, wajah nya sudah berseri bahagia.

Kesya membalikkan badan cepat, mengangkat sebelah alis, tangannya bersedekap sombong di depan dada.

"Ada apa?"

"Siapa nama nona?" tanya si gadis, dia belum berkenalan dengan wanita yang sudah menolongnya.

"Kesya, namaku.......

Kesya Christin Jeremi." ujar Kesya datar, melanjutkan langkahnya, meninggalkan gadis itu tanpa menunggu balasan darinya.

Aku sudah gila, kenapa aku memberitahu nama tengah ku, dasar bodoh kau Kesya. rutuk batin Kesya menyadari kebodohannya.

"Semoga kita bertemu lagi nona Kesya." gumam si gadis, menatap punggung kecil yang sudah menjauh.

Tanpa mereka sadari, seorang pria berdiri di balik tembok yang tak jauh dari mereka, dia sudah berdiri sejak pertikaian sepasang kekasih itu, telinganya mendengar semua pembicaraan mereka, bahkan otaknya merekam seluruh isi pembicaraan mereka.

"Kau memang berbeda Keysa, dan aku semakin tertarik dengan mu. Aku akan mendapatkan mu dengan cara apapun." gumam pria itu tajam yang tak lain adalah Sean.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status