Share

Sweet Moment

holla readers

I am right back....

happy reading

Sean menatap lekat wajah dihadapannya, tangan panjangnya tak letih mengusap lembut punggung wanita itu, perasaannya tergelitik melihat wajah sembabnya.

"Sean, jangan pergi." lirih Kesya dengan suara serak, rasa takut tak kunjung pergi darinya.

"Aku disini, jangan takut." Sean berujar sangat lembut, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, hatinya berubah tak karuan.

Kesya tak menimpali ucapannya, dia menggeser tubuhnya, menempelkannya di dada bidang pria itu, tangan kecilnya melingkar sempurna di pinggang lebarnya, seakan takut pria itu pergi darinya.

Jantung Sean berdegup kencang mendapat perlakuan tiba-tiba dari wanita itu, badannya membeku, dia menundukkan wajahnya menatap rumput hitam panjang yang kini sudah berada di pelukannya, tangannya berubah kaku.

Aku tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya, banyak wanita yang pernah mengisi hidupku, tapi hanya kau yang mampu mendebarkan jantungku. Apakah ini yang namanya cinta?. batin Sean

"Sean?" panggil Kesya pelan, memulai pembicaraan yang sempat membisu diantara mereka.

"Hm?" gumam Sean, tangannya kembali mengelus lembut punggungnya.

"Aku tidak tahu cerita esok, yang aku tahu hari ini aku berada di pelukanmu, dan itu cukup menjadi alasan kebahagiaanku saat ini." ujar Kesya tidak jelas, rasa benci hilang entah kemana. Dekapan hangat di tubuhnya perlahan mengusir rasa takutnya.

Sean tersenyum kecil.

"Aku hampir pingsan mendengar kalimat manis dari bibir tajam mu."

Kesya tak kuasa menahan senyum lebar di dada pria itu.

"Kau tahu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan di atas ranjang."

"Apalagi kalau bukan bercinta." balas Sean cepat.

Kesya mendengus pelan, seperti biasa otaknya tidak jauh-jauh dari selangkangan.

"Bukan bercinta tapi pillow talk." koreksi Kesya membenarkan jawaban pria yang mendekapnya.

Sean menghentikan tangannya sebentar, keningnya berkerut bingung mendengar jawaban gadis itu.

"Kenapa begitu?"

Kesya menarik nafas pelan.

"Tidak ada tempat yang lebih baik untuk berbagai selain pillow talk. Sama halnya dengan kita sekarang, kau tidak akan pernah tahu seberapa buruknya aku ketika menangis, kau mengerti maksudku?" jelas Kesya.

"Aku mengerti, maksud mu ranjang adalah tempat kita yang paling nyaman untuk berbagi kisah." balas Sean cepat menyimpulkan penjelasan gadis itu.

"Kau memang seorang Kingston." sindir Kesya, membenarkan jawaban pria itu.

Sean tersenyum tipis, menumpukkan dagunya di puncak kepala gadis itu, dia memejamkan mata menikmati kehangatan yang tercipta di antara mereka.

"Ayo tidur, selamat malam Kingston." ujar Kesya tiba-tiba bersuara, semakin meringsut masuk di pelukannya.

Sean membuka kelopak mata cepat.

"Bukan begitu cara mengucapkan selamat malam di Amerika." ujar Sean mengoreksi kalimat wanita itu.

Kesya mengangkat wajah dari dada bidangnya.

"Lalu bagaimana?" tanya Kesya heran, mendongak ke atas, pandangan mereka bertemu.

Sean terdiam sebentar menatap dalam manik coklatnya, sebelum akhirnya dia membawa wajahnya sejajar dengan wanita itu.

Kesya terbelalak saat bibir mereka menyatu dengan cepat.

Sean mendaratkan bibirnya di atas bibir mungil yang menjadi candunya, mencium lembut, sangat lembut, telapak tangan besarnya memenjarakan wajah tirus gadis itu, bibirnya tak berhenti bekerja, melumat, menghisap, menggigit gemas bibir itu bergantian, Kesya terbuai, dia melingkarkan tangannya di leher pria itu, membuka bibirnya seakan memberi akses sepenuhnya.

Sean tersenyum di sela-sela ciumannya, dengan perlahan lidahnya menelusup masuk menyusuri goa hangat dan manis, mengabsen seluruh isi goa dan membiarkan lidahnya bertarung dengan benda lunak penguasa goa, dia mulai naik menindih tubuh gadis itu tanpa melepas ciumannya, Kesya mengerang tak kala bibir lunak itu mulai menjelajahi lehernya, menghisap, mencium, menjilat, mengalirkan getaran listrik di seluruh tubuhnya. Nafasnya tercekat, saat pria di atasnya mulai menggerakkan tangannya di kedua bukit kembar yang masih tertutup gaun tipis, bibir pria itu masih bekerja di tempat yang lain, memberi tanda kepemilikan di sekujur tulang selangkanya, Kesya larut dalam kenikmatan, tanpa di sadari, lidah itu semakin turun, turun, turun dan berhenti tepat di area sensitifnya, gaun tipis itu sudah tersingkap menampakkan underwear berwarna hitam, kesadarannya kembali saat sesuatu yang lunak mulai menyapu lembut miliknya yang masih tertutup kain hitam.

"No, stop! I can't." seru Kesya dengan nafas terengah-engah, menghentikan aktifitas di pangkal pahanya.

Sean tersadar, dia mengumpati dirinya karena sudah bertindak sejauh ini, niatnya hanya ingin memberi kecupan selamat malam, hampir saja dia lepas kontrol. Nafasnya memburu, matanya berkilat gairah, dia tidak sanggup menuntaskan hasratnya dengan memaksa gadis yang tergelatak lemah di atas ranjang.

"Maaf, maafkan aku." ujar Thom menyadari kebodohannya. Dia seperti maniak seks yang tidak tahu malu mengambil keuntungan dalam kesempitan.

Kali pertama seumur hidupnya, dia mengucapkan kata maaf, ini juga pertama kalinya dia harus menahan diri untuk bercinta, semua hanya karena gadis itu, gadis yang entah kapan mulai mengisi hatinya.

Sean merangkak naik, menidurkan diri di samping gadis itu, membenarkan letak gaun yang sudah tersingkap karena keganasannya.

"Ayo tidur." bisik Sean, membawa tubuh gadis itu, menenggelamkan ke dalam pelukannya.

"Sean......

aku bukan pelacur.....

aku juga bukan jalang, aku hanya seorang penari." lirih Kesya tiba-tiba, mengingat perkataan kasar pria itu yang selalu menyakitinya. Kejadian beberapa menit lalu meyakinkan posisinya sebagai seorang wanita murahan.

Sean membeku, kata-kata itu menusuk tepat jantungnya, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, rasa bersalah menyelimuti hatinya.

Apa yang sudah ku lakukan? batin Sean bertanya

"Lalu kenapa kau berakhir di tempat kotor itu?" tanya Sean tak lagi bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Anggap saja aku kurang beruntung." balas Kesya cepat, cukup hanya dia yang tahu alasan dirinya berakhir di tempat mengerikan itu.

Tak ada lagi yang bersuara, keduanya membisu, seorang masih dengan rasa penasaran dan tanya yang bersarang di benaknya, seorang lagi sedang berlari mengejar dunia mimpi sebelum sang Surya bangun terlebih dulu.

Kesya, andai hatiku memang memilihmu, aku tidak pernah berpikir dua kali untuk memilikimu. batin Sean.

Matahari mulai merangkak dari tidurnya, mengintip dari celah gubuk kecil, menerpa sepasang insan yang masih tidur dalam damai.

Kelopak mata Kesya bergerak, dengan perlahan kedua matanya terbuka, menampilkan wajah pria tampan yang masih tertidur dengan posisi menyamping, Kesya mengukir senyum kecil memandangi wajah di hadapannya.

Kau sangat tampan, terimakasih untuk pelukanmu yang menenangkan. batin Kesya

Kesya mengangkat wajahnya mendaratkan bibirnya di kening pria itu.

Cup...

"Selamat pagi, cerita semalam sudah berakhir." bisik Kesya pelan, dia segera melepaskan tangan yang melingkar di pinggangnya, beranjak dari tempat tidur, meninggalkan pria yang masih bersekutu dengan mimpi.

Kesya membawa kakinya menuju dapur, dia ingin memasak sebagai rasa terimakasihnya. Dia menggelung rambutnya asal, menyisakan anak rambut yang berjatuhan di leher dan dahinya.

Satu jam sudah Kesya berkutat dengan dapur, kedua sudut bibirnya terangkat melihat hasil karya tangannya, tanpa disadari seorang pria berdiri di ujung tangga mengamati semua kegiatannya.

Sean tersenyum melihat wanita yang baru tadi malam menangis meraung-raung kini tersenyum manis seperti tidak terjadi apa-apa. Wajah cantik itu kembali berseri, dengan rambut yang digulung tinggi ke atas, gaun tipis sebatas paha, membuatnya kembali jatuh pada pesona sederhana wanita itu, matanya berhenti melihat tanda merah kepemilikan di leher mulusnya, ada rasa bangga di hatinya melihat bekas bibirnya menghiasai leher wanita itu.

Pillow talk, aku ingin semakin mengenalnya. batin Sean

Dengan langkah pelan, Sean diam-diam menghampirinya, lalu melingkarkan tangan di pinggang kecilnya.

"Selamat pagi." ujarnya membisik, mendaratkan kecupan di pelipisnya.

Kesya terperanjat, jantungnya seperti berhenti berdetak.

"Apa yang kau lakukan?!" pekik Kesya nyaring, mencoba melepaskan pelukan pria itu.

"Aku merindukan Kesya tadi malam." balas Sean semakin mengeratkan pelukannya.

"Lepaskan aku." ujarnya meronta, meloloskan diri dari dekapan itu.

"Diamlah, sebentar saja." lirih Sean, menumpukan wajahnya di pundak gadis itu, mencuri kecupan singkat di pipinya.

"Issh, jangan menciumku." kesal Kesya, menghapus bekas kecupan di wajahnya, dia tak lagi berontak.

Sean terkekeh pelan, mendaratkan kembali kecupan bertubi-tubi di pundaknya.

"Kenapa kau begitu cantik." bisik Sean menempelkan wajahnya di sisi wajah gadis itu.

"Kau punya banyak wanita yang jauh lebih cantik dari ku." ketus Kesya, melempar sindiran.

Sean tersenyum kecil.

"Tapi mereka tidak mendebarkan jantungku sepertimu."

"Apa maksudmu?" tanya Kesya, membalikkan badan dengan cepat menghadap pria itu.

Kesya memandangi wajah pria dihadapannya menuntut penjelasan, sebelum sebuah kalimat membuat jantungnya bekerja berkali-kali lipat.

"Mau berkencan denganku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status