Share

Diterima Bekerja di Perusahaan TBC (The Bharaswara Corp)

Tanpa disadari oleh Sasi maupun sang ayah, jika di arah luar pintu yang sedikit terbuka. Kedua mata Lydia terus menatap ketidaksukaan dengan ayah dan anak itu. Lydia memang tidak pernah suka kepada Sasi sesaat ia menikah dengan ayahnya. Perempuan yang pernah menjadi sekretaris ayahnya sesaat Rafi masih menjalankan perusahaannya. Lydia tidak pernah menyukai Sasi, karena ia pun memiliki seorang putri yang seusia dengan Sasi bernama Nadine. Sikap Nadine pun tidak kalah berbeda dari ibunya yang sama-sama tidak menyukai Sasi, dan selalu iri dengan keberhasilan yang diraih oleh Sasi.

Setelah selesai melaksanakan pekerjaannya, Sasi kembali ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya yang begitu pegal-pegal ke atas kasur yang tidak terlalu besar dan hanya cukup untuk satu bantal dan guling. Namun, begitu cukup untuk menjadi tempatnya istirahat setelah bekerja seharian.

Diraihnya ponsel yang tergeletak di samping dirinya yang terlentang. Sasi teringat dengan peristiwa tadi di mana ia melihat dengan jelas sosok Linggar, bahkan Sasi begitu penasaran apakah pria itu Linggar atau bukan, jika benar Linggar mengapa dia tega berbohong kepadanya. Linggar mengatakan jika ia sedang berada di luar negeri.

Sasi bangkit dari tidurannya dan mengacak rambutnya yang memang sudah berantakan. “Apa gue coba hubungi Linggar,” gumam Sasi pada dirinya sendiri dan segera menekan tombol hijau untuk menelepon Linggar. Namun, terhenti ketika Sasi teringat dengan pesan Linggar sebelum pria itu pergi ke Amerika, yang melarang Sasi untuk menghubunginya selama bekerja di luar negeri. Tapi hatinya terus memberontak ingin tahu.

Antara Linggar dan Sasi memang tidak memiliki hubungan khusus atau memiliki status berpacaran. Namun, Sasi pernah mengungkapkan rasa sukanya kepada Linggar sebelum pria itu pergi ke Amerika untuk mengurus perusahaan ayahnya. Dan sampai sekarang Linggar belum menjawab perasaan Sasi. Perasaannya digantung begitu saja, padahal Sasi begitu menunggu jawabannya.

Linggar adalah satu-satunya pria yang disukai oleh Sasi, setelah dua tahun Sasi berusaha melupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh cinta pertamanya Dave Kavindra. Linggar datang sebagai seorang pahlawan yang menolongnya ketika Sasi harus berhadapan dengan seorang preman.

Sasi adalah tipe perempuan yang sulit untuk jatuh cinta kembali. Namun, ketika hatinya mulai terbuka kepada seorang pria yaitu Linggar sendiri, dan sampai sekarang perasaannya masih digantung.

***

Sasi membuka matanya secara perlahan, ketika suara bising dari ponselnya yang terus berdering dengan keras. Muka bantal masih tersemat di wajahnya ketika Sasi harus terpaksa bangun dan rasa kantuk masih melandanya. Rambutnya pun sudah berantakan seperti habis disetrika, beberapa kali Sasi menguap dan menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya. Sedangkan ponselnya terus menerus berbunyi membuat telinganya kebisingan.

Dengan rasa malas, Sasi beranjak bangun dari tempat tidur untuk mengambil ponselnya. Karena sebelum tidur, Sasi terlebih dahulu menyimpan ponselnya di atas nakas.

Sasi mengucek matanya, karena penglihatannya masih terasa kabur belum jelas. Sasi merasa kebingungan ketika nomor yang tidak dikenal meneleponnya pagi-pagi begini.

“Nomor siapa yah, pagi-pagi gini udah telepon gue?” tanya Sasi pada dirinya sendiri. Karena terus berbunyi dan membuat kepalanya tambah pusing. Sasi segera menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya.

“Ha ....”

“Halo, apa saya bicara dengan Nona Dewi Sasikirana,” ucap seorang pria yang memotong ucapan Sasi yang akan berbicara terlebih dahulu.

“I-iya, saya Dewi Sasikirana, maaf anda siapa yah?” tanya Sasi yang keheranan tapi tetap ramah dan sopan.

Tak lama terdengar suara tertawaan dari orang yang sedang meneleponnya.

“Bagaimana dengan tawaran saya semalam, apa kamu masih mau?” tanya pria itu yang tanpa memperkenalkan nama. Namun langsung to the point mengungkapkan keinginannya kepada Sasi.

Kedua alis Sasi mengerut. “Tawaran apa? Saya nggak paham apa yang anda maksud, lagi pula saya nggak tahu anda ini siapa?” tegas Sasi menjawab.

“Haha ... kamu nggak usah pura-pura nggak inget, Sasi. Saya pria semalam yang menginginkan kamu, apa kamu sudah berubah pikiran dengan tawaran saya semalam, karena saya sangat menunggu jawaban dari kamu sampai saat ini.”

Sasi mengusap wajahnya sedikit frustasi dan mulutnya terbuka lebar, teringat jika pria yang meneleponnya sekarang adalah pria semalam yang sudah mengatakan kata-kata kurang ajar padanya, bahkan Sasi tidak mengerti mengapa pria itu bisa mengetahui nama dan nomor ponselnya.

“Oh ... saya tahu. Anda laki-laki semalam yang sudah melecehkan saya secara verbal, dan beraninya sekali anda menelepon saya pagi-pagi begini. DASA PRIA GILA!” gertak Sasi yang ingin sekali mencengkeram wajah pria itu.

“Haha ... Saya nggak melecehkan kamu, Si. Toh, saya cuma bertanya aja kok.”

“Perkataan dari Pak Kim itu sama saja melecehkan. Tolong jangan ganggu saya, Pak Kim terhormat!” seru Sasi dengan tegas dan langsung mematikan sambungan teleponnya dengan Kim, daripada ia lebih dibuat geram lagi oleh laki-laki tidak waras sepertinya.

Tidak lama ponselnya kembali berdering. Disaat Sasi masih berdiri mengeluarkan napasnya secara kasar, sedangkan kedua tangannya dikepalkan dengan erat. Karena Sasi berpikir panggilan keduanya masih dari orang yang sama, orang yang telah membuat paginya menjadi kesal.

Tanpa melihat si penelepon, dengan berat hati Sasi kembali menjawab panggilan untuknya.

“KENAPA BAPAK SELALU MENGGANGGIU HIDUP SAYA?! APA SALAH SAYA KEPADA BAPAK! APA KITA PERNAH SALING MENGENAL SEBELUMNYA!” tegas Sasi dengan nada yang menggertak Tinggi.

“Maaf, apa saya berbicara dengan Nona Dewi Sasikirana,” ucap seseorang di seberang sana. Mata Sasi langsung membulat karena suara dari orang kedua yang meneleponnya berbeda dengan pria tadi yang telah membuatnya murka.

Sasi segera melihat nomor kontak yang berbeda, membuatnya kembali menganga karena tidak percaya dengan yang dilakukannya begitu ceroboh.

“Maaf, apa ini dengan Nona Dewi Sasikirana?” tanyanya kembali dengan nada bicara yang masih sopan.

“I-iya Pak, dengan saya sendiri Dewi Sasikirana. Maafkan saya, Pak. Saya kira bapak adalah orang yang tadi menelepon saya, tolong maafkan ucapan saya yang sedikit membentak,” ucap Sasi yang meminta maaf dan merasa bersalah.

“Oh iya tidak apa-apa. Maafkan saya juga karena menelepon Anda pagi-pagi begini. Perkenalkan saya Hardy, salah satu HRD di Perusahaan TBC (The Bharaswara Corporation).”

Mata Sasi langsung membulat tidak percaya jika dirinya dihubungi oleh salah satu HRD di perusahaan yang pernah dilamarnya beberapa bulan yang lalu.

“Iya Pak, ada apa yah?” tanya Sasi penasaran.

“Saya hanya ingin memberitahukan kepada Nona Sasi, jika lamaran yang pernah Nona Sasi ajukan ke perusahaan kami beberapa bulan yang lalu sudah diterima dengan baik. Dan hari ini Nona Sasi ditunggu di perusahaan untuk melaksanakan interviu dengan Presdir atau atasan kami.  Pak Anders memberikan kesempatan kepada Nona Sasi untuk ikut bergabung dengan perusahaan kami, maka dari itu proses seleksi pelamar yang masuk ke perusahaan kami begitu lama, karena Pak Anders benar-benar ketat dan selektif melihat dari pengalaman sang pelamar itu sendiri.”

Sasi benar-benar tidak percaya dengan kalimat yang didengarnya, ketika dirinya bisa diterima di Perusahaan TBC, padahal Sasi tidak bermimpi lagi untuk dapat bekerja di perusahaan impiannya itu semenjak kuliah.”

“Nona Sasi,” panggil Sang HRD yang tidak mendapat balasan dari Sasi, karena perempuan itu masih berkutik dengan pikirannya yang begitu bahagia.

“NONA SASI!” tegasnya yang menyadarkan Sasi dari keterdiamannya.

“I-iya Pak.”

“Baiklah saya tunggu jam 10 pagi ini di perusahaan, dan ingat jangan sampai terlambat. Karena atasan saya begitu disiplin dan nggak bisa menoleransi keterlambatan karyawannya, apalagi karyawan baru. Mereka harus disiplin,” ucap Hardy yang memberitahu Sasi.

Sasi menelan salivanya. “B-baik Pak, terima kasih banyak atas kebaikan bapak dan juga atasan bapak yang mau menerima saya,” jawab Sasi dengan perasaan yang begitu bahagia, walaupun sedikit takut membayangkan jika presdirnya begitu menyeramkan.

Keduanya mengakhiri perbincangannya, dan Sasi segera bersiap-siap akan menyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk ayahnya sebelum berangkat.

To Be Continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status