Sasi ingin segera keluar dari ruangan atasannya yang memang dirasa tidak waras. Bahkan dengan tatapannya yang semakin menggila, membuat jantung Sasi terus berdegap dengan kencang dan berpikirannya sudah ke mana-mana, karena ucapan dari Kim yang melantur.
“Saya permisi, Pak Kim,” pamit Sasi yang akan segera pergi. Namun, langkah kakinya kembali dihentikan ketika Kim mencekal pergelangan tangannya mencegah Sasi untuk pergi.
Antara Sasi dengan Kim saling pandang, Sasi yang tanpa sadar terus menatap wajah atasannya dari jarak dekat, membuatnya sedikit terbuat. Tersadar, Sasi pun langsung menurunkan pandangannya. Sudah dua kali bagi pria itu dengan berani menyentuh anggota tubuhnya, walaupun hanya tangannya saja tidak lebih. Namun, hal itu mampu membuat jantungnya terus berdetak tak karuan.
“Lepaskan tangan saya, Pakm” pinta Sasi dengan sopan dan mencoba melepaskan diri dari cekalan Kim.
Pergelakan Sasi tidak mampu membuat Kim melepaskan tangannya dengan begit
Hai, perkenalkan saya Brightwin. Saya suka banget Nulis dan Baca. Jadi bagi Reader bisa baca karya saya yang lain, yang saya tulis di Goodnovel diantaranya : Stuck On You, My Possessive Husband, Married With Mr. Saraleo dan My Bastard Husband.... Aku ucapin terima kasih banyak, jika kalian suka dengan karyaku....
“Maaf, jika saya mengganggu obrolan Pak Kim dengan Nona Sasi, tapi saya datang ke sini hanya ingin memberikan pesanan dari Pak Kim,” ucap Win yang menghentikan kedua orang yang sedang bertatapan lekat, seperti seorang pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara.Mendengar suara Win, baik Kim mampun Sasi kembali menormalkan keadaannya seperti semula, seolah tidak terjadi apap-apa.Win masuk begitu saja ke dalam ruangan Kim dengan penuh senyuman, sembari menatap ketidakpercayaan ke arah Kim dan juga Sasi. Win merasa heran, karena baru perempuan yang terlihat sederhana inilah yang dapat masuk dan bercengkerama dengan atasannya. Mungkinkah jika perasaan atasannya ini memang benar adanya, dan bukan hanya kepura-puraan semata.Antara Kim dan Sasi tampak serempak menoleh ke arah Win yang sudah berdiri, dengan wajah yang masih menyiratkan senyuman. Sasi yang sebentar menatap Kim dan langsung dibalas tatapannya oleh Kim yang tersenyum aneh. Bahkan, di dalam posisi sepert
Sasi sedang berdiri menunggu taksi online yang sudah dipesannya tadi sesaat dirinya bergegas untuk segera pulang, karena melihat awan yang sudah mulai mendung membuat Sasi memilih untuk menumpangi taksi saja kali ini, daripada ia kehujanan karena harus menempuh perjalanan lagi menuju halte untuk menunggu bus. Karena jarak perusahaan dengan halte bus tidak terlalu dekat dan membutuhkan sedikit waktu.Sesekali Sasi mengarahkan matanya ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, perempuan itu terlihat was-was ketika taksi online yang sudah dipesannya tak kunjung datang. Dirinya harus segera pulang untuk menyiapkan makan untuk sang ayah, karena ia tidak bisa mengharapkan banyak kepada ibu tirinya itu. Setelah menyiapkan makan untuk ayahnya, Sasi akan kembali bekerja di restoran sampai malam. Bukankah, hal itu begitu melelahkan fisiknya. Namun, tak ada yang dapat dilakukannya lagi selain bekerja untuk kesembuhan ayah tercintanya. Diberikan kesempatan untuk bekerja d
“Nggak!” jawab Sasi singkat. “Mantan kekasih?” tanya Kim kembali yang begitu penasaran dengan kehidupan Sasi sebelum ia bertemu dengannya, tidak mungkin juga bagi perempuan itu tidak pernah berpacaran selama hidup, karena Sasi memiliki wajah yang cantik namun terasa sedikit pendiam dan mungkin kejadian di masa lalu yang tidak diketahui oleh Kim, membuat perubahan di sikap perempuan itu. Sasi begitu malas untuk membicarakan mengenai mantan kekasih, baginya setelah dikhianati oleh cinta pertamanya yang bernama Dave, ia sudah benar-benar mengubur ingatan dan kenangannya dengan Dave. Bahkan sekarang karena perasaannya yang masih digantung oleh Linggar tanpa ada kepastian, membuat Sasi pun sudah tidak memperdulikan lagi akan perasaan Linggar kepadanya, walaupun di dalam hatinya masih ada sosok pria itu. Sasi sudah benar-benar membuang kenangan dan menganggap keduanya sudah mati bak ditelan bumi, dan tidak penting harus dibicarakan kepada orang lain.
Sebuah mobil sports silver berhenti di sebuah restoran megah nan elite di Jakarta Selatan. Pintu mobil terbuka dengan sendirinya, sudah terlihat kaki jenjang yang terbalut oleh celana bahan hitam berkilau dan kaus kaki hitamnya sampai mata kaki. Seorang pria sudah berdiri dengan tegap, sembari memasukkan satu tangannya di saku celana bahan hitam yang dikenakannya. Tubuh pria itu begitu proporsional dan bidang tegap, sehingga menjadi objek penglihatan tanpa kedip oleh para pengunjung yang melintas disekitaran restoran. Bahkan, saking terpesonanya dengan sosok pria itu, tanpa sadar jika salah satu kaki pengunjung saling menginjak dengan kaki temannya.Kim Andersean Bharaswara, pria tampan sejuta pesona ini adalah seorang Presdir di Perusahaan The Bharaswara Corporation. Pria yang digilai banyak wanita, dijadikan sebagai pangeran impiannya itu adalah seorang yang tak mempercayai akan sebuah pernikahan. Bahkan Kim, panggilan pria itu tidak ingin berkomitmen dalam
“Saya pesan kamu!” tegas Kim yang mengeluarkan nada suara baritonenya yang sejak dari tadi ditunggu oleh Sasi, bahkan begitu terdengar maskulin oleh telinga Sasi.Sasi masih tercengang karena tidak mengerti maksud perkataannya.“Pesan saya, maksudnya?” tanya Sasi tak paham. Tidak hanya Sasi yang tercengang, melainkan sang sekretaris pun menampilkan wajah yang sama seperti Sasi. Win merasa bingung dengan ucapan atasannya itu.Kim mengubah posisi duduknya menghadap Sasi sekarang. Fokus kepada perempuan itu yang sedang berdiri di hadapannya, membuat Sasi sedikit merasa canggung ketika melihat dengan jelas rupa salah satu pengunjung spesialnya itu yang memang sangat tampan, dan mampu menggoda para perempuan. “Iya, saya pesan kamu untuk menemani saya malam ini di sebuah hotel berbintang,” tukasnya sambil tersenyum tampan, seperti tanpa beban bagi Kim mengatakan kalimat itu.“Saya akan memberikan apapun yang kamu mau, dengan syarat berikan tubuh kamu k
Kim mendadak mengerutkan dahinya dan mengerucutkan bibirnya kembali, seperti tidak suka dengan yang diucapkan Sasi. Laki-laki itu mendekatkan jarak wajahnya dengan Sasi membuat perempuan itu harus memundurkan wajahnya, karena tidak ingin saling berdekatan. Bahkan sudah terdengar suara histeris para perempuan di restoran ini dengan yang dilakukan oleh Kim kepada Sasi.“Kamu pikir ... saya percaya dengan yang namanya per-ni-ka-han.” Kim mengulang kembali kata ‘pernikahan’ dengan terbata-bata, tapi penuh penegasan.“Saya nggak suka berkomitmen dengan yang namanya pernikahan, saya cuma ingin senang-senang saja tapi nggak mau berhubungan dalam pernikahan, karena hal itu membosankan,” tegas Kim yang masih berbicara dengan jarak yang begitu dekat dengan Sasi, bahkan deru napas Kim pun terdengar jelas di telinga Sasi, membuat jantung dan aliran daranya seperti berjalan tak normal.Dengan cepat Sasi langsung menjauhkan tubuhnya dari Kim.“Ya udah, Pak Kim cari s
Sasi berlari terengah-engah ketika ia ingin segera sampai di halte bus yang cukup jauh dari restoran tempatnya bekerja. Sesekali Sasi melirikkan matanya kembali ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang putih. Jarak antara restoran ke halte bus memang cukup jauh, beberapa kali pengendara ojek online dan taksi menawarkan diri meminta ditumpangi oleh Sasi. Namun, perempuan yang mengikat rambutnya secara asal itu lebih memilih untuk berjalan kaki untuk sampai ke halte bus. Sasi berpikir jika sisa uangnya dapat ditabung untuk keperluan sang ayah yang masih membutuhkan banyak biaya.Tiba-tiba saja terbesit dalam ingatan Sasi dengan sosok Linggar. Pria yang begitu disukainya namun diantara keduanya tidak memiliki hubungan apapun. Dan sekarang, sosok linggar sedang berada di luar negeri, karena pria itu sedang menjalankan perusahaan ayahnya di Amerika.Waktu yang sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB. Jalanan masih terlihat ramai, dengan kendaraan mobil yang m
Tanpa disadari oleh Sasi maupun sang ayah, jika di arah luar pintu yang sedikit terbuka. Kedua mata Lydia terus menatap ketidaksukaan dengan ayah dan anak itu. Lydia memang tidak pernah suka kepada Sasi sesaat ia menikah dengan ayahnya. Perempuan yang pernah menjadi sekretaris ayahnya sesaat Rafi masih menjalankan perusahaannya. Lydia tidak pernah menyukai Sasi, karena ia pun memiliki seorang putri yang seusia dengan Sasi bernama Nadine. Sikap Nadine pun tidak kalah berbeda dari ibunya yang sama-sama tidak menyukai Sasi, dan selalu iri dengan keberhasilan yang diraih oleh Sasi.Setelah selesai melaksanakan pekerjaannya, Sasi kembali ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya yang begitu pegal-pegal ke atas kasur yang tidak terlalu besar dan hanya cukup untuk satu bantal dan guling. Namun, begitu cukup untuk menjadi tempatnya istirahat setelah bekerja seharian.Diraihnya ponsel yang tergeletak di samping dirinya yang terlentang. Sasi teringat dengan peristiwa tadi di mana ia melih