Share

Nasib Bayi Putra Pangeran

Tanpa komando, mereka segera keluar menyusul dokar itu, segala upaya pencegahan dilakukan oleh para prajurit kerajaan. Namun dengan tidak beruntungnya, mereka gagal untuk mencegah prajurit Bahara keluar. Prajurit Kerajaan Niswa kewalahan menghadapi serangan dari mereka. Akhirnya prajurit Bahara berhasil keluar kamar ratu dan dengan segera menyusul delman yang sudah jauh itu. Beberapa ekor kuda langsung melesat mengejar dokar yang sudah terlihat kecil karena jarak yang sudah semakin jauh.

Pengejaran terus dilakukan oleh pasukan kerajaan Bahara. Kuda-kuda kerajaan Bahara melesat dengan cepatnya untuk mengejar ketertinggalan. Tampak burung-burung berhamburan terbang ke langit ketika kuda-kuda Kerajaan Bahara melesat berlari dengan cepatnya.

Tampak hewan-hewan malam pun keluar dari persembunyiannya untuk mencari tempat baru yang dianggapnya lebih aman. Suara tapak kaki beberapa kuda Kerajaan Bahara itu memang terdengar sangat menyeramkan bagi mereka. Mereka takut nyawa mereka akan terancam.

Di depan sana dayang dan supir delman sudah mulai panik melihat beberapa ekor kuda yang tampak mengejarnya. Mereka menduga kuda kuda tersebut milik Kerajaan Bahara. Ya dugaan mereka memang benar. Beberapa kali dayang melihat kebelakang untuk memastikan jarak antara mereka. “Ah pastilah kita akan tertangkap,” ucap dayang sambil mengeluh pada supir delman. Supir delman berusaha untuk memacu kudanya lebih cepat lagi.

Dudag dudag dudag dudag

Dudag dudag dudag dudag

suara pijakan gerombolan kaki kuda yang mengejar dokar pembawa jabang bayi kerajaan semakin jelas terdengar. Dayang sudah begitu panik berada di situasi yang sedang dialaminya.

“Ah tanganku kram,” teriak supir dokar pada dayang dengan penuh kecewa pada dirinya sendiri. Mengapa disaat segenting ini tangannya harus kram. Sungguh teramat sangat menyebalkan.

“Bisakah mencoba untuk memacu kudanya lebih cepat lagi? Jarak kita semakin dekat dengan mereka. Aku khawatir pada nasib pangeran,”dayang memutar kepalanya lagi ke belakang untuk memastikan jarak mereka. “Jarak kita dari pengejaran kuda pasukan Bahara semakin dekat. Mungkin kurang lebih hanya sembilan ratus meter. Kita pasti akan tertangkap,” dayang sudah begitu khawatir. Nafasnya sudah tak beraturan karena begitu cemasnya.

Ditengah kepanikan yang luar biasa, tiba-tiba dayang melihat seorang petani yang tampak bersama 3 orang. Mungkin saja bersama  istri dan 2 orang anaknya. Pak tani tampak menarik gerobag. Ya benar pak tani tengah berjalan dengan istri dan anaknya dan menarik gerobak berisi hasil panen mereka. Dengan segera dayang meminta supir delman untuk mengarahkan kudanya mendekati petani tersebut. Melesat dengan cepat, delman yang ditumpangi bayi pangeran tersebut sudah berada di dekat gerobag yang di bawa petani. Dengan delman tetap berjalan, dayang duduk di dokar mendekati gerobag petani dan segera berteriak “Bu tolong pegang kotak ini dan amankan dari pengerjaran kuda di belakang, tolong bawa kotak ini segera menjauh tanpa diketahui mereka,” Sempat beberapa kali dayang menoleh ke belakang. Karena petani dan keluarganya sudah paham mereka orang dari Istana tanpa pikir panjang dan bertanya, dengan gemetar ibu sederhana tersebut langsung menerima kotak yang sedikit di lempar. Untunglah ibu bisa menangkapnya dengan baik dan kotak  tersebut tidaklah jatuh. Ibu dan seorang anaknya tanpa di komando langsung berjalan cepat sedikit berlari menuruni bukit dan membawa bayi tersebut. Tujuan salah satu anak tersebut ikut serta dengan ibunya adalah untuk mengelabui Pasukan Bahara jika mereka di kejar.

Benar yang diduga sang dayang, suara tapak kaki kuda pasukan Bahara sudah mulai terdengar sangat jelas yang menandakan jarak antara mereka semakin dekat. Tanpa curiga melihat petani dan anaknya yang melintas di jalan, kuda-kuda pasukan Bahara tetap fokus pada sebuah delman yang sedari awal mereka kejar.

Dudag dudag dudag...

Dudag dudag dudag...

Suara kuda itu membuat dayang dan supir makin cemas. Mereka berpikir pastilah mereka akan tertangkap. Ternyata dugaannya benar.

SLET.. Jleb!

Suara lesatan anak panah yang mengenai roda delman dan disusul oleh suara ledakan roda.

DUAR

Kuda penarik delman tetap berjalan. Namun delman yang ditumpangi dayang seperti tertarik oleh kuda dan oleng ke kanan-kiri karena salah satu rodanya telah meledak. Pasukan kuda kerajaan Bahara menyalip delman dan menghentikannya dengan paksa. Mereka mengepung sang dayang dan supir delman.

Pasukan kerajaan Bahara segera mengepung dayang dan supir delman. “Di mana Bayi kerajaan?”

“Maaf tuan saya tidak tahu, saya hanya diutus kerajaan untuk mengantar surat ke Kerajaan Riswa, ingin meminta bantuan perang”

Bohong!!”

Bukannya Ratu habis melahirkan?”

“Mana saya tahu tuan, saya pergi Sang Ratu masih mengelus-elus perutnya.”

“Bohong!!”

Kini dua orang prajurit tengah ancang-ancang untuk melesatkan anak panahnya ke mereka.Tatapan matanya sudah sangat mirip dengan singa yang memantau mangsanya. Fokus tanpa ampun.

“Ampun tuan, ampun tuan, kami tidak berbohong,” dayang tersebut beserta supir delman memohon ampun pada prajurit Kerajaan Bahara. Harapan untuk dilepaskan sangat besar menyelinap dalam hati mereka. Namun pasukan Kerajaan Bahara tidak mempercayai perkataan dayang. Tanpa pikir panjang mereka melesatkan anak panahnya.

SLET!

Suara anak panah melesat ke tubuh mereka. Pasukan Kerajaan Bahara segera pergi jauh meninggalkan mereka. Dayang yang sempat menghindar akhirnya terkena anak panah di lengan kanannya. Tetesan darah mulai mengalir dari lengannya.  Sementara supir dokar terkena tepat di tengah dadanya. Mereka tergeletak tak berdaya. Lemas seperti ikan tanpa tulang.

Tak lama setelah kepergian prajurit Kerajaan Bahara, dua orang petani tampak berjalan terburu buru mendekat ke arah mereka. Sebenarnya mereka menyaksikan kejadian barusan. Hanya saja mereka tak berani untuk menampakkan batang hidungnya.  Mereka memilih bersembunyi di balik semak belukar. Setelah prajurit Bahara pergi barulah mereka keluar dari persembunyiannya untuk membantu mereka. Salah satu dari mereka memanggil warga lainnya, sementara satu dari mereka tetap diam ditempat dengan gemetar melihat dayang dan sopir dokar bersimbah darah.

Tak butuh waktu lama Sang petani segera datang bersama gerombolan warga.  Salah satu dari mereka tampak membawa racikan ramuan tradisional dan beberapa lembar kain. Mungkin kain itu akan digunakan untuk membalut luka.

Mereka segera memberi pertolongan pertama pada dayang dan supir delman. Mereka memanfaatkan obat tradisional. Namun mereka terlambat. Supir dokar telah menghembuskan nafas terakhir beberapa detik yang lalu. Kini tinggalah sang dayang yang harus diselamatkan. Mereka mencabut anak panah yang menempel pada lengan kanannya. Sang dayang menahan sakit yang teramat sakit. Namun tak ada pilihan, Sang dayang hanya merintih kesakitan dan pasrah.

Malam sudah semakin larut. Luka dayang sudah berhasil dibalut kain. Mereka membawa dayang itu  ke salah satu rumah warga. Beruntung ada warga yang bersedia rumahnya ditempati sementara oleh orang kerajaan. Banyak dari warga yang enggan menerima tamu dari kerajaan karena mereka takut jika pelayanan mereka kurang ramah. Biasanya kalau ada tamu dari kerajaan ke desa mereka, tamu tersebut tinggal di padepokan khusus milik Ki Ageng. Namun karena situasi darurat dan jarak yang cukup jauh, akhirnya sang dayang dibawa ke salah satu rumah warga. Untung saja ada warga yang bersedia rumahnya ditempati orang dari istana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status