Share

Keputusan Raja

“Bagaimaan suamiku? Akankah kita menerima maksud baik Kerajaan Flambuana?”akhirnya ratu memberanikan diri untuk bertanya kepada suaminya. Ia sudah begitu pusing memikirkan hal ini selama berhari-hari.

“Sebenarnya aku masih mempertimbangkan ini” sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Tampak beberapa garis guratan di wajahnya menandakan ia tengah berpikir keras.

“Apa yang engkau pikirkan wahai Suamiku?” Ratu dengan lembutnya bertanya lagi. Sepertinya masih ada sesuatu  pikiran yang mengganjal di kepalanya.

“Jujur aku sungguh ingin menjalin hubungan keluarga dengan Kerajaan Flambuana. Namun masalahnya pastilah nanti putri kita yang akan di boyong kesana. Sedangkan kita sedang memerlukan seseorang yang dapat  menggantikan posisiku. Sampai kini kabar putra kita pun belum diketahui. Masih hidup atau tidak pun tidak ada yang mengetahuinya” raut wajahnya kini telah berubah menjadi sedikit layu, tetap dengan beberapa goresan yang muncul karena ekspresinya.

Kini giliran ratu yang menenangkan suaminya. Ia tak mau ditengah susahnya mencari pengganti ia akan jatuh sakit karena memikirkan nasib anak laki-laki yang belum sama sekali ia lihat.

“Sudah, aku yakin anak kita masih hidup. Pasti ia baik-baik saja, tenanglah” ratu berbicara dengan maksud untuk membawa angin segar. Semoga saja ucapannya ini akan sedikit menyapu pikiran yang bersarang di otaknya.

“Atau kita tolak saja lamarannya? Kita ikuti kemauan putri kita untuk menikah dengan Putra dari kerajaan Bunga?, Putra Rafles kalau tidak salah ia putra ke tiga Kerajaan Bunga. Pastilah ia diperbolehkan untuk tinggal di kerajaan kita dan menggantikan posisi engkau suamiku?” ratu mencoba memberikan saran untuk mengurangi kebuntuan pada pikiran suaminya.

“Aku tidak yakin dengan Kerajaan Bunga. Kita belum mengenal jauh dengan  kerajaan tersebut. Ini sungguh membingungkan bagiku. Sejujurnya aku khawatir jika kepemimpinanku jatuh pada orang yang salah”

“Waktu itu putri kita bercerita kepadaku. Menurut penuturannya Kerajaan Bunga belum bisa kemari karena Sang Raja tengah jatuh sakit. Mungkin itulah alasan Kerajaan mereka belum mendatangi kerajaan kita” sepertinya ratu sedikit setuju jika Putra Rafleslah yang menikahi putrinya.

“Atau kita tunggu kabar dari Putra Rafles kemudian?” lanjut sang ratu

“Baiklah begini saja, kita mengajukan permintaan pada Kerajaan Flambuana. Jika mereka mengizinkan Pangeran Revan untuk memimpin kerajaan kita, akan aku terima lamarannya. Tapi ini memang keputusan yang berat mengingat, mengingat mereka juga butuh pemimpin pengganti ”

“Pastilah ini akan menjadi pilihan yang sulit suamiku. Tapi tak ada pilihan lain. Ini keputusan terbaik suamiku. Aku setuju dengan keputusan ini” sambil mengangguk

Setelah berunding, penasihat istana pun juga sependapat dengan keputusan Raja. Dengan segera penasihat istana memerintahkan juru tulis istana untuk membalas surat lamaran dari Kerajaan Flambuana dan mengirimkannya.

Dengan datangnya surat ini, kami akan memberitahukan mengenai keputusan kerajaan kami. Kami bersedia menerima lamaran Raja

 untuk mempersunting putriku untuk menjadi permaisuri Pangeran Revan jika kalian bersedia Pangeran Revan menjadi pemimpin dari kerajaan kami. Mengingat usia, Raja Kerajaan Niswa sudah perlu turun jawabatan.

***

Di Kerajaan Flambuana, Pangeran Revan tengah mengasah kemampuan memanahnya. Ya di sebuah ruangan khusus untuk berlatih dengan peralatan yang komplit. Tiba tiba saja fokusnya goyah. Ada sesuatu menyelip di pikirannya. Ia teringat dengan kecantikan paras cantik Putri Aleta. Itulah hal yang membuatnya gusar, bidikannya melenceng beberapa kali dari target. Ingatan itu terus menggerogoti pikirannya, hingga ia dibuat kewalahan. Ia memilih untuk menghentikan latihannya.

Sang Pangeran sangat menunggu surat jawaban dari Kerajaann Niswa atas lamarannya. Sebentar lagi ia juga akan dinobatkan menjadi raja. Ayahnya telah berusia lanjut, hampir seumuran dengan Raja dari kerajaan Niswa yang ia harapkan akan menjadi mertuanya. Ah ini juga yang menyebabkan pikirannya tak karuan, mengingat  Kerajaan Niswa telah kehilangan jejak putra mahkotanya.

Surat telah sampai di Kerajaan Flambuana. Mendengar kabar tersebut Pangeran Revan segera beranjak menemui ayahnya. Ia tak sabar untuk mengetahui jawaban dari lamarannya untuk Putri Aleta kala itu. Harapan untuk lamarannya diterima sangatlah besar.  Akhirnya sampai juga waktu di mana raja membacakan surat jawaban dari Kerajaan Niswa.

Dengan datangnya surat ini, kami akan memberitahukan mengenai keputusan kerajaan kami. Kami bersedia menerima lamaran Raja untuk mempersunting putriku untuk menjadi permaisuri Pangeran Revan jika kalian bersedia Pangeran Revan menjadi pemimpin dari kerajaan kami. Mengingat usia Raja Kerajaan Niswa sudah perlu turun jawabatan.

Mendengar bunti surat tersebut, pikirannya bagai tersambar petir. Mengetahui persyaratan yang diajukan Kerajaan Niswa, Raja merasa bingung dan bimbang untuk mengambil keputusan. Begitu juga yang dialami oleh Pangeran Revan. Pangeran Revan adalah anak pertama dan sebentar lagi akan dinobatkan menjadi Raja di kerajaannya. Pangeran Revan memang sudah sangat siap untuk dijadikan seorang pemimpin. Dirinya telah disiapkan bekal jauh jauh hari dari ayahnya.

Raja tidak ingin melepas putra pertamanya yang sudah dipersiapkan sejak lama untuk menggantikan posisinya. Tapi Raja juga tidak tega menghapus keinginan putra pertamanya. Permaisuri Raja hanya diam saja. Ia juga tampak bingung dengan persyaratan yang di ajukan Raja Niswa. Mereka menyadari jika Kerajaan Niswa perlu seseorang untuk menggantikan posisi Raja Reja sahabatnya sebagai pemimpin. Sementara dirinya  juga sudah memasuki usia lanjut dan kepemimpinnya sudah perlu di gantikan.

“Ayah, kenapa kakak tidak pimpin saja kerajaan ini? Bukankah memimpin Kerajaan tempat kelahiran sendiri itu sesuatu yang selalu di inginkan Putra Raja,” tiba-tiba Putra Ditya mengajukan pendapat.

“Ayah, aku sudah jatuh hati pada Putri Aleta. Aku sangat ingin ia menjadi permaisuriku” sontak Pangeran Revan menjawab. Bayang-bayang menua bersama Putri Aleta telah tergambar di pikirannya.

Dalam benaknya Pangeran Revan berpikir. Dengan mudahnya Pangeran Ditya memutuskan pilihan. Itu karena ia tidak mengetahui seberapa cantik dan manisnya Putri Aleta. Kala kunjungan itu, Putra Ditya tidak ikut karena sedang lomba berkuda membawa nama kerajaan.

“Kenapa engkau tidak mengajukan diri saja untuk menjadi pemimpin disini? Aku sangat menginginkan Putri Aleta. Kita tahu mereka membutuhkan Pengganti Raja Reja. Bukankah di kerajaan kita ada dua putra, biar aku memimpin di Kerajaan Niswa sementara kau Putra Ditya memimpin di kerajaan kita”

“Wahai anakku, pemimpin kerajaan itu biasanya adalah anak pertama. Karena ia di anggap memiliki lebih banyak keturunan sifat dari leluhurnya. Jiwa memimpin untuk memimpin kerajaan tempat ia di lahirkan sudah mengalir di tubuhnya.”

“Apa aku saja yang menikah dengan Putri Aleta ayah? ” tanpa di duga tiba-tiba Putra Ditya berkata seperti itu.

“Enak saja kamu. Kamu saja belum pernah melihat dia adikku! Putri Aleta itu untukku, bukan untukmu” Pangeran Revan sudah sangat kesal.

“Pastilah saya juga jatuh hati. Melihat kakakku ini sangat ingin menjadikan ia permaisuri. Pastilah ia memiliki kecantikan yang luar biasa. Di tambah lagi engkau sangat sulit untuk jatuh hati pada wanita” dengan santainya Pangeran Ditya menjawab sambil melepas sedikit senyuman.

“Sudah cukup, cukup biar ayah yang mencari solusi” suara permaisuri menuturkan pendapatnya untuk menghindari pertengkaran antar saudara.

“Baik Bunda,” jawab PAngeran Ditya patuh

“Iya bunda, semoga saja ayah dapat menyetuju keinginan dari Kerajaan Niswa” jawab Pangeran Revan penuh harap

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status