Share

Arrival a Noble Family, Earl Wysteria  

Durham, Northeastern England.

13 Januari 2890.

“Kudengar Baron Steravin anggota dewan bangsawan ditemukan mati karena kecelakaan kereta kuda!”

“Baron Steravin itu salah satu dari bangsawan jahat yang mati mengenaskan karena kelakuannya terhadap rakyat jelata seperti kita.”

“Yang kudengar, kematian Baron Steravin itu merupakan perbuatan dari seorang bangsawan lain!”

“Berarti, kasus serupa yang menimpa putra sulung Count Aronbell pelakunya sama dengan yang terjadi pada Baron Steravin. Begitu?”

Obrolan berupa gosip kematian seorang bangsawan menjadi sebuah sambutan bagi Lumiere yang baru saja menginjakkan kaki di Kota Durham. Di tangan sang gadis terdapat secarik kertas yang telah ternoda oleh goresan tinta yang membentuk sebuah pola peta. Peta yang menjadi penunjuk arah ke vila di mana ia dan kedua saudara laki-lakinya akan tinggal terlihat terlalu detail untuk bisa dibilang 'ditulis secara mendadak oleh seorang amatir'. Bahkan Lumiere langsung merasa pusing dan berakhir ia berputar-putar mengelilingi kota kecil ini. Sebut saja Lumiere tersesat.

"Haah... Kakak bikin petanya terlalu detail." Lumiere bergumam seraya kembali memandangi secarik kertas tersebut yang mulai lusuh karena selalu ia pegang dengan cukup kuat

Sang gadis kembali menggerutu ketika kakinya mulai melangkah mengikuti arahan yang ditulis di dalam peta ini. Atensinya teralih saat terdengar suara kereta kuda yang tengah melaju dari arah masuk ke kota ini, serta teriakan sang kusir yang meneriaki seorang wanita paruh baya yang jatuh terduduk karena terkejut dengan teriakan tersebut.

"Minggir, bodoh! Ini kereta kuda Baron Rogue! Cepat minggir!"

Kurang lebih seperti itu isi teriakan yang didengar oleh Lumier. Wajah cantik Lumiere mendatar saat kereta kuda yang 'katanya' sedang membawa seorang Baron melintas begitu saja melewati wanita paruh baya tersebut. Rasa kemanusiaan menghampiri Lumiere, memberi perintah kepada sang gadis untuk bergegas menolong wanita paruh baya tersebut.

"Apakah Anda baik-baik saja? Apa ada yang terluka..."

Lumiere menghentikan ucapannya lantaran terkejut begitu melihat ekspresi apa yang dikeluarkan oleh wanita paruh baya tersebut. Kilatan mata penuh amarah yang menyertai kepergian kereta kuda berwarna hitam tersebut. Siapa pun akan tahu, wanita paruh baya ini memendam kebencian terhadap seseorang yang berada di dalam kereta kuda tersebut. Dan tentunya, rasa benci kepada sang Baron tampaknya menular kepada Lumiere. Mata biru secerah langit di siang hari melirik tajam kepergian kereta kuda tersebut yang keberadaannya semakin jauh dan nyaris saja menghilang dari sudut pandang.

"Apa Anda terluka? Mari saya bantu!" tawar Lumiere seraya membantu wanita paruh baya tersebut berdiri dari duduknya.

***

"Aku pulang!"

Lumiere sedikit berteriak hingga suaranya menggema ke seluruh penjuru vila besar yang akan ia masuki tersebut. Tak lama kemudian, muncullah dua orang pria yang tinggi badannya lebih unggul dari pria bersurai hitam. Mereka tampaknya sedang membersihkan perabotan vila ini. Vila besar yang baru saja mereka beli dan memutuskan pindah dari London ke Durham karena kebetulan Lumiere akan mengajar di Universitas Durham sebagai dosen matematika.

"Maaf terlambat Kak Lucius, Lucian. Jarang-jarang aku tersesat. Bersih-bersihnya sudah selesai?" tanya Lumiere kepada dua pria tersebut yang menyambut kedatangannya.

"Selamat datang Lumie," sapa Lucius memanggil sang adik dengan nama panggilan semasa kecilnya dan tersenyum hangat kepadanya, "Hampir selesai kok! Semua berkat Lucian!"

"Dari awal juga tidak terlalu kotor," timpal Lucian tenang. Kedua tangannya sedang membawa setumpuk buku yang sepertinya akan diletakkan di rak buku yang berada di ruang baca.

"Terima kasih, Lucian. Kak Lucius suka kebersihan," ledek Lumiere seraya tersenyum manis kepada sang adik yang merespon candaan sang gadis dengan hanya sebuah senyuman.

Bukannya tersinggung, Lucius malah terkesan tidak peduli dengan ledekan dari sang adik, "Beruntungnya aku membeli vila yang perabotannya lengkap dan juga bersih. Jadi kita tidak perlu bersusah payah membeli perabotan lain."

"Nah, ayo makan malam!" ajak Lucian seraya berjalan menuju ke dapur.

Bukannya mengekori kedua saudara laki-lakinya, atensi Lumiere malah tertuju pada seorang pria paruh baya yang kebetulan sedang melintas di depan vila bersama dengan gerobak yang diikatkan ke kuda.

"Selamat sore," sapa Lumiere kepada pria paruh baya tersebut seraya memberi senyuman ramahnya.

Sang pria paruh baya tersebut tampak menghentikan langkah kakinya lalu menoleh sedikit ke arah Lumiere yang masih berdiri di ambang pintu masuk vila, "Kami Keluarga Wysteria. Baru pindah ke sini hari ini."

"Oh salam kenal, Nona Bangsawan." Balas pria tersebut seraya kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke suatu tempat.

Lumiere sedikit terkejut melihat respon dingin yang dikeluarkan oleh pria paruh baya tersebut. Angin berhembus cukup kencang hingga menerbangkan surai coklat keemasannya dan mengiringi kepergian pria paruh baya tersebut. Seharusnya Lumiere tidak terkejut lagi dengan respon dingin rakyat jelata ketika disapa olehnya.

Lumiere hidup di era di mana Kerajaan Inggris di pimpin oleh Ratu Magdalena dan juga Pax Brittanica yang pernah terjadi di tahun 1815-an kembali diterapkan pada Era Joan di tahun 2390.

Pax Brittanica pada Era Joan sedikit berbeda dengan pada abad 18 dalam segi wilayah kekuasaan. Kerajaan Inggris secara ajaib memenangkan perang dunia ketiga, menyebabkannya hampir dari separuh dunia menjadi wilayah kekuasaannya. Selain itu, sistem kasta sosial kembali muncul ke permukaan bersamaan dengan munculnya Pax Brittanica.

Kasta sosial yang membuat manusia terbagi menjadi atas penguasa dan hamba. Yang unggul dan yang tak mampu. Si kuat dan si lemah. Si cerdas dan si bodoh. Yang berkelimpahan harta dan yang kekurangan harta. Bangsawan dan rakyat jelata. Tak ada sedikit pun simpati dari cara mereka yang menyandang status sebagai seorang bangsawan memandang satu sama lain.

Mereka seakan-akan merupakan manusia pilihan yang sempurna. Dipilih langsung oleh tuhan dan menjadikannya makhluk nomor 1 yang kehidupannya harus dilimpahi kemewahan dan juga harus berdampingan dengan sesama bangsawan. Kontradiksi dan konflik. Gesekan dan diskriminasi. Empat hal yang pernah terjadi 2000 tahun lalu, kembali terjadi pada era ini. Dan Lumiere sangat membenci sistem negara ini.

***

Suara kicau burung terdengar nyaring keesokan harinya. Sinar matahari mulai menyinari kota Durham yang mulai dipadati oleh aktivitas warganya. Begitu juga dengan Lumiere yang sedang berjalan menuju Universitas Durham untuk mengajar.

"Lihat. Nona bangsawan jalan kaki. Padahal ku kira kaki mereka cuma pajangan."

Atensi Lumiere teralih saat seorang pria paruh baya bersuara. Tampak terdengar seperti sedang meledeknya yang merupakan seorang gadis bangsawan.

"Kok Nona tak naik kereta kuda?"

"Mungkin dia bangsawan yang bangkrut. Makanya membeli rumah di kampung begini."

Raut wajah Lumiere terlihat menggelap saat para pria tua itu semakin banyak mengoceh, mencemooh dirinya yang seorang bangsawan.

"Katanya vila itu terjual murah karena lama tak terjual..."

BRAK!

"Selamat pagi! Namaku Lumiere Crowe Wysteria! Putri sulung sekaligus anak kedua Keluarga Earl Wysteria. Aku datang dari London karena sekolahku di sini! Salam kenal ya!"

Para pria tua tersebut nampaknya sedikit terkejut dengan tingkah ramah Lumiere yang tidak seperti bangsawan yang mereka tahu. Apalagi Lumiere adalah seorang anak perempuan. Yang dituntut harus bersikap anggun dan bermartabat.

“Earl? Dari London pula.”

“Kalau Earl, keluarga hebat dong? Yang berada di bawah Marquess dan setara dengan seorang Count!”

"Kami bukan keluarga bangkrut. Tapi zaman sekarang susah ditebak dan harus pandai-pandai memilah uang. Seperti kata kalian, kami membeli vila murah itu karena ingin berhemat."

Setelah mengucapkan itu, Lumiere mendekat ke salah satu dari pria tua yang ada di dekatnya itu untuk membisikkan sesuatu, "Ini rahasia keluarga kami ya. Kakakku bahkan menawar lebih murah lagi, lho! Padahal tanahnya seluas itu ditawar dengan harga semakin murah malah setuju. Sudah begitu, perabotannya juga sekalian!" Pria tua itu tampak berkeringat karena merasa canggung dengan sikap Lumiere yang di luar persepsi mereka tentang bangsawan.

"Eh? Wah... he—hebat ya..."

Salah satu pria tua yang memakai topi coklat usang bersuara, "Nona benar seorang bangsawan? Kok sepertinya sikap Anda berbeda dari yang kami tahu tentang bangsawan."

Lumiere tersenyum miring samar-samar. Saking samarnya, para pria tua itu sampai tidak menyadarinya.

“Pertanyaan yang bagus!”

"Apa iya? Yeah~ memang banyak bangsawan yang menganggap mereka adalah dewa. Tapi, kami dibesarkan tidak seperti itu," jawab Lumiere tanpa memudarkan senyuman hangatnya yang tampaknya membuat sekumpulan pria tua itu sedikit melunak kepadanya. Maksudnya, tidak bersikap dingin kepada Lumiere yang merupakan seorang bangsawan.

Lumiere diam-diam mengambil jam saku yang ia simpan dengan rapih dibalik jas khusus yang ia kenakan. Ngomong-ngomong, Lumiere saat ini mengenakan setelan kerja laki-laki namun dalam versi perempuannya. Ini sedikit membedakan antara Era Magdalena dengan Era Joan ataupun Era Victoria. Di mana, para perempuan bangsawan dibebaskan memilih pekerjaan mereka serta cara berpakaian.

Gaun-gaun mewah bagi para wanita yang memilih bekerja hanya mereka kenakan saat menghadiri sebuah pesta. Dan juga, tidak ada norma sosial yang membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan.

"Tidak terasa, sudah jam segini!" ujar Lumiere yang cukup terkejut dengan waktu yang ditunjukkan oleh jam saku miliknya.

"Kalau sekolah di sini... berarti Universitas Durham?" tanya seorang pria tua yang bersurai coklat terang yang hampir mirip dengan rambut Lumiere.

Pria tua tersebut membalik tubuhnya menghadap seorang pria paruh baya yang sedang meminum bir kemudian berujar, "Bos, antarkan dia! Kalian satu arah bukan?"

***

Suara bel pertanda jam mata pelajaran akan segera dimulai mulai terdengar di sekitar bangunan tua yang diketahui sebagai Universitas Durham, universitas tertua ketiga di Inggris sekaligus termasuk dari 3 universitas terbaik di kerajaan ini.

Sebuah gerobak yang ditarik oleh seekor kuda tampak melaju dengan tempo sedang menghampiri bangunan tua tersebut. Gerobak tersebut dinaiki oleh seorang gadis cantik bersurai coklat keemasan. Gerobak tersebut berhenti tepat di depan gerbang bangunan tua yang ramai dipenuhi oleh para siswa.

"Pagi, Profesor! Anda tersesat lagi? Hari ini keretanya keren!"

Suara bariton seorang siswa menginterupsi kedatangan Lumiere. Sang Gadis tersenyum jenaka menanggapi sapaan yang diselipkan candaan yang dilontarkan oleh anak didiknya.

"Pagi juga, Vincent! Kamu baru datang juga, ya?" balas Lumiere seraya bersiap untuk turun dari gerobak tersebut.

Pria paruh baya yang mengendarai kuda penarik gerobak ini mengernyit heran begitu mendengar percakapan kedua bangsawan ini. Diam-diam ia mencuri pandang pada Lumiere yang sudah turun dari gerobak ini.

"Julukannya terdengar seperti dibuat-buat, ya."

Pria paru baya tersebut tersentak terkejut ketika ia asyik mencuri pandang Lumiere —bermaksud mengamati penampilan sang gadis yang dipanggil profesor tersebut— mendadak sang gadis bersuara.

"Tapi itu serius, kok." Lumiere menatap pria paruh baya tersebut dengan ekspresi wajah yang menghangat dan tidak lupa dibubuhi oleh sebuah senyuman yang sama hangatnya, "Aku profesor matematika di sini."

"Profesor Wysteria, para siswa sudah menunggu Anda!"

Teriakan dari seorang pria tua menginterupsi percakapan di antara mereka berdua. Dengan terburu-buru Lumiere memasuki universitas. Sedangkan pria paruh baya tersebut tampak tercengang dan sedikit tidak percaya dengan fakta yang baru saja ia terima.

"Permisi dulu ya. Terima kasih sudah mengantarku, Pak Hendrik!"

Pria paruh baya yang dipanggil Pak Hendrik barusan kembali tersentak karena terlalu asyik menyelami pikirannya. Ia kembali menatap kepergian Lumiere yang telah menghilang, berbaur dengan para siswa.

“Profesor Wysteria Anda baru pindah, bukan? Apakah saya boleh berkunjung?”

“Oh tentu, silahkan. Kebetulan kakak saya belum kembali ke London untuk kembali berdinas.”

Samar-samar Pak Hendrik mendengar percakapan yang sepertinya dibangun oleh Lumiere dan salah satu guru di universitas ini.

"Pikiranku seperti terbaca olehnya saja. Benar-benar orang yang aneh dan langka. Penampilannya seperti seorang murid, atau bahkan umurnya malah seusia dengan para muridnya?" gumam Pak Hendrik seraya melajukan kembali kuda yang menyeret gerobak miliknya.

Wajah Pak Hendrik tiba-tiba mengeras dan terlihat tercengang saat ia baru saja menyadari sesuatu. Bagaimana bisa Nona Bangsawan itu tahu namanya?

***


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status