The 1st Rank Cursed Act 5
Dor!
Suara letusan senjata api terdengar nyaring karena sunyinya keadaan di sekitar mereka. Air wajah Albert menunjukkan emosi yang campur aduk. Dadanya naik turun, hembus nafas terlihat memburu hanya karena menembakkan satu peluru ke arah gadis cantik bersurai coklat madu.
Mata hijau milik Albert kembali membulat begitu menyadari peluru yang ia tembakkan berakhir sia-sia. Lumiere berhasil menghindari peluru tersebut cukup gesit. Seakan-akan ia sudah memprediksi serangan tersebut.
“Wah... wah ...” ujar Lumiere kembali menegakkan tubuhnya setelah membungkuk bak pemain film aksi hanya untuk menghindari tembakan, “Agresif juga ya? Sepertinya Vincent harus berterima kasih pada dosen favoritnya ini.”
Tanpa bicara lagi, Albert kembali menembakkan pelurunya pada Lumiere. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali hingga hal tersebut cukup membuat putri sulung Kelu
“Peter ...”“Kau sudah memanggilku beberapa kali sih, Sebastian!”Sebastian hanya tersenyum canggung dengan tangan kanan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Dirinya hanya ingin kembali memastikan bahwa keputusan Peter untuk pergi Durham.“Kau benar-benar akan pergi ke Durham?” tanya Sebastian mengambil duduk di depan Peter yang mendengus kesal.“Memangnya aku naik kereta ini untuk tidak pergi ke Durham!? Terkadang kau terlalu berhati-hati pada apa pun.” Jawab Peter menatap kesal Sebastian yang merengut.“Tidak ada salahnya kan untuk selalu berhati-hati?” desis Sebastian.Peter hanya terdiam. Tak berniat menjawab sedikit pun ucapan temannya tersebut. Si Rambut kelabu ini kembali memandangi pemandangannya di balik jendela, mengabaikan sang Teman yang sibuk memperhatikannya.Perjalanan terbilang masih panjang lantaran kereta uap yang mereka tumpangi belum sepenuhnya ber
“Bagaimana dengan kencan sore harimu dengan Lady Wysteria, Peter Compbell?” tanya Sebastian saat Peter muncul dari balik pintu kamar penginapan.“Kencan apanya. Aku hanya minum teh dengannya sambil membicarakan kasus penemuan mayat di Universitas,” jawab Peter yang membuat Sebastian tertawa garing.“Seperti yang diduga dari seorang Peter Compbell Spade,” ledek Sebastian yang membuat Peter mendelik kesal padanya, “Oh? Mayat? Apakah itu berhubungan dengan tewasnya salah satu dosen dan satu murid bangsawan itu,ya?”Peter mengangguk kemudian lekas merebahkan tubuhnya ke kasur setelah menggantung long coat yang ia gunakan, “Iya... Lady Rovein terbukti mendapatkan dukungan dari para dosen bangsawan yang membuatnya terus berada di Peringkat Pertama. Dan ketika ada mahasiswa atau pun mahasiswi yang berusaha untuk menduduki Peringkat Pertama, mereka pasti akan disingkirkan bagaimana pun cara
Angin malam berembus cukup kencang menerjang apa pun yang masih berada di luar. Mengantarkan hawa dingin yang menusuk kulit hingga menembus tulang. Namun anehnya, aktivitas di Kota Durham masih tetap berjalan bagaikan di siang hari walaupun angin yang dingin itu berembus cukup kencang.Deretan pub yang berada di jalanan utama kota kecil ini mulai terisi penuh oleh para manusia yang ingin menikmati kesenangan dunia sekaligus mengistirahatkan pikirannya sejenak setelah lelah bekerja di siang hari.Termasuk Peter yang saat ini sedang duduk di salah satu kursi pub dengan segelas minuman beralkohol di hadapannya. Seorang diri, tanpa ditemani oleh Sebastian yang entah sedang pergi ke mana.“Fuhah!” desis Peter saat menghabiskan minuman beralkohol yang ia pesan dalam sekali teguk. Gelas besar itu kini telah tandas isinya.“Bangsawan kriminal saat ini sedang melakukan apa, ya? Mengintai musuh? Ah! Apa yang sedang kupikirkan!? Kenapa pikiranku ka
The Mask Rabbit Murderers Act 3.Peter bergeming, matanya terus terpaku pada sesosok mayat remaja perempuan yang terbungkus oleh kain cokelat lusuh. Hiruk pikuk keramaian yang mengerumuni mayat tersebut tampaknya tidak mengganggu konsentrasi pria berparas tampan tersebut. Dia sibuk mengunci mulutnya sendiri, meneliti setiap inci tubuh yang tertutupi oleh kain cokelat seakan-akan sedang memindai bekas-bekas luka.Tidak ada yang berani membuka suara dan mengajak pria itu berbicara. Bahkan Sebastian yang sedari tadi memiliki banyak hipotesis tentang mayat tersebut, enggan mengutarakannya. Takut konsentrasi teman satu kamarnya tersebut terganggu.“Sebastian, apa yang kau pikirkan tentang mayat ini,” Peter membuka suara untuk pertama kalinya setelah belasan menit terdiam dan hanya menganalisis.Sebastian terkesiap sejenak, merasa terkejut dengan Peter yang tiba-tiba saja bersuara. Pria berhidung mancung itu kemudia
Peter mendesah pelan, membiarkan asap rokok berembus dari mulutnya. Wajah tampannya terlihat lelah, dengan kantung mata yang menghitam. Pria itu kemudian memainkan puntung rokoknya. Merasa suntuk karena pikirannya yang mendadak kusut karena kasus semalam.Matanya kemudian bergulir untuk menatap beberapa bundel dokumen dari Sebastian yang berisikan tentang hasil penyelidikan temannya tersebut terhadap kasus ini. Decakan penuh kekesalan kemudian terdengar dari mulutnya yang kembali menghisap batang rokok tersebut. Asap putih kembali mengepul, sang pria kemudian mematikan sumbu api pada rokoknya tersebut ketika dirasa sudah cukup.“Pertanyaannya adalah, alasan kenapa Count Amber menyewa jasa Mask Rabbit adalah ... apa?” gumam Peter seraya mendongakkan wajahnya hanya untuk menatap langit yang dihiasi gumpalan awan putih yang terlihat seperti permen kapas tersebut. “Jika hanya karena pembatalan pertunangan, kenapa dia harus melakukan hal s
Seorang pria tampak sedang terikat di sebuah kursi. Mulutnya pun telah disumpal oleh kain lusuh, membuatnya tak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Berteriak sekencang mungkin pun tidak akan terdengar hingga ke luar ruangan gelap nan sempit ini.Matanya melotot takut, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang tampak gelap tanpa pencahayaan. Bahkan sinar rembulan pun tidak mampu menelusup secara penuh dari sela-sela jendela. Keringat dingin tampaknya membanjiri tubuh pria berbadan kekar tersebut. Dia terlihat ketakutan, gemetar seperti seekor kelinci yang terjebak di dalam sarang serigala. Suasana di sekitarnya benar-benar hening, hanya terdengar suara jeritan tak berguna dari mulutnya sendiri.Hingga akhirnya, semua penderitaan akibat berada di ruangan sempit, gelap, dan sunyi itu kemudian berakhir ketika, secercah cahaya, yang disebabkan oleh pintu ruangan ini terbuka lebar, akhinya mampu menerangi sebagian dari ruangan tersebut. Menganta
Sudut bibir Peter berkedut. Pikirannya mendadak kusut, berusaha dengan keras mengelak apa yang baru saja ia lihat hari ini.Kerumunan di sekitarnya bahkan tidak mengusik pemikirannya yang kusut. Semua bisik-bisik yang mengatakan jika pelaku dari pembunuhan tersebut benar-benar sangat keji, tidak beradab, dan terkesan seperti seseorang dari suku bar-barian.Pagi ini, sudut Kota Durham digegerkan dengan penemuan sesosok mayat seorang bangsawan Kota London. Jasadnya terlihat menyedihkan. Tangan dan kakinya patah, bahkan tulangnya mencuat keluar dari balik kulit, gumpalan daging pun berceceran di sekitarnya. Lehernya pun ikut dipatahkan hingga membuat wajahnya terbalik. .Dan yang paling membuat Peter kaget adalah, identitas dari mayat tersebut adalah Count Amber. Seorang bangsawan yang menjadi pelaku utama dari kasus ‘Pembunuhan Berantai Mask Rabbit’ yang sedang ia tangani.Namun, apa ini? Kenapa ia menemukan Count Amber tak bern
Senyum Sumringah tidak bisa disembunyikan lagi dari bibir tebal Peter dan juga Sebastian. Keduanya hampir saja bersorak-sorai sembari melemparkan kertas-kertas yang sedang mereka pegang ke udara, jika tidak mengingat bahwa pemilik rumah sewa di London ini akan marah jika membuat kebisingan.Alhasil, keduanya hanya bisa memekik. Bahkan Peter sampai sanggup mengeluarkan sumpah serapahnya terhadap orang-orang yang berhasil masuk ke dalam daftar pencariannya tersebut.“Guild Yancheon ... sebuah nama dari negara timur, bukan?” Sebastian mengeja nama guild yang merupakan penyedia jasa Mask Rabbit tersebut, “Aku tidak pernah menyangka jika mereka akan menggunakan nama Angel’s Baby sebagai nama grup pembunuh bayaran mereka. Pantas saja mereka tidak terlacak dan juga tidak dicurigai.”“Aku justru kagum dengan jaringan informasi Bangsawan Kriminal,” celetuk Peter seraya memperhatikan salah satu bundel dokumen yang