Share

Pantai

Tidak lama kemudian Erina pun kembali ke apartemennya. Ia melangkah gontai menapaki satu demi satu anak tangga menuju kamarnya berada. Lift yang biasa digunakan mendadak tidak bisa dipakai. Mau tidak mau ia pun harus menggunakan tangga darurat. Dengan kepala menunduk ia pun mencapai pintu masuk.

Cklekk!!

Pintu terbuka, ia pun bergegas melangkah memasukinya.

"Assalamu'alaikum." Salamnya lemah.

"Wa'alaikumsalam, dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Dimas menyambut kedatangannya.

Erina tersenyum seraya melepaskan sepatunya lalu melirik ke arahnya sekilas. "Aku habis mengantar Rahel."

"Ke mana?"

"Emm, tadi dia membeli pakaian dan aku mengantarnya ke toko yang lumayan jauh dari sini. Maaf, aku tidak menyiapkan makan malam. Kalau begitu aku pergi mandi dulu." Setelah mengatakan itu, Erina pun pergi dari hadapannya.

Dimas terdiam di tempatnya. Ia tahu jika sang istri tahu habis menangis. Jejak air mata masih terlihat jelas dikekedua pipinya. Entah apa yang Erina sembunyikan, hal itu membuat Dimas tidak nyaman. Namun, ia merasakan firasat.

"Aku tahu apa yang sedang dia pikirkan. Maaf, Erina." Gumamnya menyesal.

35 menit berlalu, Eina telah selesai dengan rutinitasnya dan kini tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ruangan gelap hanya ada cahaya bulan merembes masuk melalui celah jendela kamar. Ia pun menghadap samping kanan melihat potret kedua orang tuanya dalam figura kecil di nakas. Entah kenapa tiba-tiba saja rasa rindu menyeruak dalam dada. Ia kembali menangis. Mesikpun sudah ada orang yang menanggung dirinya, tapi tetap saja ia tidak bisa menceritakan hal perasaan itu padanya.

Erina merasa hubungan mereka masih belum bisa dikatakan dekat. Kecanggungan masih tercipta kala mereka bersama.

Tanpa ia sadari sang suami sedari tadi berada di ambang pintu kamarnya. Dimas mendengar dengan jelas isakan tangis memilukan istrinya. Ia pun perlahan berjalan mendekati tempat tidur Erina lalu berbaring di sampingnya seraya memeluknya dari belakang.

Seketika Erina pun tersentak dibuatnya. Tubuhnya tiba-tiba saja beku tidak bisa digerakan. Perlakuan sang suami membuatnya bungkam. Apalagi sekarang ia berada begitu dekat dengan sosoknya.

Namun, ia tidak bisa menahan kesedihannya. Air mata itu terus bercururan tanpa bisa dicegah.

"Ma....af " bisik Erina.

Dimas pun mengeratkan pelukannya mencoba menenangkan sang istri. Ia tahu sekarang Erina tengah merindukan orang tuanya. Ia juga merasakan perasaan itu. Karena mereka sama-sama sudah tak memiliki ayah atau pun ibu.

"Tidak, seharusnya aku yang minta maaf. Maafkan aku karena tidak mengetahui apa yang kamu rasakan. Kamu merindukan mereka bukan?" jawab Dimas lalu membalikan sang istri untuk menghadapnya.

Kini ia bisa melihat dengan jelas air mata itu berjatuhan. Tangannya terulur menghapus jejak kepedihan di sana dan berakhir menangkup kedua pipi gembilnya.

"Maaf, aku sudah membuatmu meneteskan air mata lagi. Padahal tepat di hari pernikahan kita, aku berjanji tidak akan membuatmu menangis. Maafkan aku" kata-kata yang keluar dari mulut suaminya sarat akan penyesalan.

Erina pun membalas tangan kekar itu yang masih bertengger di pipinya. Memegangnya erat seolah tidak ingin dilepaskan. "Tidak. Kamu tidak bersalah. Aku hanya merindukan ayah dan ibu saja. Maaf, sudah membuatmu menyalahkan dirimu sendiri"

Bruhh!!

Bukan jawaban yang didapatkannya, melainkan Dimas kembali memeluknya erat. Seketika matanya terbelalak dengan perlakuan tiba-tiba suaminya. Ia juga merasakan elusan lembut dipucnak kepalanya.

Tangisan kembali pecah membasahi baju tidur sang suami, ia mencengkramnya kuat menumpahkan semua perasaannya.

"Ternyata aku benar-benar telah jauh cinta padanya." Batin Erina sadar.

Malam itu, ketika bulan memancarkan cahaya terangnya pasangan suami istri tersebut saling mendekap satu sama lain. Menangkan perasaan masing-masing mencoba mehilangkan rasa sakit.

Hingga dipertengahan malam keduanya pun menggelar sajadah bersama lalu bermunajat pada Sang Pemilik Cinta. Berharap akan ada kebaikan menyertai bagi hubungan mereka.

***

Di tempat lain seorang pemuda berambut hitam rapih tengah berbincang bersama seorang gadis di apartemennya. Sejak sepulang sekolah gadis itu tak henti-hentinya bertanya mengenai tempat tinggal siswa berprestasi tersebut. Sudah jelas jika gadis itu masih menginginkannya, tanpa tahu hal yang sebenarnya telah terjadi.

"Ayolah Ilham aku hanya ingin tahu di mana Dimas tinggal sekarang" rengek Reina pada Ilham yang tengah duduk menikmati secangkir kopi.

Pemuda itu memutar bola matanya, jengah. "Aku tidak tahu, sudahlah Reina kenapa juga kamu menanyakan tempat tinggalnya? Kalian sudah besar dan tahu hubungan sebelum pernikahan itu tidak dibenarkan." Ujarnya sedikit menasehati.

"Aku hanya ingin tahu saja. Kata tante Akira, Dimas sudah tidak tinggal bersamanya lagi. Aku penasaran jadi bertanya padamu. Karena mereka tidak memberitahukannya padaku. Dan lagi aku tahu perkataanmu yang terakhir. Jadi, tidak usah menasehatiku." Jelas Reina lalu mengerucutkan bibirnya.

"Jika aku memberikan keadaan yang sebenarnya, pasti kamu tidak percaya. Hah~ bodohnya, diakan tinggal disebalahku. Dan lagi jika dia tahu mengenai hal yang dilarang kenapa masih nekad menanyakannya? Hah~ aku tidak mengerti gadis ini." Monolog Ilham dalam diamnya.

"Lebih baik sekarang kamu pulang saja dan tanyakan sendiri besok padanya." Itulah ucapan terakhir Ilham yang diberikan.

Ia pun bergegas menyuruhnya pulang. Mau tidak mau Rerina pun keluar dari kediaman Ilham. Seolah mendapatkan firasat ia pun menatap pintu kamar 202 yang berada di sebelahnya, setelah itu ia pun acuh tak acuh dan berlalu dari sana.

***

Akhirnya hari keberangkatan study tour pun tiba. Ada 6 bus yang siap mengantar keberangkatan mereka. Semangat membara kala hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Kegaduhan tercipta kala semuanya tidak sabar untuk segera berangkat.

Satu persatu siswa pun mulai masuk ke dalam bus. Tidak lama berselang kendaaraan besar tersebut melaju. Selama dalam perjalanan menuju Nusa Tenggara Timur mereka bercanda gurai bersama teman duduknya.

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya rombongan Jakarta High School tiba di tempat tujuan. Gemuruh ombak samar-samar terdengar, aroma pantai mulai tercium membuat tatapan mereka langsung tertuju ke satu titik, laut.

"Yeeyyy kita sampai."

"Hore"

"Yeeeaaahhhhh"

Itulah beberapa ucapa kegembiaraan dari mereka.

Bus pun berhenti tepat di depan hotel. Satu persatu murid turun lalu berkumpul mendengarkan pengarahan dari guru. Semangat mereka bertambah tat kala laut kini sudah di depan mata.

"Baiklah sekarng kita sudah tiba di tempat tujuan. Bapak harap, kita bisa menjaga sikap, prilaku dan tidak merusak pemandangan indah ini. Dan satu lagi jangan membuang sampah sembarangan, kalau begitu kita lanjut pada kegiatan selanjutnya" jelas Pak Geri.

Semua murid mengangguk mengiyakan. Setelah pengarahan itu berakhir kini mereka mengikuti para guru yang menjadi pembimbing kelas masing-masing untuk mengunjungi berbagai tempat yang ada disana. Kegiatan tersebut dilakukan bukan semata-mata untuk liburan saja melainkan refreshing sembari belajar.

Setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok membagi tugas kepada masing-masing siswa untuk bertanya kepada narasumber di tempat tersebut yang mereka kunjungi untuk mengetahui usaha yang dikunjunginya.

Kebetulan, kini kelas Dimas berkesempatan mengunjungi sentral aksesoris hasil laut. Para siswi terlihat senang saat melihat hasil para pengraji. Mulai dari gelang, kalung, bross dan berbagai aksesoris lainnya.

Tidak sengaja mata kecoklatan Dimas menangkap gelang couple yang terbuat dari kerang-kerang kecil terpajang di depan toko. Tatapannya tak lepas dari gelang tersebut seolah ingin memilikinya.

"Nah, gelang ini cocok sekali untuk pasangan. Lihat kerang berwarna lavender ini berpadu dengan warna jingga terlihat memesona. Seperti senja disore hari" ucap si pengrajin menjelaskan hasil karyanya.

"Apa boleh kami mencobanya?" tanya salah satu siswi.

"Tentu, silakan." Si pengrajin pun melepaskannya dari gantungan lalu memberikannya pada mereka.

Dalam diam Dimas mengamati gelang tersebut. Seulas senyum pun bertengger diwajah tampannya. "Gelang ini bagus sekali. Apa Erina juga suka gelang seperti ini?" Batinnya kemudian.

"Dimas, kamu pasti akan membelinya untuk akukan?" tiba-tiba saja suara Reina mengejutkannya. Dimas pun kelabakan dibuatnya dan buru-buru menyimpan kembali gelang itu di tempatnya, "tidak, aku hanya melihat saja" jawabnya acuh lalu berlalu dari sana.

Merasa tidak di perhatikan Reina pun mengerucutkan bibirnya. Ia pun mengikuti ke mana Dimas pergi mencoba mencari perhatiannya. Namun setelah beberapa menit berlalu, setelah Reina berpisah darinya, diam-diam Dimas kembali ke toko tersebut dan membawa gelang tadi untuk di belinya tanpa sepengetahuan siapa pun.

Setiap murid melakukan tugas dengan baik. Karena itu adalah kegiatan terakhir sebelum mereka semakin sibuk menghadapi berbagai ujian yang akan dating. Mereka menikmati dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.

"Hah~ Rahel aku lelah" rengek Erina seraya menyimpan dagunya di bahu kanan sang sahabat.

"Kamu ini manja sekali. Lepaskan aku bukan suamimu." Sora pun mendorong paksa kepalanya untuk menjauh.

Erina jadi teringat akan suaminya. Sudah 3 jam ini ia belum melihat di mana sosoknya berada. Ia pun menoleh ke segala arah, tapi hasilnya sama saja. Dimas tidak ada di mana pun.

"Ke mana dia pergi?" batinnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status