Helena terisak saat mendengar jika putranya menangis meraung memanggil sang ayah, namun Helena tak tahu jika William mantan suaminya itu ada di sekolah Jovian dengan anaknya. Jovian tidak membuka mulut untuk bercerita atau berbicara mengenai kejadian hari ayah itu, Jovian selalu murung jika hal itu di ungkit lagi dan Helena tak ingin senyuman manis itu hilang.
"Mama pergi bekerja Jovian-nie, jangan membuka pintu jika ada seseorang yang tidak dikenal datang okay?"
Hari ini Helena harus bekerja keras untuk menanam hingga mengangkut karung-karung hasil di ladang Kris, Helena masih bersyukur karena Kris selalu memberikan sayuran hingga buah-buahan segar untuknya dan Jovian tidak kekurangan nutrisi karena itu. Namun hari ini berbeda, Helena harus bekerja sampai sore dan meninggalkan Jovian di rumah, sedikit menghawatirkan memang tapi Jovian bersikukuh jika semuanya akan baik-baik saja.
"Baik ma, mama jangan terlalu lelah disana." Ucap Jovian membuat Helena tersenyum lembut, putranya memang pengertian.
"Iya sayang, hati-hati dirumah!"
Jovian melambaikan tangannya pada sang ibu yang mengayuh sepeda pemberian paman Kris dengan perlahan, punggung ringkih namun kokoh ibunya adalah hal yang terakhir kali dia lihat sampai di belokan sang ibu pun tak terlihat lagi, usia nya belum mampu untuk bekerja bahkan walaupun mampu pasti tidak akan ada yang mau menerimanya.
"Aku sayang Mama.."
-------------
"Lempar bolanya Sean!"
Di teriknya sinar matahari tak membuat sebagian anak-anak laki-laki yang sedang bermain bola basket berhenti, Sean terus mendribble bola basket itu hingga akhirnya ia lemparkan pada ring dan masuk! Sorakan siswi-siswi di pinggir lapangan pun membuat tim basket Sean semakin semangat. Gadis-gadis cantik hingga laki-laki manis pun berkumpul untuk mendukung idolanya, Sean laki-laki tampan disekolah itu bahkan terkenal hingga ke sekolah lain.
Sifat dingin dan pendiam nya membuat para siswi semakin gila menghayal jika Sean adalah orang yang romantis jika mereka luluh kan hatinya, terlalu banyak membaca fiksi-fiksi romantis dan tak menilai hingga ke akar. Sean tidak akan mengelak jika dia memang populer, bahkan sangat populer dan Sean tidak bangga akan itu.
Yang Sean inginkan hanyalah Jovian-nya kembali, adik menggemaskan nya."SEAN!"
Teriakan memekakkan telinga itu sangat memuakkan, mereka selalu mendekatinya karena rupa dan nama keluarga. Sean tidak suka itu.
"Bro? You okay?" Tanya Matthew pada Sean yang terdiam melamun.
"Hmmm."
"Selalu dingin." Cibir Matthew.
"Pulang sekolah kita akan ke game center, kau ikut?" Tanya Matthew.
"Ya." Jawab Sean membuat Matthew mendengus dan yang lain tertawa.
Sean memang selalu seperti ini."Bagaimana kabar Sean di sana?"
"Tuan muda baik, dan dia sedang berada di game center dengan teman-temannya."
"Kau sudah menemukan Jovian dan Helena?"
"Maaf tuan, di sekitar sekolah dasar itu tidak ada rumah yang pemiliknya bernama Helena."
William memijat keningnya, kepalanya sangat pening rasanya dia ingin berteriak pada siapapun yang ada di hadapannya jika saja dia tidak waras. Helena dan Jovian belum ditemukan alamatnya dan istrinya selalu saja menghamburkan uangnya. Bukan masalah uang bagi William, tetapi tanggung jawab sebagai seorang istri, Joe tidak merasa jika dia memiliki tanggung jawab sama sekali, pergi shopping, ke restoran mewah dengan teman-temannya bahkan liburan di pulau pribadinya meninggalkan Sean di rumah.
"Apa jadwal ku setelah ini?"
"Bertemu Mr. Steve direktur."
"Siapkan mobil."
Sudah berada lama William tersiksa karena mementingkan egonya? Tidak akan ada yang selesai jika ego masih di atas, William melupakan itu.
Diperjalanan pun terasa sangat hening, cuaca memang agak buruk sering terjadi badai. William sangat lelah dan rasanya ingin menyerah membawa Helena ke pelukannya namun lagi-lagi egonya yang lebih mendominasi.
Mata William terpejam menahan pening di kepalanya dan melihat ke luar jendela mobil untuk menghirup udara segar, namun netranya melihat seseorang yang begitu ia kenal, seseorang yang di rindukannya, seseorang yang dicintainya. Helena sedang mengangkat karung berisi sayuran dan bajunya sangat berbeda dengan saat masih menjadi istrinya. Helena baik-baik saja? Apa aku boleh memeluknya sekali lagi saja?
"Berhenti!"
Sopir yang terkejut pun langsung menginjak pedal rem hingga ban mobil berdecit beradu dengan aspal. Melihat sang tuan yang tergesa-gesa membuka pintu dan hendak berlari namun terhenti saat William menatap mantan majikannya yang sedang di peluk pria tinggi. Ini tidak bagus, Geo tahu jika nyonya Helena tidak akan berbuat hal sehina itu, Geo tahu jika Helena sangat mencintai William bahkan disaat suaminya sendiri mengkhianatinya, selama 7 tahun menjadi sopir pribadi di keluarga William Geo tahu jika mantan nyonya nya itu masih mencintai mantan suaminya.
"Tuan, mungkin dia--"
"Lanjutkan perjalanan!"
"Tuan--"
"Tutup mulutmu!"
Merasa jika keselamatannya terancam membuat Geo hanya bisa pasrah dan terdiam, dia masih ingin menikah dan menikmati masa tuanya dengan wanita impiannya bukan menjadi penghuni kuburan. Sambil melirik ke arah kaca yang memperlihatkan sang tuan yang sedang menahan amarahnya, Geo yakin jika saat ini William sedang mengepalkan tangannya kuat.
William membuang nafas kasar, mendengus dan tersenyum miring saat mengingat mantan istrinya tersenyum pada pria yang memeluknya. Jadi sudah ada penggantinya? Apa dia lebih kaya daripada dirinya? Pantas saja tidak meminta pesangon saat perceraian, ternyata sudah memiliki simpanan. Dan Jovian? William harap putranya baik-baik saja dengan ibu jalang nya.
"Sialan!"
Kris dan Helena tertawa terbahak-bahak saat melihat ekspresi wajah Aldrich yang menurutnya sangat konyol. Kris bersyukur memiliki teman seperti mereka. Ketika dia terpuruk karena di buang oleh keluarga, ada pekerja yang siap membantu usahanya hingga berhasil seperti saat ini, dan tuhan menghadiahkan teman-teman seperti mereka adalah anugerah terindah bagi Kris dan Kris mengharapkan anugerah Tuhan untuk dirinya dan seseorang yang tidak mencintainya.
"Helena," panggil Kris
Helena menoleh pada Kris dengan senyuman manis nya, ah tak heran mengapa Jovian memiliki senyuman yang sangat manis ternyata itu jadilah dari sang ibu.
"Maaf tadi aku memelukmu, hehe?" Ucap Kris kikuk membuat Helena terkekeh geli.
"Aku mengerti, sabar tidak memiliki batas namun manusia terlalu lemah menyimpan sendirian jadi jangan sungkan untuk bercerita ataupun menangis padaku, kau sudah seperti adikku." Ucap Helena membuat Kris tersenyum kecut, dia hanya di anggap adik oleh Helena.
"Ya, aku bersyukur memiliki teman yang sudah seperti kakak ku sendiri, terimakasih Helena."
Hanya sebatas adik? Apa tidak ada kesempatan? Apa Helena masih mencintai mantan suaminya? Opsi ke tiga sudah dipastikan benar, tapi apakah Helena tidak mencoba untuk membuka hatinya?
"Sama-sama adik kecil!"
"Sean, aku menyukai mu!"Sorakan siswa-siswi yang menonton Jesica yang sedang menyodorkan sepucuk surat berwarna pink lengkap dengan pita cantik. Jesica sudah menyimpan perasaannya pada Sean saat upacara orientasi siswa, pemuda tampan dan seksi yang sangat cerdas dan idaman para gadis-gadis cantik di sekolahnya maupun sekolah lain, namun Jesica tidak pesimis Jesica yakin jika perasaanya akan diterima oleh Sean."Terima! Terima!""Ambil suratnya dan terima!!"Teriakan dukungan dari teman-teman Jesica membuat Sean risih bukan main, Sean sangat benci menjadi pusat perhatian, apalagi dalam hal seperti ini. Sangat menggelikan."Hmm--" Gumaman Sean terpotong oleh teriakan fans Jesica."Horeee!!!"Sean terbelalak tak percaya, dia belum selesai bicara sialan! Kenapa fans wanita ini sangat menyebalkan? Tapi, mungkin tidak buruk juga jika memiliki mainan? Jika bosan dengan kegiatannya Sean bisa bermain dengan Jesica, lalu saat Sean sudah tidak b
Disebuah ruangan temaram itu terdapat Jovian dan Helena yang sedang saling memeluk satu sama lain, kepala Jovian bersandar di pundak sang ibu dengan tangan dan kakinya melingkar erat di pinggang Helena dan Helena yang menikmati momen seperti ini. Jovian bercerita jika dirinya akan pergi ke Korea Selatan untuk lomba lari disana dengan teman-temannya, Helena sangat bangga dengan itu tetapi tak dipungkiri jika Helena sangat khawatir."Nanti Mama jaga rumah oke? Nanti Mr . Albert akan mengirimkan video Jonvan-nie dan teman-teman!" Ucap Jovian ceria."Apa yakin Mama tidak perlu ikut?" Tanya Helena khawatir dan dijawab dengan gelengan kepala Jovian."No Mama! Lucas, Baixian dan Ace juga tidak diantar dan hanya didampingi oleh Mr. Albert dan Mrs. Erika saja." Jelas Jovia membuat rasa khawatir Helena sedikit berkurang.Albert dan Erika, Helena mengetahui kedua orang tersebut mereka adalah adik tingkatnya dulu yang bahkan satu fakultas dengannya hanya saja Helena tida
"Tolong jaga Jovian.""Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak."Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun."Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada JovianJovian mengangguk," Iya Ma!"Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap pun
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian
"Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik