Share

10

Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.

Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus. 

"Jovian, angkat karung berisi timun itu." 

"Baik paman."

Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang bersangkutan. Paman Kris bilang pekerjaan di Rusia harus selesai sebelum keberangkatannya ke China, ditambah Helena sakit dan tidak bisa ikut bekerja.

"Jovian ambil yang ringan, jangan yang berat!" Ucap Kris memperingati bocah manis itu.

"Aku kuat paman!" Ucap Jovian dengan senyuman manis nya.

"Bukan karena kau kuat Jovian! Apapun itu ada porsinya!" Ucap Kris tegas, dia tidak tega melihat bocah manis itu bekerja dengan keras.

"Letakkan karung itu dan ambil yang ringan." Tambah nya lagi.

Jovian yang mendengar nada tidak bisa dibantah pun mengikuti perintah Kris dengan meletakkan karung berat itu dan mengganti nya dengan karung yang ringan membuat Kris tersenyum.

"Terimakasih paman." Ucap Jovian dan Kris tersenyum.

Hari ini Jovian ikut ke kota dengan mobil bak terbuka milik Kris menggantikan ibunya, Jovian sangat bersemangat karena dia bisa melihat mobil-mobil dan gedung-gedung tinggi dengan gratis, anggap saja sebagai liburan.

"Jovian tidak sekolah?" Ucap Lily salah satu pekerja disana.

"Tidak Lily, Jovian libur." Jawab Jovian ceria, Lily pun terkekeh melihat Jovian yang menggemaskan, bocah laki-laki manis yang dia izinkan untuk memanggil namanya. Menurutnya itu sangat manis.

"Baiklah nikmati hari mu Jovian."

"Lily juga harus menikmati hari mu." Ujar Jovian.

_______

Sesampainya di kota pun Jovian berbinar bahagia saat netranya melihat gedung-gedung tinggi dan mewah itu, apa perusahaan ini sama seperti perusahaan Papa? Itu sangat besar. Dulu Jovian selalu mengunjungi perusahaan Papa saat sekolahnya dibubarkan, bermain di taman luas dan asri dengan kucing liar di belakang bangunan besar milik Papa.

"Jovian jangan sampai hilang oke, pegang tangan Lily erat agar tidak tersesat!" Ucap Lily dengan tangannya menggenggam erat jemari mungil Jovian.

"Baik Lily." jawab Jovian, padahal Jovian sudah 12 tahun namun semua itu tertutupi dengan tubuh mungilnya dan baby face nya.

Jovian mengikuti langkah Lily dengan riang, mata bulatnya tak henti-henti untuk melihat apa yang menurutnya aneh, bibir mungilnya terbuka kagum melihat mobil mewah yang berjejer rapi, namun netranya terfokus pada salah satu mobil hitam mengkilap di depan toko kopi elegan itu, seperti milik Papa. Mobil yang William beli saat Jovian melihat film di laptop sang Papa dan menemukan mobil yang membuatnya terkagum dan berakhir menyuruh William untuk membeli dan memakai mobil itu. Jovian tersenyum saat mengingat itu namun sedetik kemudian Jovian menggeleng cepat, mobil itu banyak sekali dibelahan dunia bukan hanya milik ayahnya saja.

"Jovian kita sudah sampai, apa Jovian-nie lelah?" Tanya Lily.

"Tidak Lily, tapi mengapa kita berhenti disini? Apa tidak di pasar?" Tanya Jovian kebingungan.

Lily tersenyum saat mendengar rentetan pertanyaan Jovian, sepertinya Jovian belum diberitahu oleh Kris, dasar menyebalkan.

"Kita tidak berjualan di pasar Jovian, tapi kita mengirimkannya untuk perusahaan besar." Jelas Lily dan Jovian mengangguk sambil bergumam faham.

"Kau lihat paman Kris? Lihat, dia sedang berbicara dengan sekertaris perusahaan besar ini." Tunjuk Lily pada Kris yang sedang mengobrol dengan lelaki dewasa yang memakai seragam kerjanya. Jovian jadi mengingat Papa yang selalu memakai itu setiap hari dan Papa selalu meminta Mama agar memasangkan dasinya pada Mama.

"Jadi begitu ya.." Jovian mengangguk kecil, rambut halusnya sedikit terbang karena angin.

"Kalian boleh istirahat." Ucap Sam, lelaki paruh baya yang bekerja sebagai tangan kanan Kris.

"Terimakasih paman Sam!" Ucap Jovian, Sam ikut tersenyum melihat senyuman secercah mentari pagi itu rasanya hangat jika melihat wajah Jovian putra satu-satunya Helena, ahh Helena beruntung sekali mendapatkan hadiah dari Tuhan berupa anak yang menggemaskan dan baik seperti Jovian.

"Sama-sama manis." Jawab Sam

Jovian menggeleng pelan, "Aku tampan Paman!" Ucapnya membuat Sam dan Lily juga pekerja lain tertawa. 

"Baiklah kau tampan." Sam terkekeh geli melihat bocah bermata bulat itu berbinar bahagia saat di sebut tampan, Sam jadi tidak tega untuk mengatakan bahwa Jovian itu manis bukan tampan bahkan Sam yakin pasti beberapa orang akan menyebut Jovian itu cantik.

_______

Lily dan Jovian sedang menikmati Pizza yang Kris bagikan, Jovian merindukan rasa Pizza karena sekarang untuk membeli satu box Pizza bisa membeli makanan pokok sebanyak 3x dan Jovian harus menghemat! Helena harus beli obat dan haris sembuh!

"Lily, aku haus." Ucap Jovian pelan, Pizza yang Jovian makan sedikit pedas membuat tenggorokannya terasa seperti terbakar.

Lily terkekeh saat melihat ekspresi wajah Jovian yang menatapnya memohon, seperti puppy!!

"Mari, Lily antar ke toko sana biasanya disana menyediakan berbagai jenis minuman." ucap Lily menunjuk toko kopi elegan yang sebelumnya Jovian lihat.

"Tapi bukankah itu untuk kopi saja?" tanya Jovian. 

"Tidak, mereka menyediakan beberapa minuman lain juga." Jelas Lily dan Jovian mengangguk sambil tersenyum.

Jovian menggandeng tangan Lily, berjalan dengan riang karena akan mendapatkan minum. Hanya segelas air putih saja Jovian tidak apa-apa, saat ini Jovian sangat haus lagipula untuk membeli satu gelas minuman disana setara dengan membeli satu galon air mineral di desa, Jovian menjadi perhitungan dan terlalu banyak berfikir jika ingin membeli sesuatu semenjak sang ibu tidak sanggup untuk bekerja.

Kring~

Lonceng pun terdengar saat Jovian mendorong pintu toko itu, dan indra penciumannya langsung disambut oleh harum kopi yang sangat menenangkan. Ini seperti kopi kesukaan Papa yang selalu Helena buat.

"Jovian-nie duduk disana oke?" Ucap Lily menunjuk kursi di belakang.

Jovian tersenyum dan mengangguk, "Baik Lily!" Ucapnya lalu berlari kecil menuju kursi yang Lily tunjuk.

Sudah lama Jovian tidak ke tempat seperti ini, dulu dirinya, Mama dan Papa sering mengunjungi restoran mewah dan juga mall untuk bermain. Saat ini? Lupakan! Untuk makan saja terkadang susah. Jovian tidak mau Mama tambah sakit.

Di saat sedang menikmati penampilan toko kopi, Mata bulat Jovian menangkap seseorang yang sangat dia rindukan, William. Jovian berdiri dengan senyuman bahagia nya ingin melangkahkan kaki mungilnya menuju sang Papa namun terhenti saat seorang perempuan memeluk tubuh kekar ayahnya, ayahnya tersenyum dan balas memeluk wanita itu dengan ciuman mesra di bibir merah wanita itu. 

"Papa..." 

"Jovian mau ke mana?" Tanya Lily. Dia kebingungan saat melihat bocah lucu itu berdiri mematung melihat dua orang dewasa yang sedang bercumbu mesra, Lily menggeleng sambil menggerutu dalam hati, orang-orang dewasa jaman sekarang memang tak tahu tempat!

"Jangan melihatnya Jovian-nie! Itu tidak baik!" Pekik Lily

"Lily! Jika dua orang berciuman, apa mereka saling menyayangi? Ataukah ada arti lain?" Jovian mengabaikan perkataan Lily dan mengajukan pertanyaan yang ada di kepalanya.

Lily kelabakan saat mendengar pertanyaan polos bocah laki-laki manis ini, astaga! Harus jawab apa? Tapi bukankah Jovian kan sudah 12 tahun? Mungkin tak apa asal dengan kata-kata yang bijak.

"Mmmm, mungkin iya dan mungkin juga tidak." Jawab Lily ragu 

"Mengapa?" Tanya Jovian, mata bulatnya seolah menggambarkan jika dirinya saat ini membutuhkan jawaban. 

"Seperti ini Jovian, mereka yang berciuman belum tentu saling menyayangi dan mencintai. Karena ada juga yang melakukan itu karena sesuatu yang... Mmm mendesak, ah hanya sekedar kesenangan sesaat ya itu!" Jelas Lily dengan gugup, dia tidak mau mencemari pikiran polos Jovian!

"Apa orang dewasa selalu seperti itu? Meninggalkan apa yang mendukung mereka hanya karena seseorang yang lebih menarik lagi?" Tanya Jovian membuat Lily terdiam.

"Ya, ada juga orang-orang yang sangat serakah seperti itu, tidak memikirkan orang yang selalu mendukungnya lalu meninggalkan mereka dengan mudahnya." Ucap Lily.

"Terkadang orang dewasa itu egois ya Lily?" 

Lily tersenyum lembut pada Jovian, mengusap kepala Jovian dengan lembut dan mengangguk, "Nanti Jovian jangan mencontoh mereka oke? Jangan menyakiti hati orang yang menyayangi mu." Ucap Lily tersenyum pedih.

"Aku janji!" ucap Jovian dengan senyumannya.

Mengambil botol minum nya lalu berjalan keluar bersama Lily, menatap punggung lebar ayahnya dengan senyuman manis nya, Jovian hanya ingin ayahnya dan mamanya bahagia saja. Walaupun dengan mengorbankan dirinya sendiri, dia tidak apa-apa.

Ya, terkadang rasa sayang sering kali membutakan pikiran, mengorbankan diri sendiri untuk orang yang tersayang dan tak memperdulikan keadaan nya. Jovian membenci perasaan itu, yang selalu membuatnya sakit namun dirinya tak bisa berbuat apa-apa untuk menghilangkan rasa sakit itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status