Tak mau memperpanjang pembahasan yang tak bermutu mengenai pria asing tersebut, Kimberly pura-pura menguap. Ia memperlihatkan pada Jenica bahwa ia sudah sangat lelah dan mengantuk.
Semua itu Kimberly lakukan karena gadis yang berusia satu tahun di atasnya itu sering sekali bertanya apa pun tentangnya. Seolah ingin tahu apa yang ia lakukan, rasakan dan dapatkan.
Ia merasa tak nyaman jika Jenica mengejarnya dengan beberapa pertanyaan tak penting. Hidup sudah rumit, tak perlu lagi membahas suatu hal yang juntrungannya membuat diri sesak napas karena banyak pikiran.
"Sudahlah Kak, ayo kita mengobrol hal lain saja!" ajak Kimberly pada sang kakak. "Oh iya, bagaimana kabar hubunganmu dengan Kak Jeff? Kapan kalian akan bertunangan?" tanyanya santai dan tak lupa mengulas senyum manis di wajahnya yang cantik.
"Kami sudah berpisah," jawab Jenica cepat.
Kimberly terkesiap. Tak menduga akan mendengar jawaban ini keluar dari mulut Jenica. Ia sontak menganga kecil.
"Are you kidding me?" tanya Kimberly tak percaya.
"No!" sahutnya cepat disertai ekspresi serius, tak ada candaan di wajahnya. "Apa kau pikir aku senang membuat hubunganku terdengar seperti sebuah lelucon?" lanjutnya.
"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu! Aku tidak tahu kalau--"
"Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Oh iya, aku baru saja datang, kuambilkan kudapan untuk kita berdua, ya?" tawarnya yang serta merta mendapat tanggapan cepat dari kepala Kimberly. Gadis cantik itu mengacungkan dua ibu jarinya pada Jenica.
Jenica beranjak dari tempat duduk yang membuatnya merasa nyaman untuk mengambil kudapan supaya dapat menemani keduanya duduk bercengkerama di taman belakang. Ada sesuatu yang bisa dimakan tentunya dapat mengusir rasa kantuk yang melanda efek dinginnya malam.
***
"Ke mana perginya gadis itu? Sepertinya dia susah sekali ditaklukkan, semakin menggemaskan saja. Hahaha," gumam Bryan diakhiri tawa menggelikan.
Ekor matanya tertuju pada sebuah gazebo yang letaknya tak jauh dari tempat ia menginjakkan kaki. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Bryan terkekeh lagi diakhiri memiringkan senyumnya.
Langkahnya terhenti kala seorang menyapanya.
"Selamat malam, Tuan Bryan," sapa seorang perempuan cantik yang terpoles make up lumayan tebal menghiasi wajahnya.
Bryan tampak tak suka melihatnya. Ia paling tak suka melihat wajah-wajah seperti ini dari netra birunya. Wajah penjilat tentu saja. Ia dapat menerka hal itu dengan mudah karena banyak faktor, gesture terutama.
Saat ini, siapa yang tak mengenal Bryan Malik di dunia bisnis? Mungkin jawabannya adalah Kimberly Michael. Ia tersenyum kecut jika mengingat hal itu dan bagaimana angkuhnya gadis itu saat berhadapan dengannya. Hanya dialah satu-satunya gadis yang berani berbuat seperti itu pada seorang Bryan.
"Selamat malam, Nona…" jawabnya menggantung karena Bryan tak mengenal siapa perempuan yang saat ini menyapanya.
"Jenica! Nama saya Jenica, Tuan Bryan," ucapnya memperjelas, tentu saja dengan senyum yang jujur saja tampak menyebalkan di mata Bryan.
Bryan mau tak mau membalas uluran tangan yang jelas sekali membutuhkan balasan darinya. Jenica tampak senang mendapat balasan dari telapak tangan yang besar dan hangat yang mampu membuat sekujur tubuhnya seperti tersengat aliran listrik berskala kecil.
'Waw! Ternyata seperti ini rasanya bersentuhan dengan dewa bisnis tampan! Tangannya halus dan hangat. Bagaimana rasanya jika bersentuhan langsung dengannya di atas ranjang, ya? Pasti sangat menakjubkan…' batin kotor Jenica.
Bryan mengerutkan keningnya. Ia menatap penuh keheranan pada Jenica yang tersenyum sendirian dan tampak melamun.
'Pasti perempuan ini sedang berpikiran kotor denganku! Cih… Sayangnya aku tak tergoda oleh perempuan sepertimu!' gumam Bryan dalam hati.
"Ehem!" Bryan berdehem. Jenica tergagap nampak belum siap mendapat teguran secara tak langsung dari pria tampan tersebut.
Bryan melepaskan tangannya dari cengkeraman erat Jenica. Risih. Pria itu merasa risih dan tampak tak menyukai keadaan seperti ini. Ia paling benci penggoda, lain halnya jika ia yang memang menggoda atau tengah berhasrat. Melihat wanita ini saja sudah malas apa lagi berdekatan terlalu lama. Ilfeel, itulah jawaban yang akan keluar dari bibirnya jika dia mau jujur.
"Permisi, saya harus menemui seseorang dulu. Salam kenal dan selamat malam," pamit Bryan berusaha mengakhiri dengan mengulas senyum manis di kedua sudut bibirnya.
Jenica terpesona. "Selamat malam dan sampai jumpa lagi, Tuan Bryan!" balasnya cepat dan melambaikan tangan ke arah Bryan yang sudah berjalan meninggalkannya.
"Tak akan ada sampai jumpa lagi, Bitch!" lirih Bryan saat dirinya telah jauh dari hiruk pikuk pesta pembukaan resort di hall tersebut.
Langkahnya pasti menuju…
"Selamat malam, Nona cantik!" sapa Bryan pada seorang gadis yang tengah melamun di bawah gazebo. Gadis tersebut membuatnya terpesona saat mendongakkan kepala menatap pantulan rembulan yang bersinar terang di atas sana.
Kimberly tengah melamun dan mengabaikan sapaan dari pria tampan sang Cassanova cinta tersebut. Lebih tepatnya gadis itu memang benar tak mendengar sapaan dari Bryan.
Bryan menjatuhkan pantatnya tepat berhadapan dengan gadis cantik yang telah menaklukkan hatinya. Gadis itu belum juga tersadar dan hal itu dimanfaatkan oleh Bryan untuk menyelami wajah cantik di hadapannya. Bryan tampak terbuai dengan kecantikan alami yang terpancar dari bidadari angkuh ini. Senyum misteri terbit di wajah Bryan.
Kimberly mulai sadar dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Tatapannya kini tertuju pada pria asing yang duduk di hadapannya. Ia terkejut setengah mati.
"Ka-kau! Kenapa kau ada di sini?" tanya Kimberly tergagap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah menyangka akan duduk berhadapan dengan pria menyebalkan ini.
"Kau melamunkan siapa, Nona? Kalau kau melamunkan aku tak perlu susah-susah, karena sekarang ada aku di depanmu. Aku nyata di hadapanmu saat ini. Kau boleh melakukan apa pun padaku," goda Bryan sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Kimberly mundur ke belakang hingga tanpa sadar punggungnya terantuk sandaran kursi.
"Aw!" pekik Kimberly menahan rasa nyeri yang mengenai punggungnya. Dress tipis yang membalut tubuh tak sepenuhnya melindungi dirinya. Tetap saja terasa sakit. Merasa sebal, tatapannya terarah pada pria yang amat percaya diri di dekatnya.
"Kau lucu sekali, Nona! Tenang saja, aku sangat suka melihatmu seperti ini. Tampak menggemaskan di mataku. Apakah kau sedang berusaha menggodaku?"
"Ka-Kau! Bisakah kau pergi dari hadapanku!" usir Kimberly yang membuat Bryan terkekeh geli.
"Kimmy!" pekik Jenica sambil berlari kecil membawa dua cawan berisi kudapan manis di kedua tangannya. Senyumnya sumringah tampak jelas di wajahnya membuat Kimberly memicingkan mata.
'Ada apa dengan Jenica? Kenapa dia aneh sekali! Tumben dia menyapaku dengan sebutan itu!' batin Kimberly. Ia menatap penuh selidik ke arah saudara sepupunya yang terkadang bersikap genit di depan pria incarannya. "Jangan-jangan Jenica?' tebaknya lagi dalam hati.
Benar saja dugaannya. Jenica meletakkan dua cawan di tangan ke atas meja bundar gazebo. Tatapannya intens ke arah Bryan. Kimberly memilih memalingkan muka, ia tahu saudaranya itu tengah mendapat bidikan mantap kali ini.
Bryan Malik?
Apakah tidak ada pria lain?
"Kimmy, kenapa kau diam saja kalau ternyata kau mengenal dewa bisnis tampan ini?" tanya Jenica yang langsung mendapat tatapan maut dari Kimberly.
~~~~
"Dewa bisnis tampan?" ulang Kimberly pada Jenica sambil melirik ke arah Bryan yang tampak mengulum senyum seraya mengelus dagu runcingnya.Dengan senyum merekah di wajahnya, Jenica mengangguk mantap."Ya, benar sekali, Kim! Apa kau tak pernah membaca surat kabar atau portal berita online? Di situ tertulis banyak sekali artikel yang menjelaskan siapa dan bagaimana sepak terjang seorang Tuan Bryan di dunia bisnis. Ke mana saja kau selama ini? Oops, kau ini hidup di belahan dunia mana? Hem?" tanya Jenica yang lebih terdengar menyindir Kimberly.Kimberly mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya menanggapi ucapan Jenica. Ia lebih memilih mengacuhkan dua manusia di dekatnya yang memandanginya dengan pikiran berbeda di otak masing-masing."Sorry, sepertinya aku sudah mengantuk. Jika kalian ingin melanjutkan obrolan berdua, maka dengan senang hati aku meninggalkan kalian. Permisi," pamit Kimberly sambil menatap ke arah Jenica dan
Tanpa pikir panjang dan demi mengingat keselamatan putrinya, George mengangguk yakin akan tawaran yang diucapkan seorang Bryan Malik pada Kimberly. Pria tua itu begitu yakin Bryan dapat menjaga putrinya."Pulanglah bersama Tuan Bryan! Papa yakin Tuan Bryan bisa mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Sambil menunggu mobil selesai diperbaiki malam ini, alangkah lebih baik kau lekas pulang, Kim! Papa tidak ingin waktu istirahatmu terganggu. Besok kau harus kuliah, kau mengerti, kan?"Bryan tersenyum ramah menanggapi ucapan George. Secara tidak langsung apa yang terlontar dari mulut George adalah bukti suatu kepercayaan pria tua itu pada seseorang yang tak lain adalah Bryan Malik.Hal itu membuat hati Bryan senang bukan main. Ia menantikan bagaimana bantahan atau alasan apa yang akan keluar dari bibir mungil Kimberly.Tak sesuai prediksi, Kimberly mengangguk pasrah. Ia mengecup pipi sang ayah lalu berpamitan pada Luke. Harry yang berada di
"Apa yang kau katakan?" tanya Kimberly pada sosok di dalam mimpinya.Pesona pria itu berhasil membuat semburat merah di kedua sisi pipinya. Pria itu bernama Bryan Malik, seorang Cassanova cinta yang namanya telah terkenal di seantero Edensor."Tinggalkan kekasihmu dan pergilah bersamaku! Aku akan membuatmu bahagia. Percayalah!" bisiknya sambil mengecup tulang selangka Kimberly hingga membuat darah gadis itu berdesir hebat."Tidak! Aku sangat mencintai Nick. Jangan coba-coba memisahkan aku dengan pria yang kucintai!" sahut Kimberly padanya."Tidak apa pria lain yang sanggup membahagiakanmu selain aku. Percayalah! Cepat atau lambat kau akan datang mencariku! Hahahaha," tukas Bryan yang sosoknya semakin hilang dalam arus mimpi meninggalkan gadis itu seorang diri."Tidak!!" jerit Kimberly yang terbangun saat seseorang menepuk pipinya perlahan.Kimberly tersadar dari mimpinya yang.. Buruk atau ah sudahlah, Kimb
Kedua mata Kimberly membola sempurna dengan ekspresi terkejut yang luar biasa. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Bersamanya? Apakah dia tidak bosan mengganggu pikirannya dan sekarang tanpa dosa berada di ruangan yang sama untuk berebut udara dengannya?Gadis itu mulai kebingungan tapi tak punya cara lain untuk kabur. Kekuatan pria ini begitu menakutkan dan tentu saja lebih besar dari dirinya. Salah-salah dirinya akan dilecehkan atau lebih parahnya akan dinodai.Jangan sampai itu terjadi!Lebih baik ia diam untuk sementara waktu sambil menunggu kesempatan saat pria ini lengah."Good job, pretty girl! Jadilah anak baik!" bisiknya di telinga Kimberly. Kata-kata itu berhasil membuat bulu kuduk gadis cantik itu meremang sempurna. Deru napas pria itu menerpa kulit wajahnya hingga mencapai titik sensitif sang gadis.'Brengsek sekali dia! Ya Tuhan, kenapa aku bisa terjebak dengan pria menyebalkan ini? Semalam sudah mimpi bu
Nick menggenggam sepuluh jari lentik di pertautan jemarinya lebih erat. Sepasang matanya menangkap jelas keraguan dan ketakutan pada diri sang kekasih hati."Aku sangat mencintaimu, Honey. Kau adalah perempuan kedua yang sangat berarti dalam hidupku." Nick menjelaskan dengan penuh kasih. Ia mengecup punggung tangan Kimberly dengan lembut.Sorot mata itu membuat iris perak Kimberly luluh. Ia tahu bagaimana perjuangan Nick demi mendapatkan hatinya selama ini.Sesaat Kimberly mengernyitkan kening mulusnya."Perempuan kedua? Maksudnya?" berondong Kimberly dengan sorot mata penuh tanda tanya."Kau adalah perempuan kedua yang begitu berharga di hidupku selain Nenek Emma. Kau tahu 'kan, selama ini hidupku bergantung pada nenek dan kakekku.Semenjak kakek tiada, aku hanya hidup bersama nenek dan beliaulah yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Rasa cinta yang begitu besar melebihi kasih sayang kedua orang tuaku.&
Bryan sengaja membuat semua orang di aula menantikan jawabannya. Ia tersenyum penuh arti lalu berdehem cepat."Sepertinya itu adalah privasi yang tidak bisa saya umbar begitu saja pada semua orang. Mungkin kalau kami berjodoh, kalian akan tahu mengenai berita baiknya melalui sosial media yang kalian punya. Begitu saja, ya! Maaf saya harus segera mengurus pekerjaan di luar kota. Terima kasih semuanya. Sampai jumpa!" jawab Bryan diakhiri ucapan pamit.Jane yang berhadapan dengan Bryan hampir merosot tubuhnya mendengar penjelasan pria tampan itu.Hampir sebagian besar kaum hawa di sana kecewa dan menerka-nerka siapakah gadis misterius yang beruntung itu. Apakah seorang artis, pengusaha atau konglomerat seperti Bryan?Tak hanya mereka, Mona yang duduk di sebelah Kimberly tampak penasaran. Pandangannya tak terlepas dari objek yang memantik antusiasme besar dalam dirinya. Kimberly hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku s
Bryan menggeleng. Ia mengedarkan pandangan mencari seseorang. Spontan Bryan berdiri dan melambaikan tangan pada seorang wanita yang bekerja sebagai waitress di klub malam tersebut."Berikan aku Tequila sunrise! Cepatlah!" titahnya pada sang waitress."Baik, Tuan. Ada lagi?" tanya waitress tersebut dengan senyum secerah sinar bulan di langit malam ini. Ia merasa senang bisa melayani seorang Bryan yang begitu tampan."Aku mau dua Tom Collins dan kudapan ringan!" sambung Leon."Dua? Kau memesan untukmu sendiri?" timpal Gilbert menatap tak suka."Hei bodoh, aku juga memesankan untukmu!" jawab Leon."Oh, kukira kau melupakan aku!" ucap Gilbert yang membuat Leon serasa ingin muntah."Watch your mouth! Tutup mulutmu! Nanti orang-orang akan berpikir aku tidak normal sepertimu!" tegas Leon.Gilbert terkekeh. Bryan melengos mengarahkan pandangannya pada benda pipih yang terus bergetar di da
Gadis itu tampak tak mau membuang waktu dengan percuma. Susah payah ia bisa memberanikan diri berhadapan dengan Kimberly. Ia segera mengutarakan maksud kedatangannya.Disertai senyuman penuh misteri, ia menatap wajah cantik Kimberly. "Tolong lepaskan kak Nick padaku! Keluargaku dan keluarganya sudah dekat, sebentar lagi kami akan menjadi satu keluarga utuh.""Apa maksudmu? Kalau kau datang kemari hanya ingin mengganggu hubunganku dengan Nick, lebih baik kau pergi dari sini! Asal kau ingat, dia adalah kekasihku dan kau hanyalah orang asing di antara kami berdua," tanggap Kimberly dengan tatapan tajam bak belati yang siap menyayat siapa pun dan apa pun di hadapannya."Semua ini demi Nenek Emma! Tolong lepaskan Kak Nick! Hanya dialah yang bisa tetap membantu Nenek Emma untuk tetap hidup. Aku berjanji akan membahagiakan Kak Nick," ucapnya meyakinkan tanpa tahu bagaimana kecewanya hati Kimberly. Gadis itu mengatupkan kedua telapak tangannya bermaksu